Beranda blog Halaman 2570

Polisi Dibacok Gembong Narkoba Hingga Tewas

0

Aceh, Mimbar – Brigadir Faisal akhirnya meregang nyawa saat menjalankan tugasnya menangkap gembong narkoba di Pantai Bantayan, Kabupaten Aceh Utara, Aceh pada Minggu (26/8/2018). Seorang rekan kerjanya, Bripka Irwansyah, beruntung selamat dari pengeroyokan dan pembacokan yang dilakukan komplotan itu.

Peristiwa duka yang menimpa korps kepolisian resort (Polres) Aceh Utara itu bermula ketika petugas mendapatkan informasi adanya sekelompok orang bersenjata hendak menyelundupkan narkoba jenis sabu menggunakan kapal nelayan.

Lalu korban bersama rekannya Bripka Irwansyah ditugaskan untuk melakukan pemantauan informasi tersebut.Sekira pukul 01.00 WIB ternyata benar ada kepal nelayan bersandar di Pantai Bantayan tersebut.

Mendapatkan ada kapal nelayan yang bersandar, kedua anggota polisi ini pun berangkat untuk memastikannya.

Sebelum sampai ke lokasi, ternyata ada kelompok yang diduga rekan penyelundup sabu menghadang kedua anggota polisi yang sedang bertugas ini. Saat itulah sekelompok orang itu menyerang kedua anggota polisi ini, hingga Brigadir Faisal tewas di tempat setelah mengalami luka tusuk di mata, perut dan bahu.

“Kita dapat info awal, kelompok yang membunuh anggota kita itu, sedang menyeludupkan sabu, lalu hendak dilakukan penyergapan dan langsung ditikam oleh mereka, hingga nyawanya melayang,” kata Kabid Humas Polda Aceh, Misbahul Munauwar, Minggu (26/8).

“Menurut keterangan dokter ia ditikam di mata, di bahu dan perut,” sebutnya.

Perwira kepolisian itu menyebutkan, lokasi Pantai Bantayan yang hendak dituju petugas, persisinya lokasi tempat pelelangan Ikan (TPI) itu diduga sering menjadi lokasi penyelundupan barang haram. Beberapa kali petugas mendapati kegiatan penyelundupan bawang merah hingga sabu.

Untuk melakukan pengejaran kelompok yang menyerang dua anggota polisi ini. Personel Polres Aceh Utara sudah menurunkan tim penuh. “Pelakunya banyak, kita tak tahu jumlahnya, mereka jelas bawa sabu, kita sedang lakukan pengejaran,” ujarnya.

Saat ini korban sudah dibawa pulang ke Meureudu, Kabupaten Pidie untuk dikebumikan di kampung halamannya. Kabid Humas Polda Aceh meminta doa dari masyarakat agar pelaku bisa cepat ditangkap.(jl/mc/okz)

Angin Kencang, Nelayan Sabang Tak Melaut

0

Sabang, Mimbar – Dua hari terakhir, kawasan Kota Sabang, Propinsi Aceh kembali dilanda angin kencang. Akibatnya masyarakat nelayan tidak dapat melakukan aktivitas di laut. harga ikan dipasaran pun melonjak naik.

Tito (48), warga Gampong (desa) Kuta Barat kecamatan Sukakarya, yang berprofesi selaku nelayan Jumat (24/08/18) kepada medis ini mengatakan, akibat angin kencang yang terus-menerus dalam dua hari terakhir, kami nelayan terpaksa berdiam diri di rumah.

Pasalnya, kecepatan angin yang begitu cepat dan gelombang laut meninggi tentunya, tidak ada nelayan yang berani melaut. Karena, laut Sabang sendiuri merupakan lautan bebas yang masuk dalam samudera hindia, dikenal ganas dan sangat berbahaya.

“Sejak dua hari terakhir ini kecepatan angin begitu cepat dan gelombang laut yang tinggi, sehingga tidak ada nelayan yang berani turun kelaut. Apalagi, laut kawasan Sabang merupakan lautan bebas yang masuk dalam samudera hindia, dikenal ganas dan berbahaya”., kata Tito.

Sementara itu Imran (67), selaku agen (toke bangku) ikan dari nelayan menjelaskan sejak angin kencang menerpa kawasan Sabang, dalam dua hari terkahir membuat ikan dari nelayan tidak seperti biasanya.

