Kita Senang Orang Marah

0
607

Oleh Rizanul Arifin
Ahad kemaren, memanfaatkan waktu senggang, awak janjalan sekelak bawa cucu ke tengah kota. Senang kaleee hatinya kutengok, awak pon senang. Ternyata untuk membuat cucu tu senang tak pala mahal dan sulit.

Tapi kebahagian kami janjalan kemaren itu sempat rusak. Perkaranya sepele-sepele cemanaaaa gitu. Tetiba, waktu belok sebuah jalan, kami terjebak macet. Padahal itu jalan besar, keknya termasuk jalan utama kota laaa. Di sebagian ruasnya, waktu melewatinya, awak tengok sebuah tenda besar berdiri dengan sombongnya dan menutupi seluruh badan jalan.

Wow pesta taunya, sebuah kebahagiaan atau kesenangan berlangsung di tengah jalan raya. Sebaliknya sumpah serapah melimpah baik langsung atau sekadar dalam hati saja. Senang di awak marah di orang.

Memang iya laaaaa masyarakat kita masih sangat guyub, apalagi dari zaman nenek moyang kita dahulu pesta memang lazim di buat di rumah-rumah dan mempergunakan halaman untuk memasang tenda. Jarak rumah berdekatan, sehingga laluan kampong ikot dimanfaatkan.

Tapi kala itu perkampongan kita juga masih berdekatan dan bisa diakses berjalan kaki dan tak perlu lahan parkir dan sebagainya, sehingga sebesar apa pon pesta dan seluas apa pon lokasi pesta, tak laaa ada yang sampek merepet dan ngutok-ngutok karena merasa haknya terganggu.

Kini, seiring pertumbuhan, kampong-kampong dah terhubungkan dengan baek dan terhimpun menjadi sebuah kota, keknya ada yang bisa merasa haknya terrenggot kebahagian kita, saat kita terpaksa merebot hak laluannya.

Cak laaa klen bayangkan, saat ada orang yang keburu-buru, gak macam awak yang sante-sante aja, teporogok pesta, harus musang-musing dan tak tau pula jalur keluar dari sana, apa gak merepet dia. Bahkan betapa bahayanya saat yang terperogok tu ambulan yang bawa orang saket dan tengah berebot detik per detik dengan maut. Ah awak tak tebayang laaa dosanya.

Maunya kan, macam zaman-zaman old dulu, setiap kampong ada ruangan bersama yang bisa dipakai masyarakatnya untuk berbagai kepentingan, termasuk pesta tu laaa, itu #LebihManusiawi.

Bagi orang berkemampuan lebih, tentu hal ini tidak menjadi masalah. Mereka bisa menyewa gedung ataupun hotel untuk melangsungkan pesta atau hasrat bergembiranya. Berapapun biayanya bisa dikeluarkannya.

Namun, itu bisa menjadi sangat bermasalah bagi orang kecil dan kurang kemampuan finansial. Mereka tidak punya cukup biaya untuk menyewa gedung. Sehingga jalan umum yang berada pas di di depan rumahnya terkadang menjadi alternatif untuk sekadar bisa jadi tempat duduk dan menjamu tamu undangannya.

Hal ini laa yang seperti awak tengok kemaren tu, bisa membawa kemudaratan bagi masyarakat umum. Mereka tidak bisa melewati jalan tersebut seperti hari biasanya. Padahal banyak literatur yang menyebutkan, bahwa jalan umum tidak boleh digunakan untuk kepentingan pribadi atau apapun yang bisa menganggu ketenangan orang lain.

Awak ambel satu contoh saja laaa ya, maklum masih belajar awak melihat hidup dan kehidupan ni jangan laa pulak awak sampek dibully yoo karena ini.

Hadits berikut ini juga keknya sudah tidak asing lagi buat kita, yaitu Rasulullah SAW melarang kita duduk-duduk di jalan, kecuali bila kita memberikan hak-hak kepada para pengguna jalan. Itu hanya perkara duduk, apalagi sampe menutupi jalan ya?
Dari Abu Said Al-Khudri radhiallahuanhu bahwa Nabi SAW bersabda:

إِيَّاكُمْ وَالْجُلُوسَ فِي الطُّرُقَاتِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا لَنَا بُدٌّ مِنْ مَجَالِسِنَا نَتَحَدَّثُ فِيهَا قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِذَا أَبَيْتُمْ إِلَّا الْمَجْلِسَ فَأَعْطُوا الطَّرِيقَ حَقَّهُ قَالُوا وَمَا حَقُّهُ قَالَ غَضُّ الْبَصَرِ وَكَفُّ الْأَذَى وَرَدُّ السَّلَامِ وَالْأَمْرُ بِالْمَعْرُوفِ وَالنَّهْيُ عَنْ الْمُنْكَرِ

“Hindarilah duduk-duduk di pinggir jalan!” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah bagaimana kalau kami butuh untuk duduk-duduk di situ memperbincangkan hal yang memang perlu?’ Rasulullah SAW menjawab, “Jika memang perlu kalian duduk-duduk di situ, maka berikanlah hak jalanan.” Mereka bertanya, “Apa haknya?” Beliau menjawab, “Tundukkan pandangan, tidak mengganggu, menjawab salam (orang lewat), menganjurkan kebaikan, dan mencegah yang mungkar.” (HR. Muslim)

Nengok kenyataan yang masih ada, awak rasa, setidaknya pengelola kampong besar awak ni hadir dalam kehidopan rakyatnya dan memikirkan jalan keluar yang terbaik dan bijak. Awak sempat agak heran laaa, apa di kampong besar awak ni tak ada Peraturan Daerah (Perda) untok hal-hal macam ni?

Atau mungkin, kalau memang tak ada Perda, bisa laaa dirancang bersama wakil-wakil kami untuk bisa dijalankan dan masyarakatnya pon harus mau laaa menjalankannya.

Kalok sudah ada, jangan laaa sampai peraturan tinggal peraturan tertulis tanpa arti dan kesan. Cocok klen rasa?

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini