Beranda blog Halaman 2

Komitmen cegah Narkoba, Pelindo Regional 1 Terima Penghargaan BNN

0

mimbarumum.co.id – PT Pelindo Regional 1 kembali mencatatkan prestasi membanggakan dengan meraih Penghargaan Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika (P4GN) dari Badan Narkotika Nasional (BNN) Pusat. Penghargaan ini diberikan sebagai bentuk apresiasi atas komitmen dan dukungan aktif Pelindo Regional 1 dalam upaya mewujudkan lingkungan kerja yang bersih dari narkoba.

Penghargaan tersebut diserahkan langsung oleh Ketua BNN Pusat dalam acara peringatan Hari Anti Narkotika Internasional (HANI) Tahun 2025 yang digelar di Jakarta, dan diterima oleh perwakilan manajemen Pelindo Regional 1 Helmi selaku Manager SDM Regional 1.

Manager SDM PT Pelindo Regional 1, Helmi, menyampaikan rasa syukur dan bangga atas penghargaan yang diterima. “Kami berterima kasih kepada BNN Pusat atas apresiasi ini. Penghargaan ini merupakan hasil dari komitmen perusahaan untuk mendukung program nasional P4GN serta membangun budaya kerja yang sehat, produktif, dan bebas narkoba,” ujarnya.

Sejak beberapa tahun terakhir, Pelindo Regional 1 secara aktif melaksanakan berbagai program pencegahan narkoba di lingkungan kerjanya, seperti sosialisasi bahaya narkoba, tes urin berkala bagi karyawan, serta menjalin kerja sama strategis dengan BNN dalam pelatihan dan penyuluhan.

Dengan diraihnya penghargaan ini, Pelindo Regional 1 berkomitmen untuk terus memperkuat peran serta aktif dalam mendukung program P4GN demi menciptakan lingkungan kerja yang aman, sehat, dan berkinerja tinggi.

“Pelindo Regional 1 bukan hanya fokus pada pelayanan jasa kepelabuhanan, namun juga berperan dalam pembangunan karakter SDM yang tangguh dan bebas dari penyalahgunaan narkoba,” tutup Helmi.

Reporter : Siti Amelia

Hijrah Bukan Sekadar Simbol : Menemukan Hakikat Perubahan di Zaman Sekarang

0

Oleh: Muhibbullah Azfa Manik*

Hijrah dalam sejarah Islam bukan perjalanan biasa. Ia bukan sekadar migrasi fisik Nabi Muhammad SAW dari Mekkah ke Madinah, tetapi transformasi total dari masyarakat tertindas menjadi masyarakat merdeka. Dari tekanan menuju kebebasan. Dari keyakinan terpendam menjadi peradaban yang tumbuh.

Namun hari ini, makna hijrah tak jarang menyempit. Ia tereduksi menjadi gaya busana, jargon media sosial, atau simbol-simbol identitas baru. Ada semacam euforia “berhijrah” yang kadang terjebak pada kulit luar: mengenakan gamis, memanjangkan janggut, menghadiri kajian viral, lalu merasa lebih saleh dari yang lain. Apakah ini makna hijrah yang sejati?

Hijrah, dalam hakikatnya, adalah pergeseran nilai. Ia adalah proses sadar dan berani untuk meninggalkan kondisi yang stagnan, kelam, atau batil, menuju sesuatu yang lebih baik, lebih benar, dan lebih bermakna. Nabi sendiri bersabda dalam hadis yang populer: *”Al-muhajir man hajara maa naha Allah ‘anhu”* – orang yang berhijrah adalah yang meninggalkan apa yang dilarang Allah. Sebuah definisi yang jauh melampaui urusan geografis atau estetika semata.

Di tengah dunia yang serba cepat, digital, dan gaduh seperti sekarang, hijrah menemukan konteksnya sendiri. Ia bisa berarti keluar dari lingkaran toksik media sosial, dari ketergantungan algoritma yang memperkeruh hati, menuju ruang digital yang lebih sehat, produktif, dan menentramkan. Hijrah bisa pula berarti berani meninggalkan pekerjaan yang menggerus integritas, demi pekerjaan yang lebih halal, meski tak selalu menjanjikan gemerlap materi.

Hijrah juga bisa mengambil bentuk yang lebih sosial. Seorang birokrat yang mulai meninggalkan praktik koruptif demi tata kelola yang bersih. Seorang dosen yang menolak praktik plagiarisme dan lebih memilih menulis jujur meski lambat naik pangkat. Seorang pemuda yang memilih untuk tidak mengejek minoritas demi viralitas konten.

Bahkan dalam konteks kebangsaan, semangat hijrah semestinya hidup dalam setiap upaya perbaikan. Ketika negeri ini masih sibuk memperdebatkan simbol dan kulit, sementara substansi seperti keadilan sosial dan pemerataan ekonomi justru terpinggirkan, kita butuh hijrah—dari perdebatan semu menuju kerja nyata.

Namun tentu saja, hijrah bukan jalan mulus. Nabi Muhammad butuh strategi, kesiapan mental, dan dukungan komunitas untuk bisa hijrah secara sukses. Di masa sekarang, orang yang ingin berhijrah secara hakiki juga harus siap dengan tantangan. Godaan untuk kembali ke zona nyaman, cibiran dari sekitar, bahkan rasa kehilangan dari apa yang ditinggalkan—semua itu adalah bagian dari jalan hijrah.

Yang paling penting, hijrah sejati tidak pernah selesai hanya pada awal. Ia adalah proses panjang yang menuntut konsistensi dan pembaruan niat. Karena itu, memperingati 1 Muharram bukanlah merayakan romantika masa lalu. Ia justru menjadi momentum untuk mengevaluasi: sudahkah kita meninggalkan keburukan-keburukan yang lama? Sudahkah kita lebih jujur, lebih adil, lebih peduli terhadap sesama?

Hijrah di zaman ini bukan lagi soal berpindah kota, tapi berpindah sikap. Dari abai menjadi peduli. Dari lalai menjadi sadar. Dari diam menjadi aktif. Dari pasif menjadi kreatif. Maka barangkali, kita harus berhenti merayakan tahun baru Hijriah hanya dengan doa dan dekorasi, dan mulai menjadikannya pemantik revolusi batin.

Kita tak perlu menunggu panggung besar untuk berhijrah. Bahkan niat meninggalkan kebiasaan buruk, memaafkan kesalahan lama, atau bangun lebih pagi untuk shalat subuh—itu pun bagian dari hijrah. Sebab hijrah sejati bukan tentang ke mana kita pindah, tapi tentang siapa yang kita jadi setelahnya.

Selamat tahun baru Hijriah. Selamat berhijrah, dalam arti yang paling jujur.

*Penulis adalah Dosen Universitas Bung Hatta

Polsek Tanjung Beringin Ziarah ke Makam Raja Bedagai, Lestarikan Sejarah Lokal

0

mimbarumum.co.id – Dalam rangka menyambut Hari Ulang Tahun (HUT) Bhayangkara ke-79, jajaran Kepolisian Sektor (Polsek) Tanjung Beringin menunjukkan kepedulian yang mendalam terhadap sejarah dan budaya lokal serta wujud penghormatan terhadap para leluhur.

Wakapolsek Tanjung Beringin, IPDA Brimen Sihotang, bersama dengan personel Polsek Tanjung Beringin, Bripka Syafruddin, melaksanakan ziarah ke makam Kerajaan Bedagai di kompleks Masjid Jamik Ismailiyah Desa Pekan Tanjung Beringin, Serdang Bedagai, Sumatera utara, Kamis (26/6/2025).

Masjid Jamik Ismailiyah, yang hingga kini masih kokoh berdiri di Tanjung Beringin, Serdang Bedagai, simbol napas keislaman dan warisan budaya yang terus hidup sejak 1880.

Fokus ziarah ini adalah makam H. Tengkoe Ismail, yang bergelar Raja Soeloeng Laut. Beliau dikenal sebagai Raja Pertama Kerajaan Bedagai dan merupakan putra dari Soeltan Deli Oesman. Makam beliau bersama keluarganya terletak di area sekitar masjid yang menjadi saksi bisu perjalanan panjang sejarah Bedagai.

