Beranda blog Halaman 10

USU Klarifikasi Proses Pencairan Dana Pensiun dr. Gerhard ST. Panjaitan

0

mimbarumum.co.id Menanggapi pemberitaan yang beredar terkait pencairan dana pensiun atas nama dr. Gerhard ST. Panjaitan, salah satu dosen pegawai negeri sipil di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (USU), Rektor USU, Prof. Dr. Muryanto Amin, S.Sos., M.Si., menegaskan bahwa pihak universitas terus berupaya menyelesaikan proses administrasi tersebut.

USU aktif berkoordinasi dengan Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi.

“USU senantiasa berkomitmen untuk menghormati hak-hak pegawai, termasuk dalam hal pengurusan dana pensiun. Kami memahami pentingnya hal ini bagi keluarga almarhum, dan karenanya terus mengupayakan penyelesaian proses ini sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” ujar Rektor.

Dokumen kepegawaian menunjukkan bahwa pada 8 Desember 1999, Dekan Fakultas Kedokteran USU telah mengirimkan surat kepada Kepala Bagian Ilmu Bedah FK USU, dengan tembusan kepada dr. Gerhard ST. Panjaitan.

Surat bernomor 1380/J05.5/KP/1999 tersebut menyatakan bahwa dr. Gerhard dinyatakan memasuki masa pensiun terhitung mulai 1 September 1999 dan diminta untuk melengkapi formulir usulan pensiun yang telah dikirimkan pada 21 Juli 1998 dan 21 April 1999.

dr. Gerhard, yang lahir pada 8 Agustus 1943, berusia 56 tahun saat dinyatakan pensiun pada 1 September 1999. Namun, dalam surat permohonan pencairan dana pensiun tertanggal 1 Februari 2024, beliau menyatakan baru purnabakti pada 2003 dan belum menerima hak pensiun karena tetap menjalankan tugas profesional hingga saat itu.

Sebagai bentuk tanggapan, USU mengajukan surat usulan pemberhentian dengan hormat sebagai PNS dengan hak pensiun atas nama dr. Gerhard ST. Panjaitan melalui surat Nomor 9661/UN5.1.R/SDM/2024 tertanggal 2 April 2024.

Namun, pada Desember 2024, USU menerima laporan dari keluarga bahwa dr. Gerhard telah wafat pada 1 Mei 2024. Hal ini didukung dengan Kutipan Akta Kematian Nomor 1271-KM-07052024-0099 tertanggal 7 Mei 2024.

Proses administrasi saat ini menghadapi kendala akibat sistem pengusulan pensiun yang telah beralih ke format digital melalui platform SIASN BKN. Beberapa dokumen lama yang dibutuhkan tidak tersedia, sehingga memerlukan pelengkapan data tambahan.

USU aktif berkoordinasi dengan BKN dan Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi serta menjalin komunikasi intensif dengan pihak keluarga.

“USU akan terus berkoordinasi dengan instansi terkait untuk memastikan hak-hak almarhum dapat diproses sesuai peraturan yang berlaku. Kami mengapresiasi kerja sama dan pengertian pihak keluarga dalam proses ini,” tutup Rektor.

Reporter : M Nasir

Ade Taufiq Ingatkan Warga Muhammadiyah: Merokok Merusak Kesehatan dan Perekonomian

0

mimbarumum.co.id – Anggota DPRD Kota Medan dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dr.Ade Taufiq, Sp.OG kembali melaksanakan sosialisasi produk hukum Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) dua hari, Sabtu (19/4/2025) dan Minggu (20/4/2025). Kali ini sosialisasi Perda tersebut umumnya dihadiri warga Muhammadiyah dari daerah pemilihannya (Dapil) IV meliputi Kecamatan Medan Denai, Medan Area, Medan Kota dan Medan Amplas.

Disebutkan, lokasi sosialisasi dilaksanakan pertama di halaman Masjid Taqwa Jalan Bromo Gang Taqwa Kelurahan Tegal Sari II Kecamatan Medan Area dan kedua halaman SD Muhammadiyah 10 Jalan Adenan Bedawi Kelurahan Sudirejo I Kecamatan Medan Kota, Kota Medan. Dihadapan ratusan peserta sosialisasi yang umumnya dihadiri ibu-ibu, Ade Taufiq menegaskan bahwa Perda Nomor 3 Tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) bertujuan untuk memberikan pengetahuan, pemahaman, motivasi, sehingga diharapkan dapat meningkat kesadaran masyarakat akan bahaya merokok dan manfaatnya tidak merokok.

“Sebab merokok selain dapat merusak kesehatan, juga merusak perekonomian di rumah tangga. Bayangkan jika banyak rokok yang dibeli setiap harinya, bisa berimbas terganggunya uang belanja di rumah,” katanya dihadapan pengurus dan warga Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Medan Denai, PCM Medan Area, PCM Medan Kota , PCM Pasar Merah, PCM Sukaramai yang berhadir.

Untuk itu Ade Taufiq yang juga merupakan warga dan kader Muhammadiyah itu, mengajak warga Muhammadiyah untuk berhenti merokok, karena banyak penyakit yang disebabkan akibat rokok atau merokok. Diantaranya kanker dan TBC. Bagi yang tidak merokok harus di pertahankan dan jangan terpengaruh kepada perokok.

