Pagi Medan!
Barusan awak baca berita mengejotkan. Ternyata, Pemerintah Kota (Pemko) Medan memiliki ribuan persil Hak Penggunaan Lahan (HPL) yang disewakan kepada pihak ketiga.
Dimana kejotnya? Kan biasa dan boleh dan ada aturannya pula. Nah yang buat awak tekejot itu, dalam pasal harga sewa lahan, yang diungkap Bahrumsyah seorang wakil rakyat kota ini. Sewanya dihargai setara sebatang rokok sehari.
Kata wakel rakyat tu, harga sewa hanya Rp 6 juta untuk 5 tahun. Kalau dihitong, Rp 6 juta dibagi, hanya Rp 3.300 per hari, kalo awak bandingkan sama rokok yg sudah lama awak tinggalkan, harga itu masih lebeh murah laaa.
Padahal sewa itu ditarik menjadi pemasukan bagi Pemko Medan sebagai Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang murni dan tidak memberatkan masyarakat kota seperti retribusi2 yang juga bisa tak tepat sasaran. Ini kata abang awak Ferry Sitepu, tidak adil dan tidak berkeadilan, bahkan tidak manusiawi
Abang awak, yang digadang-gadang masyarakat adat Bali pada presiden untuk bisa jadi pengurus masalah agraria negeri ini mengatakan, Walikota Medan seharusnya cerdas dalam hal HPL ini dan tidak mengangkanginya untuk kepentingan segelintir pihak saja. Itu sama saja mengangkangi konstitusi, tepatnya pasal 33 UUD1945. Bahkan untuk masalah aset, abang awak tu bilang, pemerintah kota harus transparan dan mengumumkannya secara detail, karena itu bukan rahasia negara dan sifatnya publik.
Kalo pengelola kota menutupi informasi tentang aset, masyarakat harus meminta bantuan Komisi Informasi Publik (KIP).
HPL perlu dipahami pemegang haknya, itu bukan merupakan hak atas tanah sebagaimana Hak Milik (HM), Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB), dan Hak Pakai (HP) yang diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UU PA). HPL adalah sebagian dari tanah negara yang kewenangan pelaksanaan Hak Menguasai Negara (HMN) yang dilimpahkan kepada pemegang HPL
HPL, seperti awak tekusuri dari cyberspace berkonten hukum, tidak dapat dialihkan dan tidak dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani Hak Tanggungan (HT).
Namun, di atas HPL ini dapat diberikan hak atas tanah HGB/HP dengan SPPT (Surat Perjanjian Penggunaan Tanah-red). HGB/HP di atas HPL ini, tapi dapat dialihkan kepemilikannya dan dibebani dengan HT atas persetujuan pemegang HPL.
HPL berdasarkan Pasal 67 Permenag No. 9/1999, dapat diberikan kepada pihak-pihak sebagai berikut: a. instansi pemerintah termasuk Pemerintah Daerah; b. Badan Usaha Milik Negara; c. Badan Usaha Milik Daerah; d. PT. Persero; e. Badan Otorita; f. badan-badan hukum Pemerintah lainnya yang ditunjuk Pemerintah.
Terjadinya HPL karena 2 (dua) hal, yaitu: Konversi hak penguasaan sebagaimana dimaksud dalam Permenag No.9/1965. Pemberian hak atas tanah berasal dari tanah negara yang diberikan melalui permohonan, sebagaimana diatur dalam Permenag No.9/1999.
Lebeh lanjut Pasal 6 Permenag No. 9/1965 menjelaskan HPL memberikan wewenang kepada pemegangnya untuk: a. merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah tersebut; b. menggunakan tanah tersebut untuk keperluan pelaksanaan tugasnya; c. menyerahkan bagian-bagian dari tanah tersebut kepada pihak ketiga dengan hak pakai yang berjangka waktu 6 (enam) tahun; d. menerima uang pemasukan/ganti rugi dan/atau uang wajib tahunan.
Hehehe melihat harganya di Medan, syoor dan pengen awak mendapatkan HPL, melihat aturannya tak mungkeen awak sebagai pribadi mendapatkannya. Awak pon penasaran laaaa, kalo klen acem? Awak setuju pendapat abang awak yang pakar hukum tadi, HPL harus transparan, cocok klen rasa?