Kegiatan ini turut didampingi oleh Kepala Desa Pekan Tanjung Beringin, Ir. Indra Syahputra. Kehadiran beliau menunjukkan sinergi yang kuat antara aparat kepolisian dan pemerintahan desa dalam menjaga keharmonisan dan melestarikan warisan budaya.

“Kegiatan ziarah ini adalah bentuk kepedulian kami dari Polsek Tanjung Beringin terhadap sejarah dan kearifan lokal. Dengan momen HUT Bhayangkara ke-79 ini, kami ingin tidak hanya bertugas menjaga keamanan dan ketertiban, tetapi juga menjadi bagian dari masyarakat yang menghargai sejarah, menghormati para leluhur, dan mempererat tali silaturahmi,” ujar IPDA Brimen Sihotang.

Lebih lanjut, ziarah ini menjadi pengingat bagi seluruh anggota kepolisian akan pentingnya nilai-nilai historis dan kekeluargaan yang telah dibangun oleh para pendahulu. Dengan mengenal dan menghargai akar sejarah, diharapkan para personil dapat semakin dekat dengan masyarakat dan menjalankan tugasnya dengan jiwa pengabdian yang lebih humanis.

Kepala Desa Pekan Tanjung Beringin, Indra Syahputra, menyambut baik inisiatif ini.

“Kami sangat mengapresiasi kegiatan yang dilakukan oleh Polsek Tanjung Beringin. Ini adalah langkah yang sangat positif untuk menanamkan rasa kebersamaan dan kecintaan terhadap sejarah lokal di kalangan generasi muda, termasuk para aparat penegak hukum,” tuturnya.

Sebelumnya, Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai (Sergai) melakukan pendataan serta pendaftaran Objek Diduga Cagar Budaya (ODCB) tahun 2025 di Desa Pekan Tanjung Beringin, Kecamatan Tanjung Beringin.

Ketua Tim Pendaftaran ODCB Disparbudpora Sergai, Martina Silaban, menjelaskan bahwa pendataan ini dilaksanakan sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2022 tentang Registrasi Nasional Cagar Budaya.

“Kami melakukan identifikasi dan observasi awal terhadap delapan objek di Desa Pekan Tanjung Beringin. Selanjutnya akan dilakukan kajian mendalam dan penelitian sebagai dasar penetapan resmi,” jelas Martina.

Pangeran Nara Klana Kerajaan Bedagai, Tengku Ahmad Syafi’i, mendukung penuh upaya ini.

“Saya berharap peninggalan leluhur kita dapat segera ditetapkan menjadi Cagar Budaya, agar anak cucu kita tetap bisa mengenal dan merasakan kekayaan budaya Bedagai. Saya juga mendukung rencana pembangunan replika Istana Bedagai sebagai bentuk pelestarian sejarah,” tuturnya.

Senada dengan itu, Camat Tanjung Beringin, Nur Chinta Defi Tambunan, dan Kepala Desa Pekan Tanjung Beringin, Ir. Indra Syahputra, menyatakan apresiasi dan komitmennya mendukung penuh program pelestarian Cagar Budaya Kerajaan Bedagai ini.

Adapun delapan objek yang didata sebagai ODCB yaitu: Masjid Jamik Ismailiyah, Makam Raja Tengku Ismail Sulung Laut, Makam Tengku Rahmat (anak dari Raja Tengku Ismail), Makam Raja Bedagai Kedua, Makam Datuk Setia, Rumah Kerapatan Kerajaan Bedagai (kini rumah dinas Camat Tanjung Beringin), Meriam peninggalan Kerajaan Bedagai, dan Struktur atau puing bekas Istana Kerajaan Bedagai.

Reporter: Jafar Sidik

Melawan Peradilan Sesat

0

Oleh: Eka Putra Zakran, S.H., M.H

KELUARNYA Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan Nomor: 122/G/2024/PTUN.MDN tertanggal 17 Februari 2025 dinilai janggal, keliru, sesat dan mesesatkan. Betapa tidak, isi putusan tersebut sangat janggal, aneh dan tidak objektif, bahkan mengenyampingkan rasa keadilan hukum sebagaimana yang diamanatkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sehingga penulis berkesimpulan bahwa peradilan tersebut merupakan putusan peradilan yang sesat, karena pertimbangan hukumnya mengandung sejumlah kekeliruan yang nyata.

