Bupati Langkat Tegaskan Kesepahaman Jadi Kunci Percepatan Legalitas Koperasi Merah Putih
Kombes Gidion Dampingi Kapolda Sumut di Groundbreaking Ketahanan Pangan
mimbarumum.co.id – Kapolrestabes Medan, Kombes Pol. Gidion Arif Setyawan turut hadir mendampingi Kapolda Sumut Irjen Pol Whisnu Hermawan Februanto dalam acara Groundbreaking Ketahanan Pangan Polri di Flamboyan, Medan Tuntungan, Kamis (5/6/2025).
Whisnu yang datang pada pukul 10.10 WIB disambut para Pejabat Utama Polda Sumatera Utara, Dandim 0201/Medan Kolonel Inf. M. Radhi Rusin, Kapolrestabes Medan Kombes Gidion dan pejabat pemerintah daerah Kota Medan.
Kehadiran Whisnu guna mengikuti Peletakan Batu Pertama (Groundbreaking) dan Penyerahan Bantuan Alat dan Mesin Pertanian (Alsintan) yang dipimpin oleh Presiden RI Prabowo Subianto & Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo, secara virtual langsung dari Sanggau Ledo, Kalimantan Barat.
Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo menegaskan bahwa Polri terus berperan aktif mendukung program ketahanan pangan nasional.
“Kehadiran kami di Kalimantan Barat merupakan wujud komitmen Polri untuk mendukung program strategis nasional, khususnya dalam sektor pertanian. Sinergi antara aparat, pemerintah daerah, dan masyarakat menjadi elemen penting untuk mencapai keberhasilan bersama,” ujarnya.
Sementara itu, Irjen Pol Whisnu Hermawan mengatakan komitmennya untuk mendukung program Asta Cita ketahanan pangan dengan mendirikan gudang penyimpanan jagung hasil panen petani.
“Inilah wuiud komitmen kami (Polri) demi mendukung ketahanan pangan,” kata Whisnu.
Ia optimis program ketahanan pangan di Sumatera Utara dapat terlaksana dan terwujud.
“Kami optimis program ini dapat terwujud, sehingga kebutuhan pangan dapat terpenuhi,” pungkasnya.
Reporter: Rasyid Hasibuan/R
Anggota DPRD Medan Sri Rezeki Protes Anggaran UKM Perindag Dipotong
mimbarumum.co.id – Anggota DPRD Medan Hj Sri Rezeki menyayangkan adanya pemotongan anggaran untuk Dinas Koperasi UKM, Perindustrian dan Perdagangan Kota Medan hingga 41 persen yang berdampak kepada pelaku UMKM.
Dia menilai efisiensi anggaran yang merupakan kebijakan pemerintah tidak seharusnya menghapus kegiatan yang berhubungan dengan ‘rakyat kecil’.
“Apalagi anggaran yang dikurangi di Diskop UKM Perindag mencapai 41 persen dan terdampak pada pelaku UMKM, seperti pemberdayaan dan pelatihan,” kata Hj Sri Rezeki, Rabu (4/6/2025).
Politisi PKS ini mendorong agar anggaran untuk pelatihan dan pemberdayaan UMKM ditambah. Karena UMKM merupakan ujung tombak perekonomian.
“Di masa pandemi covid 19, UMKM yang menyelamatkan perekonomian sehingga masyarakat bisa bertahan. Karena itu, saya berharap anggaran UMKM jangan dipotong. Para pelaku usaha perlu pembinaan, dan tugas kita membantu mereka agar berkembang,” kata Anggota Komisi III ini.
Harapan ini telah disampaikan Hj Sri Rezeki dalam rapat evaluasi triwulan I Tahun Anggaran 2025 Komisi III DPRD Medan bersama Diskop UKM Perindag yang dihadiri Kadis Benny Nasution, Selasa (3/6/2025).
Dia menambahkan, untuk pengembangan UMKM membutuhkan dana yang tidak sedikit. Karena jumlah UMKM di Kota Medan mencapai ratusan ribu.
“Kita harus meningkatkan mindset para pelaku UMKM dan itu butuh dana. Kami pernah mendampingi UMKM. Dari mindset kami tegakkan sampai kepada pelatihan digital, marketingnya seperti apa, lalu kita juga memberi tempat. Itu semua butuh dana. Kalau dana ini dipotong, saya rasa apalagi yang bisa kita kerjakan,” ujarnya.
