Jumat, Maret 29, 2024

Musuh yang Paling Berbahaya

Baca Juga

Tatkala berbicara tentang musuh maka siapapun menganggap bahwa sesuatu yang membahayakan itu datang dari luar dirinya. Musuh yang dimaksudkan itu adalah apa saja yang menjadikan dirinya celaka, merugi, mati, atau binasa. Padahal jika pengertian musuh digambarkan seperti itu, sebenarnya bisa juga datang dari dirinya sendiri. Banyak hal yang terdapat pada diri seseorang justru menjadi sumber petaka dan kehancuran.

Kebodohan, kemalasan, dan perilaku buruk akan menjadikan diri seseorang lemah, dan akibatnya tidak bisa bertahan hidup atau mati. Oleh karena itu sebenarnya yang mengancam diri seseorang bukan selalu berasal dari luar, melainkan dari dalam dirinya sendiri. Bahkan ancaman atau musuh yang berasal dari dalam diri sendiri itu jauh lebih berbahaya dibanding yang berasal dari luar.

Musuh dari luar biasanya segera diketahui dan diantisipasi. Semenmtara itu musuh dari dalam dirinya sendiri tidak mudah dikenali dan diketahui. Mengetahui bahwa apa yang ada di dalam dirinya sendiri berbahaya adalah ketika sudah dirasakan akibatnya. Oleh karena itu mengenali musuh yang berasal dari dalam diri sendiri menjadi amat penting. Namun sayangnya tidak semua orang mampu melakukannya sendiri.

Dalam suatu kisah, setelah menyelesaikan peperangan yang amat dahsyat, Nabi Muhammad pernah mengingatkan kepada para sahabatnya, bahwa mereka baru saja menyelesaikan perang kecil dan segera akan menghadapi perang yang lebih besar lagi. Atas pernyataan itu, para sahabat menanyakannya tentang perang dimaksud. Nabi menjawab bahwa, perang yang lebih besar sebagaimana disebutkan itu adalah perang melawan hawa nafsu.

Sekalipun banyak muhaddist (pakar ilmu hadis) mempertanyakan kesahihan riwayat hadis tersebut, secara maknawi hadis ini sangatlah sesuai dengan realitas. Perang melawan hawa nafsu adalah merupakan peperangan melawan musuh yang berasal dari dirinya sendiri. Musuh berupa hawa nafsu sebenarnya memiliki kekuatan yang luar biasa dahsyat, dan bahkan resikonya juga amat berat, yakni hingga ke akherat kelak. Hawa nafsu mendorong manusia untuk bersikap takabur, riya, iri hati, hasut, bakhil, permusuhan, fitnah, dendam, berbohong, dan lain-lain semua itu merupakan kekuatan yang mampu menghancurkan diri seseorang.

Berjihad mengangkat senjata seluruhnya adalah kebaikan. Jika kalah dan terbunuh, akan mendapatkan syahid yang tentunya masuk surga. Jika menang, kemuliaan, mendapatkan rampasan perang, serta ganjaran besar siap menanti. Tiada kerugian bagi mereka yang berperang melawan musuh. Namun, perperangan melawan hawa nafsu yang ada dalam diri sendiri ternyata tidaklah segampang itu. Jika kalah, akan mendapatkan neraka. Jika menang, akan diuji dengan godaan yang lebih berat lagi. Senantiasa akan terus seperti itu sampai akhirnya ajal menjemput.

Pertempuran melawan hawa nafsu dan diri sendiri ternyata sangatlah berisiko.

Perang melawan diri sendiri mengisyaratkan perang yang terberat daripada perang melawan musuh Islam. Dalam Alquran ditekankan, untuk melawan sesuatu yang datang dari dalam diri jauh lebih berat daripada melawan musuh dari luar. Dalam surah an-Naas disampaikan, “Katakanlah, aku berlindung dengan Rabb manusia. Penguasa manusia. Sembahan manusia. Dari waswas (bisikan) setan yang bersembunyi. Yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia. (Yang berasal) dari jin dan manusia.” (QS. an-Naas: 1-6). Dalam surat ini, manusia diperintahkan untuk berlindung kepada Allah sebanyak tiga kali. Seorang Muslim disuruh berlindung kepada Allah sebagai Rabb, Penguasa, dan Sembahan manusia. Semua itu hanya untuk menghadapi rasa waswas yang datang dari dalam dirinya.