Argumentasi ini bukan tidak beralasan, hakim judex factie (Pengadilan Tata Usaha Negara Medan) dinilai telah nyata-nyata mengeluarkan putusan yang keliru, yang mana sejatinya putusan tersebut tidak pernah ada atau dengan kata lain hakim seyogiya mengeluarkan putusan NO (niet ontvankelijke verklaard) adalah amar putusan yang menyatakan bahwa gugatan tidak dapat diterima karena adanya cacat formil dalam gugatan. Artinya, gugatan tersebut tidak memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan dalam prosedur peradilan.

Namun kenyataannya, Majelis Hakim dalam perkara aquo diantaranya: FATIMAH NUR NASUTION (Hakim Ketua), ANDI HENDRA DWI BAYU PUTRA dan AZZAHRAWI (Hakim Anggota) justru berpendapat sebaliknya, dengan mengabulkan gugatan Penggugat, yang notabene gugatan tersebut telah menyalahi kompetensi (kewenangan) dari sudut yurisdiksi absolut mengadili suatu badan peradilan atau dengan kata lain hakim judex factie dapat juga disebut melampawi batas kewenangannya.

Keberadaan peradilan perdata bertujuan untuk menyelesaikan sengketa yang timbul di antara anggota masyarakat. Sengketa yang terjadi tentu saja beragam, mulai dari masalah yang berkenaan dengan pengingkaran atau pemecahan perjanjian (breach of contract), perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad), sengketa hak milik (property right), perceraian, pailit, penyalahgunaan wewenang oleh penguasa yang merugikan pihak tertentu dan lain sebagainya.

M. Yahya Harahap (2016: 181) mengatakan, timbulnya sengketa-sengketa tersebut dihubungkan dengan keberadaan peradilan perdata, menimbulkan permasalahan kekuasaan mengadili, yang disebut yurisdiksi (jurisdiction) atau kompetensi maupun kewenangan mengadili, yaitu peradilan yang berwenang mengadili sengketa tertentu sesuai dengan ketentuan yang digariskan oleh peraturan perundang-undangan.

Permasalahan kekuasaaan atau yurisdiksi mengadili timbul disebabkan oleh berbagai faktor, seperti faktor instansi peradilan yang membedakan eksistensi antara peradilan banding dan kasasi sebagai peradilan yang lebih tinggi (superior court) berhadapan dengan peradilan tingkat pertama (inferior court). Faktor ini dengan sendirinya menimbulkan masalah kewenangan mengadili secara instansional. Artinya, perkara yang menjadi kewenangan yang lebih rendah, tidak dapat diajukan langsung kepada peradilan yang lebih tinggi.

Hal ini juga bermakna bahwa sengketa yang seharusnya diselesaikan lebih dahulu oleh peradilan tingkat pertama, tidak dapat diajukan langsung kepada peradilan tingkat banding atau kasasi dan sebaliknya, apa yang menjadi kewenangan peradilan yang lebih tinggi, tidak dapat dimintakan penyelesaiannya kepada peradilan yang lebih rendah.

Di samping itu, ada juga faktor perbedaan atau pembagian yurisdiksi berdasarkan lingkungan peradilan, yang melahirkan kekuasaan atau kewenangan absolut bagi masing-masing lingkungan peradilan yang disebut juga dengan atribusi kekuasaan (attributive competentie, attributive jurisdiction).

Selain perbedaan lingkungan, ditambah lagi dengan faktor kewenangan khusus (specific jurisdiction) yang diberikan undang-undang kepada badan extra judicial, seperti Arbitrase atau mahkamah pelayaran. Bahkan masalah yurisdiksi ini dapat juga timbul dalam satu lingkungan peradilan, disebabkan faktor wilayah (locality) yang membatasi kewenangan masing-masing pengadilan dalam lingkungan wilayah hukum atau daerah hukum tertentu, yang disebut kewenagan relatif atau distribusi kekuasaan (distributive jurisdiction).