Dimana, sebelumnya pada setiap pagi dan sore hari nelayan mendaratkan ikan di Tempat Pendaratan Ikan (TPI).Tetapi dalm dua hari ini tidak ada nelayan yang mendaratkan ikan di TPI, dikarenkan mereka tidak melaut akibat angin kencang melanda kawasan Sabang. Kalau pun ada ikan yang dijual nelayan itu dari hasil pancing di pinggir pantai, maka untuk kebutuhan masyarakat sehari-hari tidak mencukupi.

Apalagi sekarang ini masih dalam suasana idul adha banyak pendatang yang berlibur di Sabang, tentunya pengusaha rumah makan membutuhkan ikan yang lebih dari hari biasanya. Pun demikian, pihak rumah makan masih bisa mengantisipasi dengan caranya sendiri seperti ayam buras dan telurnya., kata Imran.

Sementara pihak Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Sabang, setiap hari menyampaikan kondisi cuaca dan gelombang laut di seputar laut Aceh dan Sabang. Bahkan BMKG selalu mengingatkan masyarakat untuk waspada dengan kondisi cuaca yang berubah-rubah.(jl).

Banjir Landa Aceh Barat

0

Meulaboh, (Mimbar) – Banjir terjadi di beberapa titik wilayah Kabupaten Aceh Barat, Provinsi Aceh akibat guyuran hujan yang terus terjadi beberapa hari terakhir.

Kapolres Aceh Barat AKBP Bobby Aria Prakarsa, melaui Kabag Ops Kompol Aditya, di Meulaboh, Kamis, mengatakan, personel kepolisian juga dikerahkan memantau dampak dari bencana alam dalam suasana lebaran Idul Adha 1439/ 2018 di daerah setempat.

“Pada pukul 15.45 WIB Kapolsek Samatiga bersama personil melaksanakan patroli dialogis di kampung/desa yang rawan banjir, mengingat beberapa hari kebelakang curah hujan cukup tinggi,”kata dia dalam pesan tertulis kepada wartawan.

Adapun desa yang rawan banjir di daerah setempat seperti Desa Cot Amun dan Desa Pange, termasuk akses jalan lintas Melaboh tujuan Kuala Bee terdapat genangan air dengan ketinggian setinggi mata kaki orang dewasa dan tidak sampai ?air masuk ke rumah warga.

Untuk arus lalu lintas masih dalam keadaan lancar, kondisi volume air di Sungai di Cot Amun sudah mulai naik, tapi belum meluap sampai air masuk ke rumah warga dan selama giat berlangsung situasi aman dan kondusif.

“Air masih sebatas pekarangan lebih kurang setinggi lutut orang dewasa, dan sudah berkoordinasi dengan kecik/ kepala desa Cot Amun bila sewaktu – waktu air semakin naik agar menghubungi Polsek Samatiga,”sebutnya lagi.(ant)

Dipersilakan Usut “Water Purifier” Mangkrak

Medan, Mimbar – Komisi D DPRD Sumut setelah melakukan investigasi terhadap proyek pengadaan “Water Purifier” berbiaya Rp3,3 miliar yang “mangkrak” alias tidak berfungsi di Kabupaten Karo, akhirnya merekomendasikan kepada aparat penegak hukum segera melakukan pengusutan secara tuntas.

Sekretaris dan anggota Komisi D DPRD Sumut Sutrisno Pangaribuan, Darwin Lubis, M.Hidayat, Darwin SAg, Syahmidun Saragih, Syamsul Qodri dan Hartoyo kepada wartawan, Jumat (24/8/2018) menyampaikan itu di Kabanjahe seusai melakukan investigasi ke sejumlah titik proyek water purifier bersama PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) proyek dari DLH (Dinas Lingkungan Hidup) Provsu Indra Bangsawan.

Dari hasil investigasi di dua titik proyek di lapangan (Desa Sukanalu dan Desa Semangat), tandas Sutrisno, proyek tersebut terkesan tidak ada perencanaan yang matang, terbukti setelah alat-alat mesin pompa yang dibeli dari Korea dipasang , ternyata ketika dilakukan pengeboran sedalam 80 meter, tidak ditemukan air.

“Akhirnya pekerja pengeboran meninggalkan proyek tanpa menyelesaikan pekerjaanya. Padahal menurut laporan PPK DLH Provsu terhadap lembaga legislatif, proyek tersebut sudah selesai 98 persen. Tapi faktanya di lapangan, tidak dapat difungsikan, sehingga masyarakat mengaku sangat kecewa,” tegas Darwin Lubis.