Berbeda dengan surah al-Falaaq yang mengatakan, “Katakanlah, Aku berlindung kepada Tuhan yang menguasai subuh. Dari kejahatan makhluk-Nya. Dan, dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita. Dan, dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang mengembus pada buhul-buhul. Dan dari kejahatan orang yang dengki apabila ia dengki.” (QS. al-Falaq: 1-5). Dalam surah ini, perintah untuk berlindung kepada Allah hanya satu kali. Padahal, kejahatan yang menyerangnya datang dari beraneka ragam, yakni kejahatan malam, wanita tukang sihir, dan para pendengki.

Dari surah an-Naas dan surah al-Falaaq disimpulkan, melawan sesuatu yang datang dari diri sendiri jauh lebih berat ketimbang melawan musuh dari luar. Untuk itulah, seseorang diseru untuk berlindung tiga kali lebih banyak ketika menghadapi dirinya sendiri.

Seseorang yang dapat mengangkat beban yang sangat berat terkadang tidak mampu mengangkat selimutnya untuk menunaikan shalat Subuh atau shalat Tahajud. Seorang yang melakukan perjalanan sangat jauh terkadang tak mampu berjalan ke masjid untuk menunaikan shalat berjamaah. Hal ini membuktikan, melawan godaan yang datang dari diri sendiri lebih berat ketimbang melawan sesuatu yang nyata dari luar. Menaklukkan hawa nafsu dan melawan godaan-godaan setan ternyata lebih berat daripada melawan musuh Islam.

Di sinilah letak kedalaman Islam. Jihad tak hanya dimaknai sebagai perjuangan fisik tapi juga perjuangan batin. Ketika ledakan bom memakan banyak sekali korban nyawa tak berdosa; saat hantaman rudal menghasilkan ribuan mayat; kita patut merenung bahwa betapa banyak mudarat yang ditimbulkan tatkala jihad diterjemahkan secara salah dan sepotong-sepotong. Jihad fisik yang berhasrat memenangkan pihak lain tapi secara tak sadar membuat diri pelakunya kalah dari egonya sendiri.

Sungguh menghadapi nafsu diri sendiri yang tak tampak lebih berat ketimbang menghadapi musuh di depan mata yang terlihat. Jihad ini juga tak mengandaikan waktu-waktu khusus, melainkan setiap embusan napas, sepanjang masa. Benarlah Rasulullah mengatakan perang melawan diri sendiri sebagai pertempuran akbar karena dalam banyak hal jihad secara selah itu tak terasa dilakukan karena sering kali ia dibalut oleh kenikmatan, atau bahkan argumentasi keagamaan. Padahal hakikat jihad adalah fî sabilillah, bukan fî sabilil hawa.

Melawan musuh yang berasal dari dalam diri sendiri, berupa hawa nafsu, ternyata juga harus mengandalkan kekuatan dari dalam diri sendiri pula, yaitu melalui upaya membersihkan diri, banyak mengingat dan mendekatkan diri pada Allah dan Rasul-Nya. Orang-orang yang memperkaya dirinya dengan kekuatan spiritual, akan mampu mengalahkan kekuatan hawa nafsu itu. Hawa nafsu tidak akan bisa dilawan hanya sekedar dengan kekuatan intelektual. Bahkan sebaliknya, kekuatan intelektual justru berpotensi menumbuh-kembangkan hawa nafsu itu sendiri.

Musuh berupa hawa nafsu yang tidak kelihatan dan bahkan juga tidak terasakan datang dan keberadaannya adalah sangat membahayakan. Ancaman itu tidak saja terbatas di dunia ini, melainkan juga akan mensengsarakan pada kehidupan di akherat kelak. Banyak orang yang semula hidupnya dipandang bahagia ternyata berubah menjadi jatuh, sengsara, dan bahkan hina di mata masyarakat adalah karena terkalahkan oleh kekuatan hawa nafsunya sendiri. Kekuatan musuh dimaksudkan itu tidak tampak dan juga tidak disadari keberadaannya tetapi memiliki kekuatan perusak yang luar biasa besarnya.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

spot_img
Berita Terbaru

APDESI Deli Serdang Gelar Buka Puasa Bersama dengan Jaksa Garda Desa, Bahas Hal Ini

mimbarumum.co.id - Asosiasi Perkumpulan Kepala Desa Seluruh Indonesia ( APDESI) Kabupaten Deli Serdang menggelar kegiatan buka puasa bersama dengan...

Baca Artikel lainya