Beranda blog Halaman 2568

Penjual Tuak Dicambuk

0

Singkil, Mimbar – Jangan coba-coba menjual minuman keras di propinsi berjuluk Serambi Mekkah. Ketahuan, maka hukuman cambuk menjadi konsekuensinya. Karnius Bancin (50) adalah salah satu contoh pelanggar syariat islam yang mendapat hukuman itu.

Pria paruh baya itu terbukti menjual minuman haram berbahan nira atau yang dikenal dengan sebuatan tuak. Ia dicambuk oleh pihak kejaksaan di lapangan terbuka Meriam Sipoli, Rimo, Kabupaten Aceh Singkil, Kamis (23/8/2018).

Sebanyak 25 kali cambuk yang berada di tangan eksekutor mendarat kuat di bagian belakang tubuh pria itu. Karnius seharusnya mendapatkan hukuman sebanyak 30 kali cambukan tetapi karena sebelumnya ia sudah menjalani hukuman 5 bulan kurungan di Rumah tahanan (Rutan) Singkil, maka hukuman cambuknya dikurangi 5 kali.

Prosesi cambuk tersebut dilakukan seusai Shalat Zuhur sekitar pukul 14.30 WIB di lokasi terbuka tepatnya di lapangan Mariam Sipoli, Kecamatan Gunung Meriah.

Pelaku melanggar Qanun Nomor 6 Aceh tahun 2014 pasal 16 ayat 1 tentang Jinayat.Pihak eksekutor, Nofry Hardi menyatakan, alasan eksekusi cambuk tersebut di laksanakan di depan umum karena pihak Rutan belum menyanggupi untuk mengadakan hukum cambuk.

“Pihak Rutan atau LP belum menyanggupi eksekusi cambuk di dalam, oleh karenanya kami sebagai eksekutor tetap melaksanakan di depan umum karena tidak ada perintah atasan kami untuk melaksanakan di dalam LP,” terangnya.

Dalam pelaksanaan hukuman terhukum saat persidangan mendapatkan dua pilihan di hukum sesuai hukum biasa atau hukum Mahkamah Syariah, terhukum memilih hukum syariah.

Pantauan wartawan di lokasi, ratusan warga Aceh Singkil menyaksikan eksekusi cambuk tersebut dari bawah tribun, tak hanya dari Warga Gunung Meriah, Warga Simpang Kanan, Suro, Danau Paris dan kecamatan lain sebagian mengabadikan via panselnya.(ant)

Hentikan Pukat Harimau di Tanjungbalai

Medan, Mimbar – DPD Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Sumatera Utara (Sumut) meminta kepada nelayan di daerah itu, agar menghentikan operasional pukat harimau atau “trawl” karena dilarang oleh pemerintah.

“Alat tangkap pukat hela itu, tidak hanya merusak lingkungan, tetapi juga meresah kehidupan nelayan tradisional di daerah tersebut,” kata Wakil Ketua DPD HNSI Sumut, Nazli, di Medan, Jumat.

Selain itu, menurut dia, pukat hela tersebut, juga dianggap tidak ramah lingkungan dan tetap dilarang menangkap ikan di wilayah perairan Indonesia.

“Pengusaha perikanan yang masih menggunakan alat tangkap ilegal tersebut, segera beralih kepada alat penangkap ikan yang dizinkan pemerintah melalaui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), yakni jaring milenium,” ujar Nazli.

Ia mengatakan, jaring melineum itu, tidak bertentangan dengan Peraturan Menteri (Permen) Kelautan dan Perikanan Nomor 02 Tahun 2015, serta ramah lingkungan.

Jaring milenium itu, tidak sama dengan pukat hela, pukat tarik (Seine Nets) dan cantrang yang selama ini menghancurkan sumber hayati di laut.”Jadi, alat tangkap yang dilarang KKP tersebut, harus tetap dipatuhi oleh nelayan dan jangan lagi dilanggar,” ujarnya.

Nazli mengemukakan, Pemerintah Kota (Pemkot) Tanjung Balai, TNI -AL, Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) dan intitusi terkait lainnya harus menertibkan alat tangkap yang dilarang itu. Nelayan diharapkan agar menyimpan pukat harimau tersebut, ke dalam gudang atau membakar secara massal.

Setelah dihentikannya, penggunaan alat tangkap tersebut, maka kehidupan nelayan di wilayah Pantai Timur Sumatera itu, semakin lebih aman dan tidak dikejar-kejar lagi oleh aparat keamanan.

Kemudian, kehidupan nelayan di Tanjung Balai dapat lebih kompak, saling menghargai dan tidak ada lagi terjadi persaingan.

“Jadi, selama ini sesama nelayan ribut di kota kerang itu, dikarenakan beroperasinya pukat harimau,” kata Nazli .(ant)

Ditahan, Mantan Anggota Dewan Minta KPK Jangan Tebang Pilih

0

Jakarta, Mimbar – KPK kembali menahan tersangka kasus dugaan suap anggota DPRD Sumatera Utara periode 2009-2014. Kali ini ada tiga tersangka yang merupakan mantan anggota DPRD Sumut itu yang ditahan.

“Dilakukan penahanan selama 20 hari pertama terhadap tiga tersangka kasus dugaan suap terhadap anggota DPRD Sumut,” kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah kepada wartawan, Jumat (24/8/2018).