“Jika kita ingin sehat, maka segeralah tinggalkan rokok dan mari kita bersama-sama menjaga dan menegakkan Perda Kawasan Tanpa Rokok (KTR) ini,”tegasnya.

Lebih lanjut Ade Taufiq menjelaskan Kawasan Tanpa Rokok (KTR), katanya adalah ruangan atau arena yang dilarang merokok atau kegiatan memproduksi, menjual, mengiklankan dan mempromosikan produk tembakau. Hal tersebut sesuai dengan amanat undang-undang kesehatan nomor 36 tahun 2009 yang mewajibkan tiap daerah untuk menetapkan kawasan tanpa rokok yang disambut baik beberapa daerah di Indonesia termasuk salah satunya adalah kota Medan.”Jika ada masyarakat yang merokok di tempat terbuka atau umum agar diingatkan bersama-sama, misalnya lingkungan pemerintahan, tempat kerja, industri, pasar hingga sekolah. Jika kita bersama mengingatkan perda ini maka kita yakini akan tercipta suasana di lingkungan dan masyarakat yang sehat bebas dari asap rokok “kata Ade Taufiq.

Selanjutnya, Ade Taufiq mengingatkan kepada kalangan masyarakat khususnya warga Muhammadiyah agar ikut berperan aktif dalam mensosialisasikan Perda KTR ini. Peran serta masyarakat dapat dilakukan oleh perorangan, kelompok, badan hukum/badan usaha dan lembaga/organisasi yang diselenggarakan masyarakat dengan cara: diantaranya memberikan sumbangan pemikiran dengan penentuan kebijakan terkait dengan KTR, melakukan pengadaan dan pemberian bantuan sarana dan prasarana yang diperlukan untuk mewujudkan KTR, dan ikut serta dalam memberikan bimbingan dan penyuluhan. Kemudian menyebarluaskan informasi kepada masyarakat, mengingatkan setiap orang yang melanggar ketentuan KTR dan melapor setiap orang yang terbukti melanggar ketentuan KTR.

Ade Taufiq juga menegaskan bahwa rokok atau merokok sangat berbahaya bagi anak-anak khususnya usia balita.”Sebab anak anak sangat rentan terjangkit penyakit menular misalnya dari TBC yang disebabkan karena asap rokok maupun virus lainnya. Makanya hindari anak dari asap rokok dan prang dewasa yang merokok,”imbau Ade Taufiq yang juga Anggota Komisi 2 DPRD Kota Medan.

Selain itu, Ade Taufiq juga menyampaikan ketentuan pidana telah diatur dalam Perda KTR yang tertuang dalam Pasal 44, diantaranya yakni : Setiap orang yang merokok di area yang dinyatakan sebagai KTR dapat diancam pidana kurungan paling lama 3 hari atau denda paling banyak Rp50.000. Selain itu, lanjut Ade, setiap orang atau badan yang mempromosikan, mengiklankan, menjual dan membeli rokok di tempat yang dinyatakan sebagai KTR, dapat diancam pidana kurungan paling lama tujuh hari atau denda paling banyak Rp5 juta.

“Begitu juga setiap pengelola, pimpinan dan penanggungjawab KTR yang tidak melakukan pengawasan internal, membiarkan orang merokok, tidak menyingkirkan asbak atau sejenisnya dan tidak memasang tanda-tanda dilarang merokok di area KTR dapat diancam pidana kurungan paling lama 15 hari atau denda Rp10 juta. Untuk itu kita harapkan Perda KTR ini dijalankan dengan tegas penerapannya,”paparnya.

Diakhir penuturannya, Ade Taufiq menyatakan bahwa dirinya punya komitmen akan senantiasa menjalin komunikasi dengan masyarakat dan berupaya berjuang menyahuti berbagai persoalan yang dialami masyarakat. “Sebab saya diamanahkan masyarakat menjadi Anggota DPRD Medan, maka saya juga harus tak boleh pernah lupa dan tetap akan kembali ke masyarakat juga,”tuturnya.

Reporter: djamaluddin

Panti Asuhan YPPK di Kawasan Desa Helvetia Kembali Diteror

mimbarumum.co.id – Diduga seorang pengelola perjudian sabung ayam dan sekaligus preman kampung di kawasan Jalan Serbaguna Pasar IV Desa Helvetia Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deli Serdang kembali membuat kegaduhan dengan jiran tetangganya sendiri.

Preman kampung Elisati Zai (55) bersama teman – temannya itu meneror dan melempari Panti Asuhan Yayasan Pelita Pelangi Kasih (YPPK) dengan batu.

“Akibat dari lemparan batu itu, kaca jendela rumah saya pecah dan anak – anak panti ketakutan, ” ucap pemilik Panti Asuhan Yayasan Pelita Pelangi Kasih Yuniman Giawa kepada wartawan di Medan, Minggu (20/4/2025) sore.

Menurutnya, perbuatan preman kampung itu, sudah tidak bisa dimaafkan lagi. Yang mana rumah miliknya sudah rusak. “Proses belajar untuk anak – anak di panti asuhan terganggu. Sebab atap rumah yang dilempar dengan batu jebol, sudah pasti kalau hujan masuk air hingga ke ruang tamu dan menggangu anak – anak belajar, ” terang perempuan ramah ini.