Oleh karenanya, permasalahan menyangkut yurisdiksi mengadili ini merupakan syarat formil keabsahan suatu gugatan. Kekeliruan dalam mengajukan suatu gugatan kepada lingkungan peradilan atau pengadilan yang tidak berwenang, mengakibatkan gugatan tersebut salah alamat, sehingga tidak sah dan dinyatakan tidak dapat diterima atas alasan gugatan yang diajukan tidak termasuk yurisdiksi absolut atau relatif dari badan peradilan yang bersangkutan.

Kekuasaan Absolut Mengadili

Ditinjau dari kekuasaan absolut atau yurisdiksi absolut mengadili, maka kedudukan judex factie PTUN Medan berarti kewenangannya dalam hal memeriksa, mengadili dan menyelesaikan sengketa tata usaha negara ditingkat pertama. Dalam Pasal 1 angka 4 UU Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara dikatakan bahwa sengketa tata usaha negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara antara orang atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat tata usaha negara, baik di pusat maupun di daearah, sebagi akibat dikeluarkannya keputusan tata usaha negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Sedangkan dalam Pasal 5 dinyatakan, bahwa gugatan adalah permohonan yang berisi tuntutan terhadap Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dan duajukan ke pegadilan untuk mendapatkan putusan.

Kekuasaan Relatif Mengadili

Ditinjau dari kekuasaan relatif atau yurisdiksi relatif mengadili, maka kedudukan judex factie PTUN Medan berarti kewenangannya dalam hal memeriksa, memutus dan mengadili suatu perkara sesuai dengan batas wilayah hukumnya. Kekuasaan ini menentukan posisi PTUN Medan atau PTUN mana yang dapat atau berwenang untuk memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa tata usaha negara tersebut.

Berangkat dari dua yurisdiksi di atas, terkait dengan kewenangan memutus perkara Nomor: 122/G/2024/PTUN.MDN berdasarkan kompetensi absolut mengadili, jelas PTUN Medan tidak berwenang dalam memeriksa, memutus dan/ atau menyelesaikan gugatan tersebut. Sebab sengketa dipermasalahkan adalah sengketa yang merupakan yurisdiksi yang melekat pada Badan Peradilan Agama, yaitu masalah sah atau tidak sahnya pencatatan pernikahan antara Muhammad Bairi Indra bin H. Abdul Malik dengan Rubiati binti Sulaiman, sebagaimana tercantum dalam Kutipan Akta Nikah Nomor: 274/72/IV/2006, tanggal 09-04-2023. Hal ini mengingat, bahwa pembatalan perkawinan secara tegas diatur dalam ketentuan UU Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan. Pasal 27 ayat (2) dan ayat (3) UU tersebut menyatakan: (2) Seorang suami atau istri dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan apabila pada waktu berlangsungnya perkawinan terjadi salah sangka mengenai diri suami atau istri; dan (3) Apabila ancaman telah berhenti, atau yang bersalah sangka itu menyadari keadaannya, dan dalam jangka waktu 6 (enam) bulan setelah itu masih tetap hidup sebagai suami istri, dan tidak mempergunakan haknya untuk mengajukan permohonan pembatalan, maka haknya gugur.

Oleh karena itu, putusan judex factie (Pengadilan Tata Usaha Negara Medan) dalam gugatan tersebut yang menyatakan, mengadili: Dalam Pokok Perkara menyatakan eksepsi Tergugat dan Tergugat-II Intervensi tidak dapat diterima. Kemudian:

1) Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya;

2) Menyatakan batal Kutipan Akta Nikah Nomor: 274/72/V/2006 antara Muhammad Bairi Indra bin H. Abdul Malik dengan R Binti S, tanggal 09-04-2013;

3) Mewajibkan Tergugat untuk mencabut Kutipan Akta Nikah Nomor: 274/72/2006 antara Muhammad Bairi Indra bin H. Abdul Malik dengan R Binti S tanggal 09-04-2013; dan

4) Menghukum Tergugat dan Tergugat II Intervensi secara tanggung renteng untuk membayar biaya perkara sebesar Rp639.500 (enam ratus tiga puluh sembilan ribu lima ratus rupiah) adalah putusan peradilan yang janggal, keliru, sesat dan menyesatkan, karena melampaui batas kewenangan atau yurisdiksi absolut yang telah ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan undang-undangan yang berlaku.