Karena itu, lanjutnya, dia mengharapkan adanya kerjasama dengan pihak perusahaan dengan menggunakan dana Cooporate Social Responsibility (CSR) untuk membantu pengembangan UMKM.
“Saya sangat menyayangkan jika kegiatan ini dihilangkan. Ini tugas kita sebagai anggota dewan, khususnya di Komisi III untuk mengawasi anggaran dan kita mendorong agar anggaran untuk pemberdayaan UMKM tetap ada,” tegasnya.
Reporter: Jafar Sidik
Kurban Bergeser dari Esensi ke Formalitas? Refleksi Iduladha dan Keadilan Sosial
Setiap Iduladha tiba, suasana euforia menyelimuti banyak penjuru negeri. Masjid-masjid dipenuhi kegiatan penyembelihan hewan kurban. Relawan sibuk membagikan daging ke warga, sementara media sosial dan berita online penuh dokumentasi kegiatan bertajuk “berbagi”.
Namun, di balik semarak ritual Iduladha ini, pertanyaan mendasar mencuat, sudahkah kurban yang kita lakukan benar-benar menyentuh makna terdalamnya, atau justru berubah menjadi ritual tahunan yang kehilangan ruh keadilan sosial?
Makna Kurban
Kurban dalam ajaran Islam bukan semata soal menyembelih sapi atau kambing. Lebih dari itu, ia adalah simbol pengorbanan spiritual, ketundukan kepada Allah SWT, dan bentuk solidaritas sosial terhadap sesama, terutama mereka yang hidup dalam kondisi kekurangan.
Namun kini, fungsi kurban perlahan bergeser. Esensi kurban berubah menjadi formalitas. Pengorbanan menjelma ajang pencitraan. Semangat berbagi diredusir menjadi distribusi satu-dua kantong plastik daging, seolah masalah kemiskinan cukup ditambal dalam satu hari.
Distribusi daging kurban sering kali tidak tepat sasaran. Bahkan orang yang tergolong mampu pun tak jarang ikut menerima jatah. Sementara mereka yang benar-benar membutuhkan, justru kerap terlewatkan.
Jika pun daging itu sampai ke tangan orang miskin, maka wajah-wajah penerima bantuan itu nyaris tak berubah dari tahun ke tahun. Mereka tetap mengantre, menerima daging, lalu kembali ke siklus kemiskinan yang sama, tanpa perubahan berarti.
Padahal, kurban seharusnya menjadi pemantik perubahan sosial. Bagaimana agar masyarakat yang selama ini hanya sebagai penerima, suatu hari bisa menjadi bagian dari sistem yang berdaya, bahkan menjadi shohibul qurban.
Tanpa Keberlanjutan
Jika dicermati, semangat kepedulian kita ternyata hanya meledak di bulan Zulhijjah saja. Setelah itu, perhatian pada kaum lemah kembali meredup.
Kondisi ini, jika kita jujur, telah mengerdilkan makna kurban menjadi sekadar ritual seremonial yang temporer. Padahal, nilai kurban adalah tentang keberlanjutan pengorbanan diri, waktu, harta, dan kenyamanan demi kemaslahatan orang lain. Bukan hanya sekali dalam setahun tetapi sepanjang tahun.
Saatnya kita berpikir ulang. Bisakah kurban dikembangkan menjadi instrumen sosial yang lebih berdampak.
Iduladha semestinya menjadi momen perenungan spiritual dan sosial. Kurban bukan hanya tentang sapi dan kambing, melainkan tentang keberpihakan.
Bila kurban kita belum mampu mengangkat derajat kaum miskin, barangkali yang perlu dikorbankan bukan hanya hewan, tapi juga ego, pola pikir konsumtif, dan sistem distribusi yang tidak adil.
Semoga esensi pengorbanan Nabi Ibrahim AS yang penuh keikhlasan dan ketundukan total pada Tuhan menjadi inspirasi untuk melawan egoisme sosial dan sistem ekonomi kapitalis yang timpang. Sekaligus momentum menyatukan hati di tengah luka masyarakat akibat ketimpangan, korupsi, dan kemiskinan yang kian menganga.