Kata dia, si Zai itu, kalau uda mabuk miras, kerap melempari dan ingin menghancurkan panti asuhan yang ada di Jalan Serbaguna, Gang Merbau Ujung.

“Pengelola judi sabung ayam sekaligus preman kampung itu kerap melempar dan merusak Panti Asuhan Pelita Pelangi Kasih, ” ujarnya.

Sehubungan dengan itu, pengelola panti asuhan tersebut resmi membuat laporan di Polda Sumut, Laporan Polisi Nomor : LP/B/391/III/2025/SPKT/Polda Sumatera Utara, tanggal 18 Maret 2025, pelapor Yuniman Giawa.

Laporan tersebut telah dilimpahkan ke Polrestabes Medan, dengan mempertimbangkan Locus Delicti peristiwa pidana, yang terjadi berada di wilayah hukum Polrestabes Medan dan laporan tersebut telah dikirim melalui Kantor Pos Polda Sumut.

Sebelumnya, Zai yang meneror panti asuhan itu telah dilakukan mediasi dengan Yuniman Giawa di hadapan Babinsa, Bhabinkamtibmas dan pemerintah Desa Helvetia. Namun sikap menebar kebencian kepada Yuniman kembali terjadi.

“Kalau ditangkap Terlapor Elisati Zai ini tidak ada lagi kata perdamaian harus dijebloskan ke penjara saja. Sehingga keadilan yang saya harapkan tercapai, laporan di Polda Sumut yang telah dilimpahkan ke Polrestabes Medan dituntaskan secepatnya, ” tandasnya.

Reporter: Rasyid Hasibuan

Polres Asahan Gerebek Arena Sabung Ayam, Delapan Pria Diamankan

mimbarumum.co.id – Unit Jatanras Satreskrim Polres Asahan menggerebek arena sabung ayam di Dusun III, Desa Punggulan, Kecamatan Air Joman, Kabupaten Asahan, Minggu (20/4/2025) sore. Dalam penggerebekan tersebut, delapan pria diamankan.

Kapolres Asahan AKBP Afdhal Junaidi mengatakan, penggerebekan dilakukan setelah pihaknya menerima laporan masyarakat terkait aktivitas perjudian di lokasi tersebut.

“Personel langsung bergerak ke TKP dan berhasil mengamankan delapan orang yang berada di arena, serta sejumlah barang bukti,” ujar Kapolres.

Adapun yang diamankan masing-masing berinisial DS (28), S (44), TL (63), H (48), D (62), SP (50), SM (46), dan PP (42). Selain itu, polisi juga menyita barang bukti berupa satu set geber (ring) dari karet, sembilan ekor ayam laga, delapan tas ayam (kisak), dan 23 unit sepeda motor berbagai merek.

Dari hasil interogasi, dua orang mengaku melakukan taruhan secara langsung, sementara enam lainnya berada di lokasi sebagai penonton. Mereka juga menyebut bahwa lokasi sabung ayam tersebut milik PP.

Saat penggerebekan, laga sabung ayam tengah berlangsung dengan ayam milik dua orang bernama Angga dan Dodi, dipimpin oleh seorang juri berinisial J (masih dalam pencarian).

“Para pelaku dan barang bukti telah diamankan di Polres Asahan. Kami akan memproses perkara ini sesuai ketentuan hukum. Tidak ada toleransi bagi pelaku perjudian, termasuk jika melibatkan oknum pejabat,” tegas AKBP Afdhal Junaidi.

Kasus ini ditangani dengan jeratan Pasal 303 KUHP tentang Tindak Pidana Perjudian jika terbukti melakukan perbuatan tindak pidana.

Reporter: R/ Jafar Sidik

Diduga Terlibat Penggelapan, PH Yenny Minta Pimpinan Bank Mega dan PT Kejar Diperiksa

mimbarumum.co.id – Penasihat hukum (PH) terdakwa Yenny, Johannes M. Turnip menduga pimpinan PT Bank Mega Regional Sumatera Utara (Sumut) dan pegawai PT Kelola Jasa Artha (PT Kejar) Cabang Medan terlibat dalam kasus penggelapan senilai Rp8,6 miliar.

Hal ini diutarakannya saat diwawancarai awak media di depan Ruang Sidang Cakra III, Pengadilan Negeri (PN) Medan pada Senin (21/4/2025) seusai membacakan nota pembelaan (pleidoi) di hadapan majelis hakim.

“Ada yang namanya teori agregasi dan teori kekuasaan, di mana akibat dari kesalahan surat perjanjian kerja sama dan surat perintah kerja yang tidak dibuat, itu merupakan suatu kesalahan dari koorporasi atau perusahaan. Maka, ada direksi yang bertanggung jawab,” kata Johannes.

Dalam hal ini, pihaknya menganggap pimpinan Bank Mega bertanggung jawab penuh karena tidak adanya dasar hubungan kerja untuk melakukan aktivitas Transaksi Uang Kartal Antar Bank (TUKAB) terhadap PT Kejar.

Lebih lanjut, Johannes pun menyebut pegawai PT Kejar bernama Irvan Rihza Pratama juga harus diproses hukum karena diduga ikut terlibat dalam kasus penggelapan ini.

“Sesuai dengan dakwaan dan setelah pembuktian yang cukup panjang, serta fakta persidangan, maka sudah selayaknya sebenarnya pegawai dari PT Kejar ditetapkan sebagai tersangka karena sudah memenuhi dua alat bukti,” ujarnya.