Ketiganya adalah Richard Eddy Marsaut, Syafrida Fitrie, dan Restu Kurniawan Sarumaha, yang ditahan di rutan berbeda. Richard ditahan di Rutan Cabang KPK di Pomdam Jaya Guntur, sedangkan Syafrida dan Restu di Rutan Cabang KPK di belakang gedung KPK Kaveling K-4.

Richard mengaku telah mengembalikan uang ke KPK. Jumlah yang dikembalikan Rp 207 juta.”Kita kooperatif, ya. Ini suatu pembelajaran ke teman-teman yang lain agar jangan menerima hadiah sembarangan. Hadiah yang saya terima dalam kurun 3 tahun beberapa kali sudah saya kembalikan, Rp 207 juta,” ucap Richard.

Dia juga berharap KPK tidak melakukan tebang pilih dalam penanganan kasus ini. Menurut Richard, semua
diduga terlibat harus ditindak.

Dengan masuknya kedua tersangka tersebut ke dalam rutan, maka saat ini total tersangka yang telah ditahan KPK dalam kasus ini berjumlah 13 orang.Sebelumnya KPK telah lebih dulu menjebloskan 11 orang tersangka dalam kasus ini ke dalam rutan. Kesebelas orang tersebut antara lain:

Rijal Sirait, Rinawati Sianturi, Rooslynda Marpaung, Fadly Nurzal, Sonny Firdaus, Muslim Simbolon, Helmiati, Mustofawiyah, Tiaisah Ritonga.Kemudian Arifin Nainggolan, Elezaro Duha, Tahan Manahan Pangabean, Passiruddin Daulay, dan yang terakhir Biller Pasaribu.

Dalam perkara ini, KPK menetapkan 38 anggota DPRD Sumut periode 2009-2014 dan 2014-2019 sebagai tersangka. Para tersangka diduga menerima duit suap dari Gatot Pujo Nugroho selaku Gubernur Sumut senilai Rp 300-350 juta per orang.

Suap dari Gatot itu diduga terkait persetujuan laporan pertanggungjawaban Pemprov Sumut 2012-2014, persetujuan perubahan APBD Pemprov Sumut 2013 dan 2014, pengesahan APBD Pemprov Sumut 2013 dan 2014, serta penolakan penggunaan hak interpelasi DPRD Sumut tahun 2015. (dtc/ilc)

1,5 Tahun untuk Meliana, Presiden Sarankan Banding

Medan, (Mimbar) – Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Medan pada Selasa (21/8/2018) lalu telah menjatuhkan vonis penjara selama 1,5 tahun kepada Meliana, terdakwa dalam kasus penistaan agama Islam di Kota Tanjungbalai. Putusan itu memantik pro dan kontra di kalangan masyarakat. Ormas keagamaan hingga pihak istana pun menyampaikan reaksinya. Presiden menolak intervensi.

Putusan majelis hakim pada persidangan akhir yang digelar di Ruang Cakra Utama itu sesuai dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU), Anggia Y Kesuma dari Kejari Tanjungbalai yang menuntut terdakwa hukuman penjara selama satu tahun enam bulan.

“Bahwa terdakwa terbukti bersalah dengan sengaja melakukan penodaan agama yang dianut di Indonesia. Dimana terdakwa meminta agar pihak Masjid tidak menggunakan penggeras suara atau toa karena merasa terganggu,” ucap Ketua Majelis Hakim, Wahyu Prasetio Wibowo.

Menanggapi putusan tersebut JPU menyatakan pikir-pikir, sementara terdakwa Meliana melalui Penasehat Hukumnya, Ranto menyatakan banding atas putusan majelis hakim.

Pengamatan wartawan, usai vonis itu puluhan ormas Islam yang ikut menghadiri persidangan merasa kecewa dengan putusan majelis hakim yang dinilai sangat ringan. Perwakilan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Sumut menilai Meiliana seharusnya mendapatkan hukuman yang lebih berat.

Hukuman yang diterima penista agama itu, kata Erwan Effendi, anggota Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Sumut, tidak sebanding dengan dampak kericuhan yang terlanjur pecah gegara pernyataan wanita tersebut.
.
“(Vonis-red.) Tak akan memunculkan efek jera. Penistaan agama dapat kembali muncul di Tanjungbalai. Orang-orang sudah ribut dan demo turun ke jalan, ternyata hukumannya hanya 1,5 tahun. Vonis ini mengecewakan,” sebut Erwan.

Sedangkan pada bagian lain, sejumlah kelompok justru mengkritisi dan mengecam putusan pengadilan itu. Diantaranya ada sejumlah orang melalui media sosial menggalang petisi untuk kebebasan Meiliana.

Petisi tersebut menyatakan bahwa, “Vonis ini tidak dapat dibiarkan seenaknya, sementara Pemerintah Indonesia bertanggung jawab untuk menjamin hak setiap penduduknya, tak hanya sebuah golongan tertentu saja”.

Beberapa warganet juga meminta agar Presiden Jokowi tidak diam dalam menghadapi kasus ini.”Waktu ada anak yang membunuh begal di Bekasi dijadikan tersangka, Jokowi menghentikan prosesnya. Dalam kasus Meiliana, Jokowi bungkam,” menurut cuitan @telukjambe.

Ketua PBNU Bidang Hukum, HAM dan Perundang-Undangan, Robikin Emhas, menyatakan suara azan terlalu keras bukan penistaan agama.

“Mengatakan suara azan terlalu keras menurut pendapat saya bukan penistaan agama. Saya berharap penegak hukum tidak menjadikan delik penodaan agama sebagai instrumen untuk memberangus hak menyatakan pendapat,” ujar Robikin dalam keterangannya, Rabu (22/8/2018).

Robikin meminta pasal 156 dan 156a KUHP tidak dijadikan pasal karet oleh penegak hukum. Ia berpendapat, pernyataan Meiliana semestinya dijadikan kritik yang konstruktif.

“Saya tidak melihat ungkapan ‘suara azan terlalu keras’ sebagai ekspresi kebencian atau sikap permusuhan terhadap golongan atau agama tertentu. Sebagai muslim, pendapat seperti itu sewajarnya kita tempatkan sebagai kritik konstruktif dalam kehidupan masyarakat yang plural,” ucapnya.

Reaksi juga datang dari Istana Kepresidenan. Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko, mengatakan sudah banyak pihak, seperti Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) berpendapat hal yang dilakukan Meiliana, yaitu mengeluhkan volume suara azan, bukan penistaan agama.

“Saya kira lebih bagus biar bagaimana publik menyikapi itu, jangan semua pemerintah yang menyikapi,” ujar Moeldoko di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis, (23.8/2018).

Meski demikian, menurut Moeldoko, pemerintah senantiasa mencermati perkembangan dari kasus yang menimpa Meiliana. Moeldoko tak menampik jika kebijakan tertentu bisa dikeluarkan pemerintah menyikapi kasus itu.”Nanti kami lihat perkembangannya,” ujar Moeldoko.

Sikap MUI

Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta kepada semua pihak untuk menghormati putusan Pengadilan Negeri Medan yang memvonis Meiliana hukuman penjara selama 18 bulan dengan dakwaan melakukan penistaan agama.

“Jika masalahnya hanya sebatas keluhan volume suara azan terlalu keras, saya yakin tidak sampai masuk wilayah penodaan agama tapi sangat berbeda jika keluhannya itu dengan menggunakan kalimat dan kata-kata yang sarkastik dan bernada ejekan, maka keluhannya itu bisa dijerat pasal tindak pidana penodaan agama,” ujar Zainut Tauhid Sa’adi di Jakarta, Jumat (24/8/2018).

Zainut Tauhid Sa’adi yang menjabat sebagai Wakil Ketua Umum MUI Pusat itu menyesalkan banyak pihak yang berkomentar tanpa mengetahui duduk perkara yang sebenarnya. Sehingga pernyataannya bias dan menimbulkan kegaduhan serta pertentangan di tengah-tengah masyarakat.

Kasus yang dialami Meiliana, katanya pernah terjadi terhadap Rusgiani (44) yang dipenjara 14 bulan karena menghina agama Hindu. Ibu rumah tangga itu menyebut canang atau tempat menaruh sesaji dalam upacara keagamaan umat Hindu dengan kata-kata najis. Termasuk kata Zainut juga dalam kasus Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok di Jakarta.

Dia meminta masyarakat lebih arif menyikapi kasus ini dan tidak memberikan pernyataan yang memprovokasi untuk melawan putusan pengadilan. “Apalagi jika pernyataannya itu tidak didasarkan pada bukti dan fakta persidangan yang ada,” ujar Zainut.

MUI juga berharap agar masyarakat mengambil hikmah dan pelajaran dari berbagai kasus yang terjadi yakni bahwa dalam sebuah masyarakat yang majemuk dibutuhkan kesadaran hidup bersama untuk saling menghormati, memiliki toleransi dan bersikap empati satu dengan lainnya sehingga tidak timbul gesekan dan konflik di tengah-tengah masyarakat.

Sebelumnya, Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir meminta semua pihak agar menghormati putusan pengadilan yang diterima Meiliana, warga Tanjungbalai, Sumatera Utara, yang divonis 18 bulan bui karena memprotes volume suara azan. Sebab putusan tersebut merupakan ranah hukum yang tidak bisa diintervensi.

“Kita menghormati setiap keputusan pengadilan. Di luar itu, yang paling penting bagaimana kita seluruh warga bangsa yang beragama dan masyarakat itu terus saling memupuk toleransi. Kuncinya di situ,” kata Haedar di kantor PP Muhammadiyah, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (23/8/2018).

Haedar menambahkan Muhammadiyah berkomitmen mengupayakan sikap toleransi dan saling memahami itu tumbuh subur di masyarakat.

“Misalkan di masjid tahu bagaimana menjaga perasaan orang yang beda agama, yang di gereja juga begitu. Warga juga jangan terlalu sensitif juga. Kadang masyarakat kurang proporsional juga. Kalau ada hiburan kadang tanpa izin gede-gede suaranya sering nggak terganggu, tapi ada suara azan sedikit kencang terganggu. Ini kan saya pikir kalau dipupuk itu ada kedewasaan sehingga tidak semua hal masuk ke ranah hukum,” katanya.

Tak Bisa Intervensi

Persoalan vonis Meliana ini ternyata sampai juga ke Presiden Joko Widodo. Pimpinan tertinggi negeri ini oleh sejumlah pihak didesak untuk melakukan kebijakan agar vonis terhadap Meiliana bisa dibatalkan, seperti pada kasus santri Madura korban begal di Bekasi.

“Ya saya tidak bisa mengintervensi hal-hal yang berkaitan di wilayah hukum pengadilan,” kata Jokowi usai bertemu dengan pengurus Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) di Kantor KWI, Menteng, Jakarta, Jumat (24/8/2018).

Jokowi mengingatkan bahwa dirinya juga baru saja divonis bersalah dalam bencana asap yang terjadi akibat kebakaran hutan dan lahan tahun 2015 oleh Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Palangkaraya.Kepala Negara tidak mengintervensi putusan tersebut, melainkan hanya mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.

“Saya sendiri juga kan baru digedok oleh pengadilan di Palangkaraya bersalah karena urusan kebakaran,” kata Jokowi.

Saat ditanya apakah pemerintah akan mengevaluasi Pasal 156 KUHP yang menjerat Meiliana, Jokowi tidak menjawab.Jokowi hanya menyarankan Meiliana untuk mengajukan banding seperti yang dilakukan dirinya atas vonis PT Palangkaraya.”Ya itu kan ada proses banding,” kata Jokowi. (Jep/dtc/rmol/vn/kpc)

Petani Keramba Danau Toba Pasrah

0

Medan, Mimbar – Petani keramba di perairan Danau Toba, persisnya di Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara hanya bisa pasrah ketika menemukan jutaan ekor ikan yang mereka pelihara mengapung ke permukaan dalam kondisi mati.

“Saya punya ada 6 lubang (keramba) hampir semua mati. Khususnya yang sudah hampir siap panen. Cuma yang tersisa, ikan yang kecil-kecil. Ikan bibit. Ada juga yang punya 150 lubang dan mati semua,” ujar Roy Malau (34), petani keramba, warga Aek Nihuta, Samosir, Kamis (23/8/2018).

Petani itu menyebutkan, mereka mendapati ikan-ikan itu mulai terendap di dasar jaring sejak Senin 20 Agustus 2018 lalu. Upaya penyelamatan dengan memberikan tambahan oksigen ke keramba jaring apung (KJA) itu tak berhasil menyelamatkan ikan-ikan tersebut.

Para petani akhirnya melakukan evakuasi bangkai ikan itu ke pinggiran danau untuk seterusnya di kubur agar bau busuk tidak semakin merusak kondisi perairan dDanau Toba.

“Saat ini kondisi di tepi danau dipenuhi bau bangkai ikan. Bangkainya juga berserakan di tepi danau. Alat berat sudah didatangkan untuk membantu penguburan ikan di lahan kosong milik warga. Sebelum dikuburkan, ikan itu dibawa dari keramba ke tepi danau menggunakan perahu nelayan,” kata Roy.

Petani keramba itu mengharapkan bantuan pemerintah. Mereka berharap ada solusi atas kejadian yang menimpa ini.

“Kami menggantungkan uang sekolah anak kami dari penghasilan keramba ini,” ucap Roy sebagaimana dikutip dari okezone.

Kematian massal ikan di Danau Toba sudah berulang kali terjadi. Pada 2004, ikan mati massal di kawasan Haranggaol karena virus herves koi. Lalu, pada Mei 2016, lebih dari 1.000 ton ikan mati, tetapi diinformasikan bukan karena penyakit. Pada awal 2017 juga terjadi kematian massal ikan di kawasan Tongging dan Silalahi.(okz)

Ada Anggota Dewan Terancam Hukuman Mati

0

Medan, Mimbar – Ibrahim Hasan alias Ibrahim Hongkong, seorang anggota dewan dari Fraksi Partai Nasdem Kabupaten Deliserdang terancam hukuman mati. Politisi itu disangka sebagai dalang perdagangan narkoba jenis sabu-sabu seberat 150 kilogram dan 30 ribu pil ektasi.

“Ibrahim Hasan dijerat pasal 114 ayat 2 jo Pasal 132 ayat (1) Undang-undang (UU) Nomor 35 Tahun 2009, tentang narkotika. Dalam penerapan pasal tersebut, Ibrahim Hongkon terancam hukuman mati,” ucap Irjen Pol Arman Depari, Rabu (22/8/2018).

Deputi Bidang Pemberantasan Badan Narkotika Nasional (BNN) itu juga memastikan pihaknya akan melakukan pendalaman untuk menjerat Ibrahim Hongkong dalam kasus tindak pidana pencucian uang.

“Sebab, kita mendapatkan informasi bahwa Ibrahim Hongkong memiliki banyak aset, salah satunya adalah perkebunan sawit,” paparnya di hadapan wak media.

Ibrahim Hasan merupakan anggota DPRD Kabupaten Langkat Fraksi Nasdem, warga Dusun II Bakti Desa Paya Tampak Pangkalan Susu Kabupaten Langkat. Dia diringkus atas pengembangan dari penangkapan enam anak buahnya, yang di antaranya adalah Uun Sasmita (43) Kadus Dusun II Desa Paya Tampak Pangkalan Susu, Minggu (19/8) kemarin.

Kemudian, Henri (45) menjabat sebagai Kepala Kantor Pos Pangkalan Susu, Lorong Abdi Desa Sei Siur Pangkalan Susu, Hamzah (47) sopir, Desa Paya Tampak Pangkalan Susu, Yanik (40) wiraswasta warga Desa Pintu Air Pangkalan Susu, Ibrahim Jampok (45) wiraswasta warga Desa Paya Tampak Pangkalan Susu, Ian (40).

“Ibrahim Hongkong merupakan pemain lama dalam penyelundupan narkoba. Kita sudah lama mencium bisnis haramnya tersebut. Bahkan, Ibrahim pernah turun langsung dalam menyelundupkan narkoba dari Malaysia.

Sabu-sabu seberat 55 kg pernah diloloskannya. Aparat sempat kecolongan ketika dia berhasil meloloskan barang haram itu,” katanya.

Menurut Arman Depari, Ibrahim Hongkong memanfaatkan jabatannya sebagai anggota dewan dalam memantau situasi di lapangan. Bila melihat ada celah kelonggaran keamanan di perairan maupun di darat, Ibrahim Hongkong langsung memanfaatkan keadaan untuk meloloskan narkoba. Ibrahim Hongkong merupakan mafia besar dalam bisnis narkoba.

“Dia itu diringkus saat sedang melakukan sosialiasi pencalegan dirinya. Semula, dia mengira petugas kita yang melakuka penangkapan itu adalah anggota badan pengawas pemilu (Bawaslu). Wajahnya berubah ketika petugas menggari tangannya. Dia tidak memberikan perlawanan saat ditangkap. Kasus ini masih dalam pengembangan,” jelasnya.

Ibrahim Hongkong ditangkap petugas di Jalan Pelabuhan Kelurahan Beras Basah Kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara (Sumut). Dalam penangkapan yang dilakukan petugas gabungan itu menyita barang bukti kapal kayu berwarna biru, tiga karung goni diduga berisikan sabu-sabu seberat 150 Kilogram (Kg).

Selain itu, petugas mengamankan mobil Fortuner warna Hitam dengan nopol BK 5 IH, uang tunai sejumlah Rp 1.550.000 dan sejumlah handphone. Petugas juga menyita Kartu Anjungan Tunai Mandiri (ATM), Paspor dengan Nomor: 6019 0045 3176 8511, Kartu Anggota DPRD Kabupaten Langkat atas nama Ibrahim, sim card dan kartu identitas, STNK mobil. Ibrahim Hongkong diketahui sebagai otak penyelundupan narkoba tersebut.

Sebelumnya, Sekretaris Dewan Pimpinan Wilayah Partai NasDem Sumut, Iskandar ST menegaskan, Partai NasDem langsung memecat Ibrahim Hasan alias Ibrahim Hongkong setelah BNN melakukan penangkapan atas kasus penyelundupan narkoba jaringan internasional tersebut. Pemecatan Ibrahim Hongkong ditandatangani langsung oleh Ketum NasDem, Surya Paloh.

Ibrahim dipecat sebagai kader NasDem melalui SK No 100-SK/DPP-Nasdem/VIII/2018 yang ditandatangani oleh Ketum DPP NasDem Surya Paloh dan Sekjen DPP Nasdem, Johnny G Plate, per tanggal 21 Agustus 2018. Pemecatan ini pun dilakukan petinggi partai untuk membersihkan oknum-oknum yang melanggar hukum.

“Surat pemecatan sudah diserahkan ke DPD NasDem Langkat untuk segera ditindaklanjuti dan diproses, sehingga dilakukan pergantian antar waktu (PAW) di DPRD Langkat. Ini merupakan sanksi tegas dari pimpinan partai kepada setiap kader yang melakukan pelanggaran tindak pidana. Pimpinan partai mendukung BNN dalam mengungkap kasus itu,” sebutnya.(bsc)

MTA Maknai Ied dengan Sembelih 82 Hewan

0

Deliserdang, Mimbar – Ribuan pengurus dan warga Majelis Tafsir Al Qur’an (MTA) Sumatera Utara melaksanakan shalat Idul Adha pada Selasa (21/8) lalu. Mereka juga melakukan penyembelihan sebanyak 82 hewan kurban di sekretariatnya Jalan Perhubungan, Percut Seituan, Kabupaten Deliserdang.

Hewan kurban yang disembelih terdiri dari 76 ekor lembu dan enam ekor kambing. “Hewan kurban berasal dari ternak warga pengajian dan dari masyarakat sekitarnya,” ujar Ketua MTA Sumut Ustadz Saridjo, S.Ag, MA., Selasa (21/8) disela penyembelihan hewan kurban.

Ditambahkan, daging kurban itu dibagikan selain kepada warga MTA, juga kepada warga sekitar dan kepada orang-orang yang berhak menerimanya.

“Kegiatan berkurban warga MTA ini adalah kegiatan tahunan yang telah dilaksanakan dalam beberapa tahun belakangan ini,” jelasnya.

Sebelumnya, dalam ceramah Idul Adha, Ustad Saridjo mengatakan, ibadah kurban membawa pesan untuk umat peduli sesama. Selain itu juga ajakan berwiraswasta atau berternak.

“Ibadah kurban merupakan pemerataan sosial terjalin keakraban sosial dan sebagai gerakan ekonomi rakyat dalam memenuhi kebutuhan masyarakat sehari-hari,” ujarnya.

Menyikapi perbedaan penentuan hari raya Idul Adha Usstadz Saridjo menyampaikan bahwa berbeda dalam berijtihad merupakan hal yang wajar.

“Jangan perbedaan ijtihad menjadi polemik dan perdebatan yang berujung pada perpecahan. Bila sudah berbeda, agar saling menghargai, jangan saling menghukumi atau menghakimi amalan amaliyah saudaranya yang lain. Karena yang berhak menilai amaliyah seseorang itu hanya Allah SWT, dengan mengedepankan prinsif bagimu amalmu dan bagi kami amal kami,” tutur Ustadz Saridjo.

Pada bagian lain khutbah Idul Adhanya, Ustadz Saridjo mengatakan, secara lahiriyah rangkaian ibadah haji merupakan simbok bahwa umat Islam mampu bersatu dalam skala global karena melaksanakan perintah agamanya.

“Hakekatnya merupakan ketundukan dan kepatuhan terhadap perintah Allah SWTdan Rasul-Nya,” ucapnya.

Bila hal ini dicermati secara seksama, maka sebenarnya kaum Muslimin tidak akan kehilangan momentum untuk menggalang dan mewujudkan persatuan dan kesatuan yang menjadi modal yang sangat berguna untuk mencapai kebaikan dan cita-cita yang mulia.

“Sesungguhnya persatuan dan kesatuan sangat dirindukan oleh semua umat Islam. Namun tidak tahu jalannya, dan yang sudah tahu jalannya tidak mampu mengerjakannya, disebabkan apa yang diinginkan bukan apa yang diinginkan oleh Allah SWT. Apa yang disenangi bukan apa yang diridhai Allah SWT,” tutur Ustad Saridjo.

5 Mobdam Tak Mampu Selamatkan 12 Rumah Warga

Labusel, Mimbar – Lima unit mobil pemadam kebakaran berusaha memadamkan api yang menjalar ke sejumlah rumah di Dusun Sisumut Bom, Desa Sisumut Kecamatan Kotapinang, Kabupaten Labuhanbatu Selatan, Sumatera Utara.

Namun upaya tersebut tidak berhasil menyelamatkan 12 unit rumah di kawasan tersebut yang akhirnya ludes dilalap si jago merah. Nilai kerugian akibat kejadian memilukan yang diduga disebabkan arus pendek itu, mencapai sekira ratusan juta rupiah.

Kebakaran yang terjadi sekira pukul 12.00 WIB itu mengakibatkan sebanyak 62 orang warga dusun itu kehilangan tempat tinggal. Mereka terpaksa mengungsi sementara di sebuah tenda yang disediakan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Labuhanbatu Selatan (Labusel).

Wakil Ketua DPRD Syahdian Purba SH mengaku akan melakukan kordinasi dengan pihak terkait dalam rangka membangun kembali 12 unit rumah warga yang ludes tersebut. Dia juga mendesak pemerintah lebih tanggap dalam menangani persoalan itu.

Pantauan Mimbar pada Kamis (23/8) warga yang kehilangan tempat tinggal itu masih bertahan di tenda penampungan. Sejumlah bantuan terlihat terus mengalir dari sejumah dermawan, baik berupa makanan maupun pakaian.

Sementara itu, pihak kepolisian setempat melalui Perwira Unit (Panit) Intel Polsekta Kotapinang, Inspektur Dua (Ipda) L Manik saat dikonfimrasi perihal penyebab kebakaran mengatakan dugaan kuat berasal dari arus pendek di salah satu rumah warga.

Dia juga memastikan tidak terdapat korbanjiwa dalam kejadian itu, kecuali kerugiaan materil yang diperkiran mencapai Rp600 jutaan. (MH)

Ribuan Warga Medan Shalat Ied Hari Ini, Ada Jamaah Titikkan Air Mata

0

Medan, Mimbar – Sedikitnya seribuan kaum muslim di Medan menunaikan shalat Idul Adha di halaman Kampus Institut Teknologi Medan (ITM), Jalan Gedung Arca, Medan tadi pagi (21/8/2018). Pelaksanaan itu lebih cepat sehari dari yang ditetapkan pemerintah Indonesia pada Rabu (22/8/2018) besok.

Tommy Abdillah selaku penyelenggara ibadah itu mengakui ibadah pada hari ini memang lebih cepat sehari dari yang ditetapkan pemerintah. Menurutnya hal itu terjadi karena adanya ikhtilaf para ulama yang menggunakan rukyatul hilal mutlak atau secara lokal untuk menetapkan Hari Raya Idul Adha.

“Ada dalil khusus dan ini yang kami ikuti yang juga diikuti sebagian besar kaum muslimin dan ulama di dunia yaitu sebuah hadist dari Imam Abu Daud dari Husain bin Al-Harits Al-Jadali. Hadist ini menjadi penunjuk bahwa ototitas yang menetapkan ibadah haji yang ada di Makkah Mukarramah. Itu terjadi dari masa lalu hingga hari ini,” kata Tommy.

Kegiatan ibadah itu diselenggarakan Majelis Kajian Islam Kaffah bekerjasama dengan Lembaga Islam Multi Dimensi dan Lembaga Dakwah Kampus ITM.

“Jamaah ini berasal dari di wilayah Kota Medan sekitarnya. Ini sebagian kaum muslimin yang meyakini wukuf di Arafah kemarin, hari inilah 10 Dzulhijjah,” ucapnya sesaat setelah usai pelaksanaan shalat Idul Adha yang diimami Al ustadz Ilham Fauzi.

Menitikkan Air Mata

Sejumlah jamaah shalat Idul Adha di Medan itu sempat menitikkan air mata saat khatib menyampaikan
khutbah yang berisi pesan Rasulullah Saw saat pelaksanaan haji wada’ di tanah suci pada 14 abad silam. Pesan itu menjadi wasiat terakhir, sebelum Nabi Muhammad Saw wafat.

“Hai sekalian manusia, perhatikanlah baik-baik apa yang hendak kukatakan! Aku tidak tahu, kalau-kalau aku tidak akan bertemu lagi dengan kalian semua dalam keadaan seperti sekarang ini,” ucap Al Ustad Musdar Syahban dengan suara lirih menahan haru mengutip pesan Rasulullah Saw pada momentum teramat penting dalam pelaksanaan ibadah haji itu.

Rasa haru dan kerinduan khatib terhadap baginda Rasulullah Saw itu juga mengalir kepada sejumlah jamaah yang khusu’ mendengarkan khutbah tersebut. Terlihat diantara jamaah menahan air mata dan sebagian lainnya tampak mengusap air mata yang sempat mengalir.

“Hai kaum muslimin, ketahuilah bahwa darah (jiwa) dan harta benda kalian adalah suci bagi kalian, sesuci hari dan bulan yang suci ini., hingga tiba saat kalian pergi menghadap Allah, dan kalian pasti akan menghadapNya. Pada saat itulah kalian dituntut pertanggungjawaban atas segala yang telah kalian perbuat! Ya Allah… itu telah kusampaikan,” ucap Ustadz itu lagi mengutip pesan nabi.

Dia melanjutkan pesan Rasulullah tentang larangan bagi kita merasa menjadi kelompok yang paling baik dibanding kelompok lain. Orang Arab tidak boleh merasa lebih baik dari orang non arab, begitu juga sebaliknya orang non Arab tidak boleh merasa lebih baik dari orang Arab.

“Keunggulan hanya diukur dari ketaqwaannya kepada Allah dan Rasulnya. Dan ketaqwaan itu akan tergambar dari keistiqomahannya dalam menjalankan hukum-hukum yang telah disyariatkan Allah Subhanhu wata’ala,” ucapnya.

Khatib itu juga memaparkan tentang keharaman riba yang telah dipesankan Rasulullah pada saat pelaksanaan haji wada’ itu. Namun ironinya, katanya aktifitas riba yang telah dicampakkan pada masa Rasulullah dan sahabat itu justru sekarang ini menjadi sesuatu yang seakan halal dilakukan. Bahkan, perekonomian negeri yang berpenduduk mayoritas muslim ini justru menjadikan sistem ribawi sebagai fundamen ekonomi negara.

“Semua macam riba terlarang, tetapi kalian masih berhak menerima kembali harta pokoknya (modalnya). Dengan demikian kalian tidak berlaku dzalim dan tidak pula diperlakukan dzalim! Allah telah menetapkan bahwa riba tidak boleh dilakukan lagi, dan riba Al-Abbas bin Abdul Mutthalib sudah tidak berlaku!”, ucapnya masih mengutip pesan nabi.

Ustadz Musdar juga mengingatkan kaum muslim untuk saling meningkatkan persatuan, tidak terpecah-pecah karena perbedaan bangsa, perbedaan suku perbedaan ras, maupun perbedaan mazhab karena sesungguhnya setiap muslim adalah saudara buat muslim yang lain.

Sebelumnya, khatib juga mencermati tentang fenomena para elit politik dan pemerintahan yang seakan menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan. Ada perilaku elit yang menurutnya tega menjadikan saudaranya sebagai korban untuk menggapai kekuasaan dan jabatan.

“Wahai sekalian manusia. Dengarkan kata-kataku ini dan perhatikan! Setiap Muslim adalah saudara buat Muslim yang lain, dan kaum Muslim semua bersaudara. Seseorang tidak dibenarkan mengambil sesuatu dari saudaranya, kecuali jika dengan senang hati diberikan kepadanya. Janganlah kamu menganiaya diri sendiri,” katanya mengutip pesan Rasullullah lagi.

Pada bagian lain khutbahnya, Ustadz itu mengajak kaum muslim untuk kembali meneladani pesan Rasullullah untuk menjadikan Alqur’an dan hadist sebagai petunjuk yang mengatur segala aspek kehidupan. Hanya dengan menjadikan hukum Allah sebagai satu-satunya aturan hidup maka keberkahan dari langit dan dari bumi akan turun memberikan kebaikan bagi seluruh umat manusia.

“Hai kaum muslimin, camkan baik-baik apa yang kukatakan. Hal itu telah aku sampaikan! Kutinggalkan bagi kalian sesuatu yang jika kalian berpegang teguh padanya. Kalian tidak akan sesat selama-lamanya, yaitu Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya! Soal itu jelas bagi kalian!”, sebut khatib menukil pesan baginda Rasulullah Saw.

Pelaksanaan ibadah shalat idul adha yang diikuti sekitar 1.500 orang itu dipimpin/diimami Al Ustadz Ilham Fauzi. Sementara dari pantauan, terlihat sejumlah aparat kepolisian dari Polrestabes Medan dan Polsek sekitar berjaga di lokasi pelaksanaan ibadah yang waktu pelaksanaannya sehari lebih cepat dibanding yang telah ditetapkan pemerintah pada Rabu (22/8/2018) besok. (02)

Bupati Labura Diperiksa KPK, Romahurmuziy Mangkir

0

Jakarta, Mimbar – Bupati Labuhanbatu Utara, Khaerudinsyah Sitorus, diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin (20/8/2018) siang.Sang bupati diperiksa terkait kasus dugaan suap terkait dana perimbangan daerah pada RAPBN-P Tahun Anggaran 2018.