Selain itu, merujuk kepada Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor 638K/Sip/1969 secara tegas dinyatakan bahwa putusan yang tidak lengkap atau kurang cukup, dapat dipertimbangkan menjadi alasan untuk kasasi, dan putusan yang demikan harus dibatalkan. Kemudian putusan MA Nomor 67K/Sip/1972 mengandung kaidah hukum judex factie tidak memberikan alasan atau pertimbangan yang cukup (onvoldoende gemotiveerd), sehingga putusan judex factie PTUN Medan dan PT TUN Medan wajib dibatalkan.

Istilah onvoeldiando gemotiveerd sendiri berasal dari bahasa Belanda, dalam bahasa Inggris disebut insuffcient judgement, yang sering dugunakan dalam putusan MA untuk menyebut, jika hakim tingkat pertama dan tingkat banding dinilai tidak cukup pertimbangan hukumnya. Atau dalam putusan MA Nomor 1992K/Pdt./2000 memakai atau menggunakan frasa, putusan tidak sempurna.

Penulis adalah Ketua Umum DPP Advokat Negarawan Indonesia
(DPP ADNI) 2022-2027

Kolokium AP2TPI XXXI di Medan: Sinergi Psikologi Menjawab Tantangan Society 5.0

mimbarumum.co.id — Kolokium Asosiasi Penyelenggara Pendidikan Tinggi Psikologi Indonesia (AP2TPI) ke-31 sukses diselenggarakan di Medan pada 23–25 Juni 2025.

Dengan mengusung tema “Integrasi Sains dan Profesi Psikologi untuk Kesejahteraan Bangsa di Era Society 5.0,” kegiatan ini mempertemukan 97 perguruan tinggi dari seluruh Indonesia dan menjadi ajang penting untuk menyatukan arah pengembangan pendidikan psikologi nasional.

Kegiatan kolokium diawali dengan sesi workshop yang digelar sehari sebelum forum utama. Antusiasme peserta terpancar dalam diskusi interaktif yang membahas tiga topik strategis: Penggunaan Photo Voice dalam Riset dan Intervensi Psikologi, Pemeriksaan Status Mental, Asesmen dan Intervensi dalam Komunitas.

Pembukaan resmi Kolokium AP2TPI XXXI dikemas dalam suasana hangat melalui jamuan Welcome Dinner di Rumah Dinas Gubernur Sumatera Utara dihadiri oleh Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Muryanto Amin, S.Sos., M.Si., bersama jajaran panitia dan perwakilan peserta dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia, Rabu (26/6/2025).

Dalam sambutannya, Rektor menegaskan bahwa ilmu psikologi tidak hanya relevan di ruang akademik, tetapi juga memegang peran sentral dalam membentuk karakter masyarakat yang resilien dan harmonis di tengah dinamika zaman.

“Psikologi tidak hanya menjawab tantangan akademik, tetapi juga berkontribusi dalam merumuskan kebijakan dan mendampingi masyarakat dalam berbagai dinamika sosial,” ungkapnya.

Ketua AP2TPI, Prof. Dr. Bagus Takwin, M.Hum., Psikolog, menyampaikan apresiasi yang tinggi atas soliditas panitia kolokium yang terdiri dari berbagai perguruan tinggi di Medan, di bawah kepemimpinan Prof. Raras Sutatminingsih, Ph.D., Psikolog, selaku Ketua Panitia. Kolaborasi lintas institusi ini dinilainya berhasil menyelenggarakan kolokium dengan efisien, bermakna, dan tetap menjunjung kualitas akademik.

“Kolokium ini adalah momentum penting untuk merespons tantangan pendidikan psikologi secara kolektif. Sains dan profesi harus terus berjalan beriringan agar berdampak nyata bagi bangsa,” ujarnya.

Forum utama kolokium diisi dengan diskusi panel antara pengelola program studi S1, profesi, S2, dan S3 dari berbagai institusi. Fokus pembahasan mencakup revisi kurikulum, pembukaan program studi baru, serta implementasi Undang-Undang Pendidikan dan Layanan Psikologi (PLP).

Forum ini menjadi ruang strategis untuk menyelaraskan arah pendidikan psikologi ke depan yang lebih adaptif dan kolaboratif.

Seremoni serah terima kepemimpinan menjadi penanda momen penting dalam penutupan Kolokium AP2TPI XXXI.