Ia pun menjelaskan dua alat bukti yang sudah terpenuhi tersebut di antaranya ialah keterangan para saksi di persidangan dan adanya perbantuan dalam melakukan tindak pidana dari pegawai PT Kejar tersebut.

“Tentu kita meminta proses terhadap semua pihak, bukan hanya kepada Bank Mega dan PT Kejar. Jadi, kita pertanyakan juga pengawasan Bank Indonesia terhadap hal ini,” tutur Johannes.

Menurutnya, dalam kasus ini kliennya menjadi tumbal. Sehingga, ia pun berharap majelis hakim PN Medan dapat memberikan putusan yang seadil-adilnya kepada Yenny.

“Tentunya kita berharap kepada majelis hakim untuk bisa memberikan putusan yang seadil-adilnya dalam hal ini seperti pleidoi yang kami sampaikan bahwa kami minta bebas. Karena ini bukan murni kesalahan terdakwa, melainkan kesalahan pimpinan Bank Mega dan PT Kejar,” tuturnya.

Johannes pun mengeklaim dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap kliennya, yaitu Pasal 374 Jo. Pasal 64 KUHP tentang penggelapan dan Pasal 3 maupun 4 Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) tidak terbukti.

“Pada intinya, substansi pleidoi kita tadi berbicara bagaimana surat perjanjian kerja sama dan surat perintah kerja yang dibuat oleh PT Bank Mega Regional Sumut dan PT Kejar Cabang Medan itu tidak berdasarkan hukum atau sudah kadaluarsa. Sehingga, tidak bisa dijadikan sebagai dasar hukum atau dasar dari hubungan kerja antara PT Bank Mega Regional Sumut dan PT Kejar Cabang Medan,” bilangnya.

Diketahui, dalam kasus ini, Yenny dituntut 10 tahun penjara oleh JPU pada Kejaksaan Negeri Belawan. Jaksa menilai Yenny telah memenuhi unsur melakukan penggelapan dalam jabatan dan TPPU sebagaimana dakwaan alternatif kesatu.

Adapun dakwaan alternatif kesatu yang dimaksud tersebut, yakni Pasal 374 KUHP Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP Jo. Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.

Reporter : Jepri Zebua

Sidang Prapid Rahmadi, Kuasa Hukum Kecewa Ahli Pidana Termohon Tidak Konsisten

mimbarumum.co.id – Gugatan permohonan praperadilan yang diajukan Rahmadi terkait sah atau tidaknya penetapan dirinya sebagai tersangka atas dugaan kepemilikan narkoba kembali digelar di Ruang Sidang Cakra IV, Pengadilan Negeri (PN) Medan, Selasa (21/4/2025).

Dalam sidang lanjutan itu, Tim Bidang Hukum (Bidkum) Polda Sumut yang mewakili Diresnarkoba Polda Sumut cq Penyidik Kompol Dedy Kurniawan selaku termohon menghadirkan saksi ahli hukum pidana, Dr. Andi Hakim Lubis dari Universitas Medan Area.

Dalam keterangannya, ahli menjelaskan bahwa sesuai KUHAP, penetapan status tersangka harus didasarkan pada minimal dua alat bukti yang sah. Jika tidak terpenuhi, maka penetapan tersebut dinilai tidak sah.

Namun, pernyataan ini justru menimbulkan perdebatan ketika Suhandri Umar Tarigan selaku kuasa hukum Rahmadi, menyinggung kejanggalan dalam proses penyidikan.

Pihaknya mempertanyakan keabsahan penetapan tersangka terhadap kliennya yang dilakukan yang dilakukan oleh penyidik Ditresnarkoba Polda Sumut.

Dalam persidangan, ketika dimintai pendapat oleh kuasa hukum pemohon, Suhandri Umar Ali Tarigan, ahli Dr. Andi enggan memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan.

Menanggapi itu, Hakim Cipto meminta agar ahli dapat menjawab pertanyaan dari pemohon berdasarkan pengetahuan ahli.

“Begini ya ahli. Jawab saja sesuai kapasitas sebagai ahli,” ujar Hakim Cipto.

“Baik, kalau ini sudah perintah hakim, akan saya jawab,” kata Andi di hadapan kuasa hukum pemohon dan tim Bidang Hukum Polda Sumut selaku termohon.

Dalam keterangannya, ahli menjelaskan bahwa dalam kasus tertangkap tangan, proses penetapan tersangka dapat dilakukan tanpa Surat Perintah Penyidikan (Sprindik).

“Apabila tertangkap tangan, tidak diperlukan surat perintah,” ujar Dr. Andi Hakim Lubis.

Namun, pernyataan ini mendapat tanggapan dari kuasa hukum Rahmadi, Suhandri Umar Tarigan.

Dia menegaskan bahwa adanya Sprindik dalam berkas perkara kliennya, yang menunjukkan bahwa penangkapan Rahmadi bukan merupakan kasus tertangkap tangan.

“Kalau memang tertangkap tangan, kenapa sampai tanggal 6 Maret 2025 baru dilakukan gelar perkara? Seharusnya, jika tertangkap tangan, siapapun boleh melakukan penangkapan tanpa perlu Sprindik,” tegas Suhandri.

