Rabu, Mei 15, 2024

“In sickness and in health: diagnosing Indonesia”, Buku Yang Mengurai Sistem Kesehatan Nasional

Baca Juga

mimbarumum.co.idSebuah buku yang menggambarkan tentang kondisi kesehatan warga dan bagaimana sistem kesehatan yang berlaku di negeri ini,  resmi diluncurkan oleh Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (FK-KMK UGM) dan Australian National University (ANU) Indonesia Project.

Peluncuran buku hasil dari pelaksanaan Konferensi Internasional Indonesia Update ke-38 di Canberra oleh ANU Indonesia Project pada bulan September 2021 itu berlangsung  di Ruang Auditorium Lantai 1, Gedung Pascasarjana Tahir Foundation, FKKMK UGM, Selasa (31/12/22) ditandai dengan diskusi mengurai isi buku oleh para penulis buku.

Setidaknya sebanyak 26 akademisi baik dari Indonesia dan Australia terlibat dalam pembuatan buku tersebut. Buku yang terdiri dari 12 Bab itu di edit oleh Firman Witoelar  dari The Australian National University dan Ariane Utomo dari The University of Melbourne. Lalu mulai diterbitkan pada bulan November 2022.

Dekan FK-KMK Yogi Mahendradhata yang meresmikan langsung peluncuran buku itu menyambut baik upaya para pihak untuk meneliti dan membangun kebijakan kesehatan di Indonesia yang berbasis bukti, misi yang juga menjadi salah satu landasan FK-KMK UGM.

Ia berharap buku tersebut dapat menjadi acuan, baik bagi akademisi dalam penelitian dan pengajarannya, juga bagi para pengambil keputusan dalam pengembangan kebijakan di pusat dan daerah.

Dr Firman Witoelar, selaku salah satu editor buku itu menjelaskan bahwa ANU Indonesia Project telah menyelenggarakan konferensi tahunan tentang Indonesia sejak tahun 1983. Rangkaian konferensi ini telah menjadi konferensi terbesar tentang Indonesia yang diselenggarakan di luar Indonesia.

“Dan topiknya selalu berkaitan dengan pertanyaan besar yang sedang dihadapi bangsa Indonesia. Dan diskursus tentang sistem dan pelayanan kesehatan di Indonesia menjadi hangat dengan adanya pandemi COVID-19,” ucapnya menyebut alasan memilih topik itu untuk tema konferensi.

Sementara itu Dr. Ariane Utomo dari The University of Melbourne menjelaskan perihal pendekatan yang lazim dipakai dalam menganalisa isu kesehatan penduduk adalah adanya transisi epidemiologis, yaitu pergeseran dari dominasi penyakit menular yang dialami oleh balita dan anak-anak, ke penyakit tidak menular dan degeneratif yang dialami oleh penduduk usia tua akibat perubahan status ekonomi dan sosial.

Namun seturut perkembangan waktu, walaupun negara sudah maju, insiden penyakit menular tetap tinggi, di samping meningkatnya penyakit tidak menular.  Ia moncothkan penyakit AIDS dan SAR-COV-2  yang tinggi insidennya bahkan di negara maju sekalipun.

“Buku ini merupakan upaya kolektif kami untuk memberikan masukan untuk perbaikan sistem kesehatan di Indonesia, agar penduduk Indonesia bisa hidup panjang dengan lebih sehat dan bahagia,” kata Ariane.

Defisit BPJS Kesehatan

Profesor Laksono Trisnantoro, Guru Besar FK-KMK UGM yang merupakaan salah satu penulis dalam buku itu memaparkan perihal defisit BPJS Kesehatan yang sangat besar, sekitar Rp31 triliun antara tahun 2014-2019.

Staf Ahli Menteri Kesehatan itu menyimpulkan penyebab deficit karena rendahnya kepatuhan membayar iuran, yakni hanya sekitar 56 persen peserta yang patuh membayar iuran sementara rasio klaim mencapai 300 persen.

Dia juga meyebut perihal besaran biaya tindakan terhadap penyakit kronis (seperti penyakit jantung, ginjal dan kanker) yang besar sementara anggaran untuk upaya pencegahan penyakit relative rendah.

Dalam buku itu, penulis lainnya Elizabeth Pisani, seorang Visiting Professor di Fakultas Farmasi Universitas Pancasila memaparkan perihal peran sektor swasta dalam penyediaan obat di Indonesia merupakan salah satu hal yang perlu mendapat pembenahan.

“Di DPR kita mendengar terus menerus bahwa obat mahal di Indonesia. Sementara produsen obat mengatakan bahwa pagu JKN terlalu rendah dan produsen tidak sanggup memproduksi dengan harga serendah itu. Mana yang benar?” tanya Elizabeth Pisani saat tampil dalam acara diskusi mengurai isi buku itu.

Ternyata, katanya kedua-duanya benar. Seringkali obat yang sama dijual dengan merk berbeda tapi dengan harga yang sangat jauh berbeda. Tapi obat yang murah sulit didapat sementara versi mahal lebih mudah didapat, karena produsen lebih suka memproduksi obat yang mahal agar mendapat lebih banyak keuntungan.

“Padahal khasiatnya sama dan ini menyulitkan buat pasien yang miskin dan tidak punya uang,” katanya.

10 Tahun Riset Demam Berdarah

Profesor Adi Utarini, Guru Besar FK-KMK UGM, di dalam buku itu menuliskan tentang jalan panjang riset selama 10 tahun untuk mengatasi masalah demam berdarah yang merupakan penyakit yang masih kerap berakibat fatal di Indonesia.

“Pendekatan inovatif tim peneliti dari World Mosquito Program Yogyakarta telah melakukan injeksi bakteri Wolbachia ke nyamuk Aedes pembawa penyakit demam berdarah (dengue),” katanya.

Penyuntikan Bakteri Wolbachia ke tubuh nyamuk itu telah membuat virus dengue tidak bisa melakukan replikasi di dalam tubuh nyamuk Aedes, sehingga ketika nyamuk menggigit manusia, tidak akan tertular penyakit demam berdarah.

“Ini merupakan upaya semacam vaksinasi untuk nyamuk, dan peran masyarakat dalam menguji coba pendekatan ini sangat penting,” paparnya.

Sementara itu Kepala Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan Kementerian Kesehatan, Dr Syarifah Liza Munira, yang turut hadir dalam acara diskusi sekaitan peluncuran buku itu mengatakan bahwa kondisi krisis menjadi pelajaran mahal yang mengungkap kekurangan dalam sistem kesehatan di Indonesia dan memerlukan koreksi.

“Ke depannya, salah satu strategi Kementerian Kesehatan adalah memberikan akses terhadap data kesehatan yang ada pada kami, dengan para peneliti dan universitas, karena teman-teman peneliti dan pakar bisa memberikan analisis yang bagus seperti yang ada dalam buku ini,” katanya.

Acara peluncuran buku ini dihadiri secara luring oleh sivitas akademika FK-KMK UGM dan universitas lainnya di Yogykarta, serta perwakilan dari rumah sakit yang ada di Yogyakarta dan sekitarnya. Secara daring, hadir perwakilan pemerintah daerah, peneliti dan pemerhati kesehatan dari seluruh Indonesia.

Sumber : Rilis

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Lapokan 13 Proyek di Dinas Naker Tapsel, Mahasiswa Aksi “Plester” Mulut di Kejari

mimbarunum.co.id - Gerakan Mahasiswa Anti Penindasan (Gemas) melakukan aksi diam dengan memplester atau menutup mulut sebagai bentuk sindiran ke...

Baca Artikel lainya