Dalam prosesi yang berlangsung khidmat, Prof. Dr. Bagus Takwin, M.Hum., Psikolog, secara resmi menyerahkan mandat Ketua AP2TPI kepada Rahmat Hidayat, S.Psi., M.Sc., Ph.D.

“Amanah ini akan kami lanjutkan dengan penuh tanggung jawab, untuk membangun pendidikan psikologi yang adaptif, profesional, dan menjawab kebutuhan masyarakat,” ujarnya.

Acara ditutup dengan wisata budaya yang memperkenalkan kekayaan tradisi lokal Sumatera Utara kepada para peserta.
Kolokium AP2TPI XXXI di Medan bukan hanya menjadi ajang temu ilmiah, tetapi juga simbol kuat dari kolaborasi, keberagaman, dan semangat membangun masa depan psikologi Indonesia yang inklusif dan berdaya saing.

Reporter : M Nasir

CORONG: Peradaban Persia dalam Sastra (Warisan Kebudayaan yang Bertahan Melewati Konflik)

0

PERADABAN Persia (Iran) telah memberikan kontribusi besar terhadap perkembangan sastra dunia, termasuk Indonesia. Meskipun konflik terkini antara Israel dan Iran menyita perhatian global, warisan sastra Persia tetap menjadi mercusuar kebudayaan yang menginspirasi banyak penulis dan penyair di berbagai belahan dunia.

Sastra Persia tidak hanya mencakup karya-karya klasik seperti “Shahnameh” (Epik Raja-Raja) karya Ferdowsi atau puisi mistik Rumi, tetapi juga memengaruhi sastra modern, termasuk di Indonesia. “Shahnameh” (Kitab Raja-Raja) adalah epik nasional Iran yang ditulis Ferdowsi pada abad ke-10. Karya ini menceritakan sejarah mitologis dan historis Persia sebelum Islam hingga penaklukan oleh Arab.

“Shahnameh” tidak hanya menjadi simbol kebanggaan nasional Iran tetapi juga memengaruhi sastra dunia, termasuk Eropa dan Asia. Di Indonesia, meskipun tidak banyak yang secara langsung membaca “Shahnameh”, pengaruhnya bisa dilihat dalam cerita-cerita kepahlawanan seperti “Hikayat Amir Hamzah”, yang memiliki kemiripan struktur naratif dengan epik Persia.

Kita juga tentu ingat penyair sufi Persia terkenal, seperti Rumi, Hafez, dan tentu saja Omar Kayyam. Jalaluddin Rumi, penyair sufi paling terkenal di dunia, karyanya, “Masnavi”, menjadi rujukan spiritual universal. Di Indonesia, Rumi banyak dikutip oleh penulis seperti Habiburrahman El Shirazy dan Emha Ainun Nadjib.

Hafez, penyair lirik yang karyanya sering digunakan dalam ramalan (fal-e Hafez). Puisi-puisinya tentang cinta dan ketuhanan memengaruhi sastra Melayu klasik. Omar Khayyam, “Rubaiyat”-nya diterjemahkan ke berbagai bahasa, termasuk Indonesia, dan memengaruhi pemikiran tentang kehidupan dan kefanaan.

Sebelum Islam, Persia sudah memiliki tradisi sastra kuat. Setelah penaklukan Islam, banyak karya Persia diterjemahkan ke Arab, lalu menyebar ke Nusantara melalui perdagangan dan dakwah. “Hikayat Bayan Budiman” dan “Hikayat Kalila dan Dimna” adalah contoh adaptasi sastra Persia dalam sastra Melayu-Indonesia.

Selanjutnya, Revolusi Islam 1979 mengubah lanskap sastra Iran. Banyak penulis seperti Sadegh Hedayat (”The Blind Owl”) dan Forough Farrokhzad (sering disebut penyair feminis) menjadi simbol perlawanan melalui sastra. Karya-karya mereka diterjemahkan ke bahasa Indonesia, memengaruhi penulis seperti Ayu Utami dan Andrea Hirata yang kerap membahas tema politik dan spiritualitas.