Lebih lanjut, Suhandri mengungkapkan bahwa dalam Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) tertanggal 3 Maret 2025, nama Rahmadi sudah disebut sebagai tersangka.

Namun, surat penetapan tersangka baru dikeluarkan pada 6 Maret 2025 setelah dilakukan gelar perkara.

“Jadi klien kami disebut dua kali tersangka, yakni di tanggal 3 Maret dan 6 Maret. Ini menunjukkan adanya ketidak sesuaian prosedur dalam penetapan tersangka?,” tanya dia kepada ahli.

Ditegaskan Suhandri Umar, bahwa SPDP diterbitkan tanggal 3 Maret 2025, penangkapan tanggal 3 Maret 2025, penetapan tersangka juga tanggal 3 Maret.

“Tapi gelar perkara baru dilakukan tanggal 6 Maret 2025. Apa dasarnya? Tanpa dua alat bukti sah, sudah ditetapkan sebagai tersangka dan ditangkap. Ini menyangkut hidup dan kebebasan orang, gak bisa main-main,” tegas Suhandri di ruang sidang.

Namun, saat diminta menjawab secara langsung, ahli tidak memberikan jawaban memadai.

“Saya tidak bisa menjawab. Soal pembuktian biarlah dibuktikan di pokok perkara nanti,” kilahnya.

Ahli juga menyatakan bahwa tidak mungkin ada penetapan tersangka jika gelar perkara belum dilakukan. Padahal dalam kasus ini, Rahmadi telah lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka sebelum gelar perkara digelar.

Setelah mendengarkan keterangan ahli, Hakim Tunggal Cipto Hosari Parsaoran Nababan, menunda persidangan dan dilanjutkan pada Selasa (22/4/202&) dengan agenda kesimpulan dari kedua pihak.

“Sidang dilanjutkan besok dengan agenda kesimpulan,” ucap Hakim Cipto.

Di luar persidangan, Suhandri Umar Tarigan selaku kuasa hukum pemohon, mengaku bahwa persidangan lanjutan praperadilan yang digelar hari ini berlangsung cukup alot.

Hal itu tak lepas dari perdebatan sengit antara pihaknya dan ahli hukum pidana yang dihadirkan termohon, Polda Sumut.

“Memang persidangan hari ini agak sedikit alot, kita sempat bersitegang sedikit dengan ahli itu biasa, apalagi kalau sudah menyangkut pendapat hukum. Ahli tadi menyatakan bahwa jika penangkapan dilakukan dalam kondisi tertangkap tangan, maka Sprindik (Surat Perintah Penyidikan) tidak diperlukan. Tapi yang jadi masalah, dalam berkas perkara justru ada Sprindik-nya. Ini kontradiktif,” ujarnya.

Bahkan, lanjut dia, Kabid Humas Polda Sumut sebelumnya menyampaikan bahwa kliennya, Rahmadi ditangkap dari hasil pengembangan. Hal tersebut berbeda dengan klaim tertangkap tangan yang disampaikan di persidangan.

“Kalau memang ini murni tertangkap tangan, kenapa butuh Sprindik? Dan kalau memang tertangkap tangan, gelar perkara seharusnya tidak perlu dilakukan di tanggal 6. Tapi nyatanya, surat penetapan tersangka baru keluar setelah gelar perkara itu,” tegasnya.

Ia juga mempertanyakan keabsahan SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan) tertanggal 3 Maret 2025, di mana nama Rahmadi sudah dicantumkan sebagai tersangka, padahal penetapan resmi baru muncul tanggal 6 Maret setelah gelar perkara.

“Ini menimbulkan kerancuan. Kalau memang ditetapkan tersangka pada tanggal 3, berarti belum ada dua alat bukti yang sah sebagaimana syarat KUHAP. Ini yang kami tekankan ke ahli, tapi dia tidak bisa menjawab. Bahkan ketika kami tanya, dijawab bahwa hal itu nanti saja dibuktikan di pokok perkara,” sebutnya.

Ia juga menyayangkan ketidakhadiran penyidik yang seharusnya bisa memberikan kejelasan mengenai apakah benar penangkapan dilakukan secara tertangkap tangan, dan di mana barang bukti ditemukan.

“Kami ingin bertanya langsung soal itu, tapi mereka (penyidik) tidak hadir,” bilangnya.

Suhandri menegaskan, meskipun keterangan ahli merupakan bagian dari alat bukti menurut Pasal 184 KUHAP, bukan berarti keterangan tersebut bersifat mutlak, namun hanya sebagai pembanding.

“Keterangan ahli itu bukan kebenaran mutlak. Dia hanya bagian dari lima alat bukti yang sah, selain saksi, surat, petunjuk, dan pengakuan. Tapi sayangnya, ahli yang dihadirkan termohon justru tidak menjawab pertanyaan dasar dari kami. Ini berbeda dengan ahli kami yang menjawab semua pertanyaan dari termohon,” pungkasnya.

Reporter : Jepri Zebua

Polsek Medan Tembung Dinilai Biarkan Pelaku Curat Kawasan Percut Bebas Berkeliaran

mimbarumum.co.id – Meski telah dilaporkan selama empat bulan, Polsek Medan Tembung diduga belum menangkap pelaku pencurian dengan kekerasan (curas) dan terkesan ada pembiaran bebas berkeliaran di wilayah hukumnya.