“Yang bersangkutan akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka YP (Yaya Purnomo),” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Senin.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah juga menuturkan, lewat pemeriksaan tersebut, pihaknya mendalami proses pembahasan dana perimbangan daerah di Labuhanbatu Utara. “Dan apakah ada atau tidaknya dugaan aliran dana terkait pengurusan anggaran tersebut,” kata Febri di gedung Merah Putih KPK, Jakarta.

Sementara itu, usai diperiksa KPK, Khairuddin mengaku dicecar 9 pertanyaan oleh penyidik. Namun Khairuddin enggan menjelaskan secara rinci materi pemeriksaannya.

“Iya, sebentar aja. Ada sekitar sembilan (pertanyaan) kalau enggak salah,” katanya.

Khairuddin mengaku tidak mengetahui soal dugaan penyelewengan dalam usulan dana perimbangan daerah ini. Ia juga mengaku tak mengenal tersangka Yaya dalam kasus ini.

“Hanya ingin ditanyakan masalah saksi, kenal enggak? Ya enggak kenal. Masing-masing kita enggak tahu,” katanya.

Dijelskan, Yaya Purnomo sendiri merupakan Kasie Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Pemukiman pada Ditjen Perimbangan Keuangan Kemenkeu.Khaerudinsyah merupakan kepala daerah kesekian yang diperiksa KPK dalam kasus ini.

Para kepala daerah lainnya yakni Wali Kota Dumai, Zulkifli AS, Bupati Kampar, Azis Zaenal, Bupati non-aktif Halmahera Timur, Rudi Erawan, Kemudian, Wali Kota Tasikmalaya, Budi Budiman, Bupati Seram Bagian Timur, Abd Mukti Keliobas.Febri sendiri menyebut pemeriksaan terhadap para kepala daerah ini adalah untuk mengetahui sejumlah proyek (die) daerah yang terkait dengan dana perimbangan yang berasal dari APBN.

Yaya kedapatan bersama Amin Santono (Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat), Eka Kamaluddin (perantara suap), dan Ahmad Ghiast (kontraktor), terlibat dugaan suap pengurusan dana perimbangan daerah dalam APBN Perubahan tahun anggaran 2018.

KPK menyita uang sejumlah Rp 400 juta yang diduga merupakan suap untuk Amin terkait usulan dana Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) 2018. Tim juga menyita bukti transfer Rp 100 juta kepada Eka Kamaluddin (EKK) dari Ahmad Ghiast selaku kontraktor di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sumedang, Jawa Barat, serta dokumen proposal.

Uang sejumlah Rp 400 juta dan Rp 100 itu merupakan bagian dari 7% komitmen fee yang dijanjikan oleh kontraktor untuk 2 proyek di Pemkab Sumedang yakni di Dinas Perumahan, Kawasan Pemukiman dan Pertanahan senilai Rp 4 milyar dan di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) senilai Rp 21,850 milyar. Yaya diduga bersama-sama Amin akan meloloskan anggaran dua proyek tersebut. [rok]

Dalam kasus ini, KPK menetapkan anggota DPR Komisi XI Amin Santono dan pejabat nonaktif Kemenkeu Yaya Purnomo sebagai tersangka. KPK juga menetapkan dua orang sebagai tersangka yaitu Eka Kamaludin dan Ahmad Ghiast.

Eka diketahui merupakan pihak swasta yang berperan sebagai perantara. Adapun, Ahmad berstatus sebagai swasta atau kontraktor. Ahmad diduga sebagai pemberi uang.

Romahurmuziy

Selain Bupati Labura, KPK juga menjadwalkan pemerijksaan terhadap Ketua Umum PPP, M. Romahurmuziy. Namun dia mangkir terhadap panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi pada hari ini. Padahal, ia akan diperiksa atas kasus suap usulan dana perimbangan keuangan daerah dalam RAPBN-P Tahun Anggaran 2018.

Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah mengungkapkan, Rommy, begitu Romahurmuziy biasa disapa, melalui pegawainya mengantarkan surat ketidakhadiran ke penyidik KPK.

“Tadi stafnya datang ke KPK, menyampaikan surat tidak dapat menghadiri pemeriksaan, akan dijadwalkan ulang Kamis (besok),” kata Febri kepada wartawan, Senin 20 Agustus 2018.

Sebelumnya, KPK telah memeriksa anggota Komisi IX DPR dari PPP, Irgan Chairul Mahfiz dan Wali Kota Tasikmalaya, yang juga merupakan kader PPP, Budi Budiman. Bahkan, KPK telah menyita uang Rp 1,4 miliar dari kediaman Wakil Bendum PPP, Puji Suhartono terkait kasus ini.Penyidik KPK mencurigai banyak Politikus PPP di tingkat daerah maupun tingkat pusat mengetahui skandal suap tersebut.

Sementara itu, Wakil Sekretaris Jenderal PPP, Achmad Baidowi dalam keterangannya mengatakan bahwa Rommy tidak bisa hadir, karena sedang memiliki kegiatan di Jawa Tengah dan Yogyakarta, dalam rangka Hari Raya Idul Adha. Kegiatan itu diklaim telah disiapkan dari jauh-jauh hari.(ilc/kpc/vn)