Yang paling disesalkan Sutrisno, DLH Provsu dalam laporan ke Komisi D, belum selesainya proyek air bersih ini dikarenakan alat-alat mesin pompa penghisap air terlambat datangnya dari Korea, karena banyaknya proses adminitrasi di Pelabuhan Belawan.

Tapi faktanya di lapangan, tegas Darwin dan Syahmidun, mesin pompa penghisap air sudah terpasang, sehingga anggota legislatif merasa “dibohongi”. “Bapak jangan berbohong dan menyatakan proyek ini sudah selesai 98 persen dan terkendalanya pemasangan alat dikarenakan berbelit-belitnya administrasi,” tegas Sutrisno.

Darwin juga memprotes keras kebijakan PPK DLH Provsu yang terus melakukan pekerjaan pengeboran proyek. Padahal proyek tersebut harus tuntas dan dipertanggungjawabkan di akhir tahun 2017. “Kenapa ada lagi pekerjaan di lapangan, padahal proyek ini dianggarkan di APBD TA 2017,” tegas Sutrisno.

Akui Bermasalah

Mendengar serangan bertubi-tubi dari Komisi D DPRD Sumut, PPK DLH Provsu Indra Bangsawan mengakui, proyek ‘Water Purifier” yang keseluruhan anggarannya berkisar Rp10 miliar dari APBD Sumut TA 2017 yang tersebar di kabupaten/kota se Sumut ini belum selesai 100 persen.

“Kita akui memang dari 32 unit yang tersebar di sejumlah kabupaten/kota di Sumut, ada 8 unit yang bermasalah, yakni di Karo 3 unit, Dairi 1 unit, Deliserdang 1 unit, Labura (Labuhanbatu Utara) 2 unit dan Kabupaten Simalungun 1 unit,” katanya.

Namun Indra berjanji, akan menuntaskan penyelesaiannya di tahun 2018 ini sesuai dengan rekomendasi BPK (Badan Pemeriksa Keuangan). “Dari hasil rekomendasi BPK untuk biaya pemasangan atau pengeboran dianggarkan kembali di APBD 2018,” kata Indra.(09)

Penjual Tuak Dicambuk

0

Singkil, Mimbar – Jangan coba-coba menjual minuman keras di propinsi berjuluk Serambi Mekkah. Ketahuan, maka hukuman cambuk menjadi konsekuensinya. Karnius Bancin (50) adalah salah satu contoh pelanggar syariat islam yang mendapat hukuman itu.

Pria paruh baya itu terbukti menjual minuman haram berbahan nira atau yang dikenal dengan sebuatan tuak. Ia dicambuk oleh pihak kejaksaan di lapangan terbuka Meriam Sipoli, Rimo, Kabupaten Aceh Singkil, Kamis (23/8/2018).

Sebanyak 25 kali cambuk yang berada di tangan eksekutor mendarat kuat di bagian belakang tubuh pria itu. Karnius seharusnya mendapatkan hukuman sebanyak 30 kali cambukan tetapi karena sebelumnya ia sudah menjalani hukuman 5 bulan kurungan di Rumah tahanan (Rutan) Singkil, maka hukuman cambuknya dikurangi 5 kali.

Prosesi cambuk tersebut dilakukan seusai Shalat Zuhur sekitar pukul 14.30 WIB di lokasi terbuka tepatnya di lapangan Mariam Sipoli, Kecamatan Gunung Meriah.

Pelaku melanggar Qanun Nomor 6 Aceh tahun 2014 pasal 16 ayat 1 tentang Jinayat.Pihak eksekutor, Nofry Hardi menyatakan, alasan eksekusi cambuk tersebut di laksanakan di depan umum karena pihak Rutan belum menyanggupi untuk mengadakan hukum cambuk.

“Pihak Rutan atau LP belum menyanggupi eksekusi cambuk di dalam, oleh karenanya kami sebagai eksekutor tetap melaksanakan di depan umum karena tidak ada perintah atasan kami untuk melaksanakan di dalam LP,” terangnya.

Dalam pelaksanaan hukuman terhukum saat persidangan mendapatkan dua pilihan di hukum sesuai hukum biasa atau hukum Mahkamah Syariah, terhukum memilih hukum syariah.

Pantauan wartawan di lokasi, ratusan warga Aceh Singkil menyaksikan eksekusi cambuk tersebut dari bawah tribun, tak hanya dari Warga Gunung Meriah, Warga Simpang Kanan, Suro, Danau Paris dan kecamatan lain sebagian mengabadikan via panselnya.(ant)

Hentikan Pukat Harimau di Tanjungbalai

Medan, Mimbar – DPD Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Sumatera Utara (Sumut) meminta kepada nelayan di daerah itu, agar menghentikan operasional pukat harimau atau “trawl” karena dilarang oleh pemerintah.

“Alat tangkap pukat hela itu, tidak hanya merusak lingkungan, tetapi juga meresah kehidupan nelayan tradisional di daerah tersebut,” kata Wakil Ketua DPD HNSI Sumut, Nazli, di Medan, Jumat.

Selain itu, menurut dia, pukat hela tersebut, juga dianggap tidak ramah lingkungan dan tetap dilarang menangkap ikan di wilayah perairan Indonesia.

“Pengusaha perikanan yang masih menggunakan alat tangkap ilegal tersebut, segera beralih kepada alat penangkap ikan yang dizinkan pemerintah melalaui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), yakni jaring milenium,” ujar Nazli.

Ia mengatakan, jaring melineum itu, tidak bertentangan dengan Peraturan Menteri (Permen) Kelautan dan Perikanan Nomor 02 Tahun 2015, serta ramah lingkungan.

Jaring milenium itu, tidak sama dengan pukat hela, pukat tarik (Seine Nets) dan cantrang yang selama ini menghancurkan sumber hayati di laut.”Jadi, alat tangkap yang dilarang KKP tersebut, harus tetap dipatuhi oleh nelayan dan jangan lagi dilanggar,” ujarnya.

Nazli mengemukakan, Pemerintah Kota (Pemkot) Tanjung Balai, TNI -AL, Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) dan intitusi terkait lainnya harus menertibkan alat tangkap yang dilarang itu. Nelayan diharapkan agar menyimpan pukat harimau tersebut, ke dalam gudang atau membakar secara massal.

Setelah dihentikannya, penggunaan alat tangkap tersebut, maka kehidupan nelayan di wilayah Pantai Timur Sumatera itu, semakin lebih aman dan tidak dikejar-kejar lagi oleh aparat keamanan.

Kemudian, kehidupan nelayan di Tanjung Balai dapat lebih kompak, saling menghargai dan tidak ada lagi terjadi persaingan.

“Jadi, selama ini sesama nelayan ribut di kota kerang itu, dikarenakan beroperasinya pukat harimau,” kata Nazli .(ant)

Ditahan, Mantan Anggota Dewan Minta KPK Jangan Tebang Pilih

0

Jakarta, Mimbar – KPK kembali menahan tersangka kasus dugaan suap anggota DPRD Sumatera Utara periode 2009-2014. Kali ini ada tiga tersangka yang merupakan mantan anggota DPRD Sumut itu yang ditahan.

“Dilakukan penahanan selama 20 hari pertama terhadap tiga tersangka kasus dugaan suap terhadap anggota DPRD Sumut,” kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah kepada wartawan, Jumat (24/8/2018).

Ketiganya adalah Richard Eddy Marsaut, Syafrida Fitrie, dan Restu Kurniawan Sarumaha, yang ditahan di rutan berbeda. Richard ditahan di Rutan Cabang KPK di Pomdam Jaya Guntur, sedangkan Syafrida dan Restu di Rutan Cabang KPK di belakang gedung KPK Kaveling K-4.

Richard mengaku telah mengembalikan uang ke KPK. Jumlah yang dikembalikan Rp 207 juta.”Kita kooperatif, ya. Ini suatu pembelajaran ke teman-teman yang lain agar jangan menerima hadiah sembarangan. Hadiah yang saya terima dalam kurun 3 tahun beberapa kali sudah saya kembalikan, Rp 207 juta,” ucap Richard.

Dia juga berharap KPK tidak melakukan tebang pilih dalam penanganan kasus ini. Menurut Richard, semua
diduga terlibat harus ditindak.

Dengan masuknya kedua tersangka tersebut ke dalam rutan, maka saat ini total tersangka yang telah ditahan KPK dalam kasus ini berjumlah 13 orang.Sebelumnya KPK telah lebih dulu menjebloskan 11 orang tersangka dalam kasus ini ke dalam rutan. Kesebelas orang tersebut antara lain:

Rijal Sirait, Rinawati Sianturi, Rooslynda Marpaung, Fadly Nurzal, Sonny Firdaus, Muslim Simbolon, Helmiati, Mustofawiyah, Tiaisah Ritonga.Kemudian Arifin Nainggolan, Elezaro Duha, Tahan Manahan Pangabean, Passiruddin Daulay, dan yang terakhir Biller Pasaribu.

Dalam perkara ini, KPK menetapkan 38 anggota DPRD Sumut periode 2009-2014 dan 2014-2019 sebagai tersangka. Para tersangka diduga menerima duit suap dari Gatot Pujo Nugroho selaku Gubernur Sumut senilai Rp 300-350 juta per orang.

Suap dari Gatot itu diduga terkait persetujuan laporan pertanggungjawaban Pemprov Sumut 2012-2014, persetujuan perubahan APBD Pemprov Sumut 2013 dan 2014, pengesahan APBD Pemprov Sumut 2013 dan 2014, serta penolakan penggunaan hak interpelasi DPRD Sumut tahun 2015. (dtc/ilc)

1,5 Tahun untuk Meliana, Presiden Sarankan Banding

Medan, (Mimbar) – Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Medan pada Selasa (21/8/2018) lalu telah menjatuhkan vonis penjara selama 1,5 tahun kepada Meliana, terdakwa dalam kasus penistaan agama Islam di Kota Tanjungbalai. Putusan itu memantik pro dan kontra di kalangan masyarakat. Ormas keagamaan hingga pihak istana pun menyampaikan reaksinya. Presiden menolak intervensi.

Putusan majelis hakim pada persidangan akhir yang digelar di Ruang Cakra Utama itu sesuai dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU), Anggia Y Kesuma dari Kejari Tanjungbalai yang menuntut terdakwa hukuman penjara selama satu tahun enam bulan.

“Bahwa terdakwa terbukti bersalah dengan sengaja melakukan penodaan agama yang dianut di Indonesia. Dimana terdakwa meminta agar pihak Masjid tidak menggunakan penggeras suara atau toa karena merasa terganggu,” ucap Ketua Majelis Hakim, Wahyu Prasetio Wibowo.

Menanggapi putusan tersebut JPU menyatakan pikir-pikir, sementara terdakwa Meliana melalui Penasehat Hukumnya, Ranto menyatakan banding atas putusan majelis hakim.

Pengamatan wartawan, usai vonis itu puluhan ormas Islam yang ikut menghadiri persidangan merasa kecewa dengan putusan majelis hakim yang dinilai sangat ringan. Perwakilan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Sumut menilai Meiliana seharusnya mendapatkan hukuman yang lebih berat.

Hukuman yang diterima penista agama itu, kata Erwan Effendi, anggota Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Sumut, tidak sebanding dengan dampak kericuhan yang terlanjur pecah gegara pernyataan wanita tersebut.
.
“(Vonis-red.) Tak akan memunculkan efek jera. Penistaan agama dapat kembali muncul di Tanjungbalai. Orang-orang sudah ribut dan demo turun ke jalan, ternyata hukumannya hanya 1,5 tahun. Vonis ini mengecewakan,” sebut Erwan.

Sedangkan pada bagian lain, sejumlah kelompok justru mengkritisi dan mengecam putusan pengadilan itu. Diantaranya ada sejumlah orang melalui media sosial menggalang petisi untuk kebebasan Meiliana.

Petisi tersebut menyatakan bahwa, “Vonis ini tidak dapat dibiarkan seenaknya, sementara Pemerintah Indonesia bertanggung jawab untuk menjamin hak setiap penduduknya, tak hanya sebuah golongan tertentu saja”.

Beberapa warganet juga meminta agar Presiden Jokowi tidak diam dalam menghadapi kasus ini.”Waktu ada anak yang membunuh begal di Bekasi dijadikan tersangka, Jokowi menghentikan prosesnya. Dalam kasus Meiliana, Jokowi bungkam,” menurut cuitan @telukjambe.

Ketua PBNU Bidang Hukum, HAM dan Perundang-Undangan, Robikin Emhas, menyatakan suara azan terlalu keras bukan penistaan agama.

“Mengatakan suara azan terlalu keras menurut pendapat saya bukan penistaan agama. Saya berharap penegak hukum tidak menjadikan delik penodaan agama sebagai instrumen untuk memberangus hak menyatakan pendapat,” ujar Robikin dalam keterangannya, Rabu (22/8/2018).

Robikin meminta pasal 156 dan 156a KUHP tidak dijadikan pasal karet oleh penegak hukum. Ia berpendapat, pernyataan Meiliana semestinya dijadikan kritik yang konstruktif.

“Saya tidak melihat ungkapan ‘suara azan terlalu keras’ sebagai ekspresi kebencian atau sikap permusuhan terhadap golongan atau agama tertentu. Sebagai muslim, pendapat seperti itu sewajarnya kita tempatkan sebagai kritik konstruktif dalam kehidupan masyarakat yang plural,” ucapnya.

Reaksi juga datang dari Istana Kepresidenan. Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko, mengatakan sudah banyak pihak, seperti Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) berpendapat hal yang dilakukan Meiliana, yaitu mengeluhkan volume suara azan, bukan penistaan agama.

“Saya kira lebih bagus biar bagaimana publik menyikapi itu, jangan semua pemerintah yang menyikapi,” ujar Moeldoko di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis, (23.8/2018).

Meski demikian, menurut Moeldoko, pemerintah senantiasa mencermati perkembangan dari kasus yang menimpa Meiliana. Moeldoko tak menampik jika kebijakan tertentu bisa dikeluarkan pemerintah menyikapi kasus itu.”Nanti kami lihat perkembangannya,” ujar Moeldoko.

Sikap MUI

Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta kepada semua pihak untuk menghormati putusan Pengadilan Negeri Medan yang memvonis Meiliana hukuman penjara selama 18 bulan dengan dakwaan melakukan penistaan agama.

“Jika masalahnya hanya sebatas keluhan volume suara azan terlalu keras, saya yakin tidak sampai masuk wilayah penodaan agama tapi sangat berbeda jika keluhannya itu dengan menggunakan kalimat dan kata-kata yang sarkastik dan bernada ejekan, maka keluhannya itu bisa dijerat pasal tindak pidana penodaan agama,” ujar Zainut Tauhid Sa’adi di Jakarta, Jumat (24/8/2018).

Zainut Tauhid Sa’adi yang menjabat sebagai Wakil Ketua Umum MUI Pusat itu menyesalkan banyak pihak yang berkomentar tanpa mengetahui duduk perkara yang sebenarnya. Sehingga pernyataannya bias dan menimbulkan kegaduhan serta pertentangan di tengah-tengah masyarakat.

Kasus yang dialami Meiliana, katanya pernah terjadi terhadap Rusgiani (44) yang dipenjara 14 bulan karena menghina agama Hindu. Ibu rumah tangga itu menyebut canang atau tempat menaruh sesaji dalam upacara keagamaan umat Hindu dengan kata-kata najis. Termasuk kata Zainut juga dalam kasus Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok di Jakarta.

Dia meminta masyarakat lebih arif menyikapi kasus ini dan tidak memberikan pernyataan yang memprovokasi untuk melawan putusan pengadilan. “Apalagi jika pernyataannya itu tidak didasarkan pada bukti dan fakta persidangan yang ada,” ujar Zainut.

MUI juga berharap agar masyarakat mengambil hikmah dan pelajaran dari berbagai kasus yang terjadi yakni bahwa dalam sebuah masyarakat yang majemuk dibutuhkan kesadaran hidup bersama untuk saling menghormati, memiliki toleransi dan bersikap empati satu dengan lainnya sehingga tidak timbul gesekan dan konflik di tengah-tengah masyarakat.

Sebelumnya, Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir meminta semua pihak agar menghormati putusan pengadilan yang diterima Meiliana, warga Tanjungbalai, Sumatera Utara, yang divonis 18 bulan bui karena memprotes volume suara azan. Sebab putusan tersebut merupakan ranah hukum yang tidak bisa diintervensi.

“Kita menghormati setiap keputusan pengadilan. Di luar itu, yang paling penting bagaimana kita seluruh warga bangsa yang beragama dan masyarakat itu terus saling memupuk toleransi. Kuncinya di situ,” kata Haedar di kantor PP Muhammadiyah, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (23/8/2018).

Haedar menambahkan Muhammadiyah berkomitmen mengupayakan sikap toleransi dan saling memahami itu tumbuh subur di masyarakat.

“Misalkan di masjid tahu bagaimana menjaga perasaan orang yang beda agama, yang di gereja juga begitu. Warga juga jangan terlalu sensitif juga. Kadang masyarakat kurang proporsional juga. Kalau ada hiburan kadang tanpa izin gede-gede suaranya sering nggak terganggu, tapi ada suara azan sedikit kencang terganggu. Ini kan saya pikir kalau dipupuk itu ada kedewasaan sehingga tidak semua hal masuk ke ranah hukum,” katanya.

Tak Bisa Intervensi

Persoalan vonis Meliana ini ternyata sampai juga ke Presiden Joko Widodo. Pimpinan tertinggi negeri ini oleh sejumlah pihak didesak untuk melakukan kebijakan agar vonis terhadap Meiliana bisa dibatalkan, seperti pada kasus santri Madura korban begal di Bekasi.

“Ya saya tidak bisa mengintervensi hal-hal yang berkaitan di wilayah hukum pengadilan,” kata Jokowi usai bertemu dengan pengurus Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) di Kantor KWI, Menteng, Jakarta, Jumat (24/8/2018).

Jokowi mengingatkan bahwa dirinya juga baru saja divonis bersalah dalam bencana asap yang terjadi akibat kebakaran hutan dan lahan tahun 2015 oleh Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Palangkaraya.Kepala Negara tidak mengintervensi putusan tersebut, melainkan hanya mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.

“Saya sendiri juga kan baru digedok oleh pengadilan di Palangkaraya bersalah karena urusan kebakaran,” kata Jokowi.

Saat ditanya apakah pemerintah akan mengevaluasi Pasal 156 KUHP yang menjerat Meiliana, Jokowi tidak menjawab.Jokowi hanya menyarankan Meiliana untuk mengajukan banding seperti yang dilakukan dirinya atas vonis PT Palangkaraya.”Ya itu kan ada proses banding,” kata Jokowi. (Jep/dtc/rmol/vn/kpc)

Petani Keramba Danau Toba Pasrah

0

Medan, Mimbar – Petani keramba di perairan Danau Toba, persisnya di Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara hanya bisa pasrah ketika menemukan jutaan ekor ikan yang mereka pelihara mengapung ke permukaan dalam kondisi mati.

“Saya punya ada 6 lubang (keramba) hampir semua mati. Khususnya yang sudah hampir siap panen. Cuma yang tersisa, ikan yang kecil-kecil. Ikan bibit. Ada juga yang punya 150 lubang dan mati semua,” ujar Roy Malau (34), petani keramba, warga Aek Nihuta, Samosir, Kamis (23/8/2018).

Petani itu menyebutkan, mereka mendapati ikan-ikan itu mulai terendap di dasar jaring sejak Senin 20 Agustus 2018 lalu. Upaya penyelamatan dengan memberikan tambahan oksigen ke keramba jaring apung (KJA) itu tak berhasil menyelamatkan ikan-ikan tersebut.

Para petani akhirnya melakukan evakuasi bangkai ikan itu ke pinggiran danau untuk seterusnya di kubur agar bau busuk tidak semakin merusak kondisi perairan dDanau Toba.

“Saat ini kondisi di tepi danau dipenuhi bau bangkai ikan. Bangkainya juga berserakan di tepi danau. Alat berat sudah didatangkan untuk membantu penguburan ikan di lahan kosong milik warga. Sebelum dikuburkan, ikan itu dibawa dari keramba ke tepi danau menggunakan perahu nelayan,” kata Roy.

Petani keramba itu mengharapkan bantuan pemerintah. Mereka berharap ada solusi atas kejadian yang menimpa ini.

“Kami menggantungkan uang sekolah anak kami dari penghasilan keramba ini,” ucap Roy sebagaimana dikutip dari okezone.

Kematian massal ikan di Danau Toba sudah berulang kali terjadi. Pada 2004, ikan mati massal di kawasan Haranggaol karena virus herves koi. Lalu, pada Mei 2016, lebih dari 1.000 ton ikan mati, tetapi diinformasikan bukan karena penyakit. Pada awal 2017 juga terjadi kematian massal ikan di kawasan Tongging dan Silalahi.(okz)

Ada Anggota Dewan Terancam Hukuman Mati

0

Medan, Mimbar – Ibrahim Hasan alias Ibrahim Hongkong, seorang anggota dewan dari Fraksi Partai Nasdem Kabupaten Deliserdang terancam hukuman mati. Politisi itu disangka sebagai dalang perdagangan narkoba jenis sabu-sabu seberat 150 kilogram dan 30 ribu pil ektasi.

“Ibrahim Hasan dijerat pasal 114 ayat 2 jo Pasal 132 ayat (1) Undang-undang (UU) Nomor 35 Tahun 2009, tentang narkotika. Dalam penerapan pasal tersebut, Ibrahim Hongkon terancam hukuman mati,” ucap Irjen Pol Arman Depari, Rabu (22/8/2018).

Deputi Bidang Pemberantasan Badan Narkotika Nasional (BNN) itu juga memastikan pihaknya akan melakukan pendalaman untuk menjerat Ibrahim Hongkong dalam kasus tindak pidana pencucian uang.