Ironisnya, sebagai terlapor dalam kasus ini adalah Eko merupakan anak dari seorang oknum Kepala Desa Cinta Rakyat Kecamata Percut Seituan.

Hal itu pun menimbulkan asumsi miring dan pertanyaan di kalangan masyarakat Kota Medan dan Kabupaten Deli Sedang terhadap kasus curat tersebut.

Demikian disampaikan oleh pelapor atau korban, Junaedi yang berprofesi sebagai wartawan media online, Senin (21/4/2025) di Medan.

Sementara itu, sejumlah wartawan merasa kecewa dan memicu kemarahan terkait kinerja pihak kepolisian.
Mereka menilai proses hukum berjalan lamban dan terkesan pilih kasih.

Bahkan, gelombang protes tengah disiapkan oleh para jurnalis sebagai bentuk solidaritas dan desakan agar keadilan ditegakkan.

“Kami akan turun aksi dalam waktu dekat di Polsek Medan Tembung. Kami menuntut keadilan, pelaku harus segera ditangkap!” kata Julfahri Tanjung mewakili.

Ia menyayangkan sikap aparat yang terkesan lambat dan tidak serius dalam menindaklanjuti laporan rekan seprofesinya.

“Sudah empat bulan laporan masuk, tapi pelaku belum juga ditangkap. Ini bukan sekadar laporan biasa, ini menyangkut kebebasan pers yang dilanggar. Ada apa dengan aparat? Apakah karena pelaku anak pejabat desa, hukum jadi tumpul?” lanjutnya.

Dalam dokumen Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) yang diterima pelapor, diketahui bahwa sejumlah saksi telah diperiksa, termasuk Adi Kustiono, SKP, Angga Surya Prayogi, Suganda, dan Ayu Artika Dewi. Namun, beberapa saksi kunci lainnya seperti Yani, Widya, dan Rudini belum memenuhi panggilan penyidik.

Penyelidikan dipimpin oleh Aiptu Rahmat Ritonga bersama Aiptu Henryanto Siahaan, dengan pengawasan dari Kanit Reskrim Iptu Parulian Sitanggang.

Meski sejumlah langkah telah diambil, namun belum adanya pemanggilan resmi terhadap Eko membuat publik bertanya-tanya. Apakah ada perlakuan khusus karena status keluarganya?

Para jurnalis pun tak tinggal diam. Mereka menegaskan akan terus mengawal kasus ini hingga pelaku benar-benar diproses secara hukum.

“Kami tidak akan berhenti sampai keadilan ditegakkan. Hukum tidak boleh tebang pilih!” pungkasnya.

Diketahui, Polsek Medan Tembung telah melayangkan surat pemanggilan anak Kades namun tidak hadir tanpa alasan dan dikabarkan akan dilakukan pemanggilan ulang. Berdasarkan Laporan Polisi Nomor : LP/B/3339/XI/2024/SPKT/POLRESTABES MEDAN/POLDA SUMATERA UTARA, tanggal 23 November 2024 terlapor an. Eko

Reporter: Rasyid Hasibuan

Polrestabes Medan Tangkap Pengedar Sabu di Kawasan Tembung

mimbarumum.co.id – Satnarkoba Polrestabes Medan kembali berhasil mengamankan seorang pengedar narkotika jenis sabu-sabu di Jalan Selamat Ketaren Kecamatan Medan Tembung.

Pengedar atau pelaku adalah laki-laki berinisial HA (28) warga Jalan Selamat Ketaren Gang Melinjo Kecamatan Medan Tembung.

Keberhasilan itu pun disampaikan oleh Kasatnarkoba, AKBP Tomy Aruan SIK, kepada wartawan pada Senin (21/4/2025).

Dijelaskannya, penangkapan pengedar sabu itu berawal dari peronel mendapatkan informasi adanya peredaran narkotika jenis sabu di wilayah hukum Polrestabes Medan tepatnya di Jalan Selamat Ketaren Gang Melinjo Kecamatan Medan Tembung.

“Atas informasi tersebut, lalu petugas kita langsung melakukan penyelidikan. Selanjutnya personel melakukan penyamaran sebagai pembeli (undercover boy),” kata AKBP Tomy.

Ditambahkannya, pada hari Selasa (15/4/2025) sekira pukul 16.00 WIB, saat petugas menjadi under cover di TKP, pelaku HA menghampiri sebagai penjual atau pengedar narkotika jenis sabu. Kemudian pelaku HA menyerahkan satu klip plastik berisi sabu menggunakan tangan sebelah kanannya, seketika langsung Tim mengenalkan diri sebagai polisi dan melakukan penangkapan. Dan dari tangan pelaku sebelah kanan ditemukan satu plastik klip berisi sabu seberat 1,02 gram, serta uang tunai sebesar Rp. 208.000 (dua ratus delapan ribu rupiah).

“Hasil dari interogasi, pelaku mengakui barang bukti sabu yang ditemukan bahwa miliknya untuk dijual kepada orang lain, dan didapatnya dari seorang laki-laki inisial L, sedangkan uang tunai tersebut merupakan dari hasil penjualan sabu.
Terhadap pelaku dipersangkakan melanggar Pasal 114 ayat 1 Subs Pasal 112 ayat 1 UU No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika dengan ancaman hukuman minimal 4 tahun dan maksimal 12 tahun penjara,” pungkasnya.

