Industri dan Ekonomi Untuk Apa dan Siapa?

spot_img

Berita Terkait

Oleh : Rizanul Arifin
Selamat hari Ahad pertama Februari, hari ke 33 tahun 2020. Awak kok masih kepikiran kemana arah pembangunan kampong awak ni? Awak bisa pastikan itu karena awak cinta kaleee laaa sama kampong ini.

Awak kemaren-kemaren ini tertarik sama diskusi tentang rencana pemindahan sekolah favorit di Jakarta dan lahan bekasnya akan menjadi lahan bisnis, padahal lokasi itu dari awak sekolah, dah terkenal kawasan padat dan macet.

Terpiker awak laaa, kenapa gak kawasan bisnisnya aja yang dibuat di tempat lain biar gak tambah macet kawasan itu.

Aneh rasanya membangun selalu mengorbankan sesuatu yang sudah ada dan dengan menggusur, terlebih saat kepentingan umum dikalahkan alasan bisnis. Awak rasa itu cara serakah dan tidak manusiawi.

- Advertisement -

Baca Juga : Antara Rakyat dan Kepentingan

Memang awak tengok kawasan sekolah itu sekarang seakan jauh dari pemukiman. Itu karena dah banyak rumah di sana yang beralih fungsi, sementara daerah belakangnya didiami keluarga tua yang sudah tak punya anak yang masih bersekolah.

Tapi keknya itu bukan alasan laa, andai saja anak-anak yang bersekolah dari kawasan terdekatnya disuport bus sekolah, tak ada alasan pemindahan sekolah itu hebat dan #LebihManusiawi. Toh nyatanya sekolah favorit itu selama ini juga diakses anak-anak yang jauh dari sekolah itu.

Belajar dari kebijakan pembangunan yang kurang bijak itu, beberapa kawan awak di kota lain merasa bersyukur dapat tinggal di kota kecil, lokasi rumahnya berdekatan dengan sekolah. Bahkan mulai dari tingkat TK hingga SMA, jarak terjauhnya masih bisa diakses berjalan kaki.

Tapi itu waktu kotanya masih belum berkembang dan industri dalam bentuk apapun tidak melihat keuntungan untuk mengembangkan usahanya di sana. Lain hal kalau kawasan itu dinilai memguntungkan, maka dengan segala upaya itu diusahakan untuk bisa menguasainya.

Kapital terbukti lebih berkuasa dibandingkan regulasi dan rencana kota. Tak kesah, kawasan tempat tinggal dan sekolah pon bisa digusur dengan berbagai dalih, terutama BOT, tukar guling dan sebagainya.

Nilai ekonomis hanya diukur angka-angka statistik untuk pertumbuhan ekonomi industri, dagang dan perfoman kota. Harga tanah, digoreng dengan kali-kalian yang hebat, sehingga pajak dan kewajiban masyarakat berlipat dan memberatkan warga, sehingga terpaksa memilih hengkang.

Sementara nilai dan pertumbuhan ekonomi masyarakat yang selama ini mendiami kawasan diabaikan. Seakan mereka menjadi warga bersalah dan harus digusur pada setiap ada pengembang yang memasukan proposal izin prinsip dst dst, ngeriiii awak rasa kalok pengelola negeri berfikir praktis.

Kenyataan seperti itu juga sudah jadi tren di kampong awak ni. Kawasan yang strategis bagi bisnis langsung jadi incaran. Ini sebuah contoh, yang awak takotkan, property yang tadinya milik kota (properti bukan milik pemerintah kota, itu aset kota yang notabene milik masyarakat kota), mulai dilirik kapitalis.

Akibatnya, kawan awak dan warga yang selama ini menempati rumah berstatus HGB di kawasan itu tak lagi bisa memperpanjang HGB-nya untuk jangka waktu panjang. Mereka hanya bisa memperpanjangnya untuk jangka pendek alias tahunan. Wow, kalok laaa macam tu pola pembangunan kota, si miskin akan tersingkir dan berbiaya tinggi untuk mengakses kota.

Sejarah dan nuansa kota yang dulu dikenal sebagai Paris Van Sumatera itu akan pupus terhapus atau bahkan dihapus ketidak bijakkan pengelolanya. Tragis dan tidak terelakkan, yang tumbuh ekonominya hanya yang punya kapital. Kalau tak punya, hanya menjadi angka-angka statistik belaka. Sehingga awak jadi gak kaget lagi saat Bank Dunia, seperti dilangsir kompas.com 31-01-2020, “115 Juta Penduduk RI Rawan Miskin Lagi.”

Awak rasa, pengelola negeri ini sudah waktunya berpihak kepada khalayaknya yang lebeh banyak, karena mereka itu nyata dan bukan sekadar angka bantu indeks dan statistik dan kepentingan ekonomi segelintir konglomerat dan industri, termasuk kampong kita ni laaa. Cocok klen rasa?

- Advertisement -

Tinggalkan Balasan

- Advertisement -
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img

Berita Pilihan

Ayo Belajar

Oleh : Rizanul Arifin Awak kok jadinya rada-rada cemana gitu memulai pagi Senin ini. Keknya ada betolnya kalok The Boomtown...