“Sebab, kita mendapatkan informasi bahwa Ibrahim Hongkong memiliki banyak aset, salah satunya adalah perkebunan sawit,” paparnya di hadapan wak media.

Ibrahim Hasan merupakan anggota DPRD Kabupaten Langkat Fraksi Nasdem, warga Dusun II Bakti Desa Paya Tampak Pangkalan Susu Kabupaten Langkat. Dia diringkus atas pengembangan dari penangkapan enam anak buahnya, yang di antaranya adalah Uun Sasmita (43) Kadus Dusun II Desa Paya Tampak Pangkalan Susu, Minggu (19/8) kemarin.

Kemudian, Henri (45) menjabat sebagai Kepala Kantor Pos Pangkalan Susu, Lorong Abdi Desa Sei Siur Pangkalan Susu, Hamzah (47) sopir, Desa Paya Tampak Pangkalan Susu, Yanik (40) wiraswasta warga Desa Pintu Air Pangkalan Susu, Ibrahim Jampok (45) wiraswasta warga Desa Paya Tampak Pangkalan Susu, Ian (40).

“Ibrahim Hongkong merupakan pemain lama dalam penyelundupan narkoba. Kita sudah lama mencium bisnis haramnya tersebut. Bahkan, Ibrahim pernah turun langsung dalam menyelundupkan narkoba dari Malaysia.

Sabu-sabu seberat 55 kg pernah diloloskannya. Aparat sempat kecolongan ketika dia berhasil meloloskan barang haram itu,” katanya.

Menurut Arman Depari, Ibrahim Hongkong memanfaatkan jabatannya sebagai anggota dewan dalam memantau situasi di lapangan. Bila melihat ada celah kelonggaran keamanan di perairan maupun di darat, Ibrahim Hongkong langsung memanfaatkan keadaan untuk meloloskan narkoba. Ibrahim Hongkong merupakan mafia besar dalam bisnis narkoba.

“Dia itu diringkus saat sedang melakukan sosialiasi pencalegan dirinya. Semula, dia mengira petugas kita yang melakuka penangkapan itu adalah anggota badan pengawas pemilu (Bawaslu). Wajahnya berubah ketika petugas menggari tangannya. Dia tidak memberikan perlawanan saat ditangkap. Kasus ini masih dalam pengembangan,” jelasnya.

Ibrahim Hongkong ditangkap petugas di Jalan Pelabuhan Kelurahan Beras Basah Kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara (Sumut). Dalam penangkapan yang dilakukan petugas gabungan itu menyita barang bukti kapal kayu berwarna biru, tiga karung goni diduga berisikan sabu-sabu seberat 150 Kilogram (Kg).

Selain itu, petugas mengamankan mobil Fortuner warna Hitam dengan nopol BK 5 IH, uang tunai sejumlah Rp 1.550.000 dan sejumlah handphone. Petugas juga menyita Kartu Anjungan Tunai Mandiri (ATM), Paspor dengan Nomor: 6019 0045 3176 8511, Kartu Anggota DPRD Kabupaten Langkat atas nama Ibrahim, sim card dan kartu identitas, STNK mobil. Ibrahim Hongkong diketahui sebagai otak penyelundupan narkoba tersebut.

Sebelumnya, Sekretaris Dewan Pimpinan Wilayah Partai NasDem Sumut, Iskandar ST menegaskan, Partai NasDem langsung memecat Ibrahim Hasan alias Ibrahim Hongkong setelah BNN melakukan penangkapan atas kasus penyelundupan narkoba jaringan internasional tersebut. Pemecatan Ibrahim Hongkong ditandatangani langsung oleh Ketum NasDem, Surya Paloh.

Ibrahim dipecat sebagai kader NasDem melalui SK No 100-SK/DPP-Nasdem/VIII/2018 yang ditandatangani oleh Ketum DPP NasDem Surya Paloh dan Sekjen DPP Nasdem, Johnny G Plate, per tanggal 21 Agustus 2018. Pemecatan ini pun dilakukan petinggi partai untuk membersihkan oknum-oknum yang melanggar hukum.

“Surat pemecatan sudah diserahkan ke DPD NasDem Langkat untuk segera ditindaklanjuti dan diproses, sehingga dilakukan pergantian antar waktu (PAW) di DPRD Langkat. Ini merupakan sanksi tegas dari pimpinan partai kepada setiap kader yang melakukan pelanggaran tindak pidana. Pimpinan partai mendukung BNN dalam mengungkap kasus itu,” sebutnya.(bsc)