Reporter: Rasyid Hasibuan

Polres Samosir Dinilai Lambat Proses Laporan Polisi Terkait Sebidang Tanah di Desa Huta Namora Pangururan

mimbarumum.co.id – Personel Polres Samosir dinilai lambat memproses pengaduan masyarakat (Dumas) dan terkait keabsahan kepemilikan sebidang tanah di Desa Huta Namora Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir Provinsi Sumatera Utara.

Padahal rujukan surat dumas tersebut sudah bertahun-tahun, yakni Nomor, B/6061/ RES.7.5/2023/Ditreskrimum Polda Sumatera Utara, an. Dr Tunggul Sihombing, MA.

Selain itu, pelapor Dr Tunggul Sihombing MA juga membuat Laporan Polisi Nomor, LP/B/279/XI/2024/SPKT/Polres Samosir/Polda Sumatera Utara, tanggal 15 November 2024.

Demikian disampaikan oleh pelapor, Dr Tunggul Sihombing MA kepada wartawan pada Sabtu (19/4/2025) di Medan.

Ia mengatakan kronologis pengaduan laporan polisi di Polres Samosir, pelapor yang merupakan ahli waris pemilik lahan yang dijadikan Gelanggang Olah Raga (GOR) oleh Pemerintah Kabupaten Samosir, Dr. Tunggul Sihombing, M.A menuntut Pemerintah Kabupaten Samosir segera menyelesaikan persoalan lahan milik ahli waris Opung Tatang Sihombing.

“Kronologis tentang tanah yang dijadikan GOR oleh Pemkab Samosir itu, sebenarnya sudah saya peroleh dari Pengadilan Negeri Balige pada saat itu, Pulau Samosir itu bagian dari Pemerintah Daerah Kabupaten Tobasa. Nah, setelah itu ada, kami keturunan dari Opung Tatang Sihombing sepakat untuk melakukan doa di situ pada bulan Juni 2022. Setelah doa itu, besok paginya kami jalan-jalan sekitar lahan warisan Opung Tatang itu kemudian saya melihat ada pengerukan tanah,” paparnya.

“Kemudian setelah saya kembali ke rumah, maka kami berembuk siapa yang mengeruk lahan itu. Dari situ lah awalnya. Rupanya disitu jugalah abangda saya yang sudah meninggal itu. Yang katanya, katanya, menghibahkan tanah itu kepada bupati pada saat itu. Maka kami spontan membuat gugatan, kami tidak mau dilakukan dan katanya sudah dihibahkan, tapi kami semua keluarga tidak ada yang tahu,”lanjutnya.

Maka, Tunggu Sihombing dan keluarga langsung membuat gugatan ke Bupati Kabupaten Samosir dan diterima setelah diproses setelah 4 minggu.

“Kami dipanggil dalam pertemuan yang istilahnya dengar pendapat dengan pejabat bagian aset Kabupaten Samosir. Di surat itu kami tujukan kepada Bupati Samosir. Maka kami pada suatu waktu yang sudah ditentukan hadir saat itu. Justru pada saat itu semakin jelas konflik yang terjadi antara kami berkeluarga. Jadi pihak Kabupaten Samosir mengatakan akan diadakan pertemuan lagi. Tapi sampai saat ini tidak ada pertemuan itu,” ucapnya.

Dijelaskan Tunggul, pada tahun 2022 itu, menggugat secara resmi kepada polisi Kabupaten Samosir dengan cara melaporkan dan membawa surat-surat dan bersama pengacara, namun hingga saat ini tidak ada jelas.

“Sampai pelatakan batu pertama, pembangunan, hingga peresmian saya tidak pernah halang-halangi pembangunan itu. Tapi tanah itu tanah kami. Maka asal ada yang bertanya, ya kita tidak mempersoalkan bangunannya tapi lahannya. Kalau itu hibah ya harus hibah dan tanda tangan kami semua, ahli waris dari opung tatang dan hingga saat ini tidak jelas. Maka kami proses melalui pihak yang berwenang, sampai saat ini tidak ada kami terima langkah dari BPN Kabupaten Samosir. Dan ya abangda saya yang menghibahkan itu sudah meninggal, maka saya ganti lagi, saya gugat adalah kepala desa hutanamora yaitu Hicus Malau. Itulah yang tergugat sekarang. Kemudian saksi-saksinya ya dipanggil semua,” katanya.

“Dan surat resmi pihak Polres Samosir kepada saya itu minggu depan sudah gelar perkara. Semoga pihak kepolisian dapat menyelesaikan ini secara benar, tanah dikembalikan kepada kami dan dikembalika uang negara dikembalikan kepada pusat yang 9,8 sekian miliar. Saya udah selidiki ini semua, mulai dari saudara Ismail Sinaga kemudian dari inspektur Kabupaten Samosir yang sekarang sekda dan sampai kepada yang lain-lain,” imbuhnya.

Ia juga mengatakan bahwa sudah bertemu secara tidak langsung dengan saudara Pandigo Gultom sebagai bupati/kepala daerah, dan tidak bisa juga diselesaikannya.

“Yang katanya GOR Samosir ini sebagai ikon. Ikon apa? Kalau laporan kepada pemerintah pusat bahwa tidak ada sengketa. Sekarang kami lah ahli waris dari opung tatang sihombing. Kalau ini menjadi ikon Samosir, ya diproseslah sebagaimana dalam proses hibah. Kalau saya menduga ini dijual oleh abang saya kepada Bupati, saudara Mangindar Simbolon. Kalau saya lihat dalam proses surat menyurat ada kop camat, dinas pendidikan, dinas pemuda dan olah raga, ada tanda tangan dari saudara Mangindar Simbolon sebagai Bupati pada saat ini ada stempel Bupati Pemerintah Kabupaten Samosir. Jadi gimana lagi persoalannya. Ini sudah clear kalau memang Pemerintah Kabupaten Samosir itu menjadi good local government. Kalau seperti ini ya berarti menyengsarakan warganya, tidak menyelesaikan persoalan,” ujarnya.

Ia pun mengaku sampai saat ini masih menunggu itikad baik dari Pemerintah Kabupaten Samosir.

“Saya menunggu hingga saat ini. Saya ahli waris opung tatang yang pertama, saya sendiri tidak berani menghibahkan tanah itu. Yaudah ini diselesaikan aja secara SOPnya. Itu aja sebenarnya. Itu tanah kami. Tapi gedung itu, ya saya tidak merasa memiliki gedung itu. Diselesaikan secara baik-baik. Jangan seperti 2022 lalu, Kabupaten Samosir bicaranya sok-sok hebat, sok-sok bersih, bahwa lahan itu adalah milik Pemerintah Kabupaten Samosir. Maka bisa gak diselesaikan Bupati yang sekarang ini,” tutupnya.

Sementara itu, Kapoldasu melalui Kabid Humas, Kombes Pol Ferry dikonfirmasi wartawan via Whatsaap di nomor 0877255519xx terkait proses lanjutan surat dumas dan LP si pelapor, Dr Tunggul Sihombing, MA, yang sudah bertahun-tahun dan kepastian hukum serta belum adanya penetapan tersangka mengatakan mengecek.

“Coba saya cek dulu ya,” kata Kombes Ferry.

Reporter: Rasyid Hasibuan

Dugaan Penyalahgunaan Anggaran Sosper dan Reses, LIPPSU Laporkan Oknum Anggota Dewan ke Kejari Medan

0

mimbarumum.co.id – Lembaga Independen Pemerhati Pembangunan Sumatera Utara (LIPPSU) melaporkan oknum Anggota DPRD Medan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Medan terkait dugaan penyalahgunaan anggaran Sosialisasi Perda (Sosper) dan Reses.

Laporan pengaduan tersebut diserahkan langsung Direktur LIPPSU Azhari AM Sinik yang didampingi Sekretarisnya, Mustafa, Senin (21/4/2025).

Kepada awak media, Azhari AM Sinik menuturkan, pihaknya telah menerima informasi tentang penyelenggaraan kegiatan sosper dan reses yang bersumber dari APBD Kota Medan TA 2024-2025, yang telah menyalahi regulasi.

“Berdasarkan data investigasi dan temuan yang diperoleh terhadap salah seorang Anggota DPRD Medan, terindikasi dan diduga melakukan pemenggalan dan manipulasi anggaran belanja atas tugas pokoknya dalam kegiatan Reses dan Sosperda yang diselenggarakan dengan biaya anggaran belanja bersumber dari APBD Kota Medan Tahun Anggatan 2024-2025,” ungkap Azhari Sinik.

Untuk itu ia berharap kepada Kejari Medan segera menindaklanjuti laporan pengaduan tersebut.

Dugaan Pembegalan Anggaran

“Kita menduga ada pembegalan belanja anggaran Sosperda yang dilaksanakan Anggota DPRD Kota Medan Roma Uli Silalahi. Karena dalam aturan DPRD, satu Sosperda diasumsikan menggunakan anggaran sekitar Rp120 juta per bulan dengan 2 kali kegiatan, yang ditampung dalam APBD Kota Medan 2025. Sementara, kegiatan ini diadakan beberapa kali di lokasi yang sama dan dengan jumlah peserta yang minim,” ujar Azhari Sinik, Kamis (3/4/2025).

Ia juga menyoroti ketidaksesuaian prosedur Sosperda dengan regulasi yang digelar Anggota DPRD dari Fraksi PKB tersebut.

“Seharusnya, dalam satu kegiatan minimal dihadiri 500 orang, bukan hanya 100 atau 150 peserta. Selain itu, tidak boleh ada pembagian uang atau beras dalam Sosperda. Jika ini terjadi, berarti ada dugaan pelanggaran gratifikasi kepada masyarakat yang harus diusut oleh aparat penegak hukum,” tegasnya.

Ia juga menyinggung mekanisme pelaporan peserta yang mencakup daftar hadir, konsumsi, hingga honor narasumber dan akomodasi lainnya.

“Dalam aturan keuangan daerah, biaya konsumsi satu peserta Rp45 ribu per paket, sementara narasumber mendapat honor Rp750 ribu, tambah lagi biaya akomodasi, peralatan acara. Jika pesertanya hanya sedikit, ke mana sisa anggaran ini? Apalagi jika narasumber tidak dihadrkan,” tandasnya, seraya menyebutkan, kondisi ini juga diduga terjadi pada anggota dewan lainnya.

Reporter: Jafar Sidik