Bagaimana pula sastra Persia dalam dunia Barat? Azar Nafisi dalam “Reading Lolita in Tehran” menggambarkan kehidupan intelektual di Iran di bawah tekanan politik. Marjane Satrapi melalui teks “Persepolis” menggunakan novel grafis untuk menceritakan kehidupan di Iran pascarevolusi. Karya-karya tersebut populer di Indonesia dan menjadi bacaan wajib bagi yang ingin memahami Iran modern.

Banyak karya sastra Indonesia bernuansa sufistik terinspirasi dari sastra Persia, sebut saja Hamzah Fansuri, penulis Melayu klasik asal Barus, Tapanuli Tengah, Sumatra Utara — dan tentu saja Aceh, banyak dipengaruhi oleh puisi Rumi dan Attar. Novelis Buya Hamka dalam karyanya, “Tasawuf Modern”, mengutip pemikiran Al-Ghazali, yang juga dipengaruhi tradisi Persia.

Habiburrahman El Shirazy dalam “Ayat-Ayat Cinta” menyelipkan kutipan Rumi dalam novelnya. Tere Liye melalui novel ”Rindu” memasukkan unsur kisah cinta ala Persia dalam narasinya. Penyair Sapardi Djoko Damono dan Goenawan Mohamad kerap merujuk pada khazanah sastra Persia dalam karya mereka.

Bagaimana pula konflik Israel-Iran dan ketahanan Sastra Persia?

Ketegangan politik antara Israel dan Iran seringkali menciptakan stereotip negatif terhadap Iran. Namun, sastra tetap menjadi jembatan budaya yang menunjukkan sisi humanis Iran. Menurut catatan, Festival Sastra Internasional di Teheran tetap dihadiri penulis dari seluruh dunia. Penerjemahan karya sastra Iran ke bahasa Indonesia, seperti karya “Simin Daneshvar”, membantu mengurangi prasangka.

Meskipun konflik terus berlanjut, minat terhadap sastra Persia tidak surut. Komunitas sastra di Indonesia, seperti Komunitas Aksara dan Pabrikultur, aktif mengadakan diskusi tentang sastra Iran.

Peradaban Persia telah memberikan warisan sastra yang tak ternilai bagi dunia, termasuk Indonesia. Dari epik “Shahnameh” hingga puisi Rumi, dari novel-novel modern hingga karya sufistik, sastra Persia terus hidup dan menginspirasi.

Konflik politik antara Israel dan Iran mungkin makin membangkitkan citra Iran di media, bahkan melalui sastra, dunia dapat melihat Iran dari sudut pandang yang lebih dalam dan manusiawi. Sastra tetap menjadi bukti bahwa kebudayaan Persia adalah kekayaan peradaban yang tak lekang oleh waktu dan gejolak politik.

Suyadi San, pengampu mata kuliah Kajian Sastra Bandingan, Ombudsman Koran Mimbar Umum, dan peneliti BRIN

FIS UIN Sumut Sosialisasikan SIKERMA, Perkuat Digitalisasi dan Transparansi Kerja Sama

mimbarumum.co.id – Fakultas Ilmu Sosial UIN Sumatera Utara menggelar kegiatan Sosialisasi Sistem Informasi Kerja Sama (SIKERMA) pada [hari, Rabu 26/6 bertempat di meating room. Acara ini dibuka secara resmi oleh Dekan Fakultas Ilmu Sosial, Prof. Dr. H. Mesiono, M.Pd, dan diikuti oleh Ketua KTU, Dr. Rafniatul Hasanah Harahap, para Wakil Dekan, kaprodi, dosen, dan staf administrasi.

Dalam sambutannya, Prof. Mesiono menekankan bahwa SIKERMA bukan sekadar sistem digital, melainkan bagian dari upaya strategis membangun tata kelola kerja sama yang transparan, terintegrasi, dan berbasis teknologi informasi.

“SIKERMA hadir untuk mendukung transformasi kelembagaan yang akuntabel dan efisien. Melalui sistem ini, kita bisa memetakan, memantau, dan mengelola berbagai kerja sama akademik dan non-akademik secara lebih sistematis,” ujarnya.

Menurut Prof. Mesiono, kerja sama merupakan pilar penting dalam pengembangan tridarma perguruan tinggi, baik di bidang pendidikan, penelitian, maupun pengabdian kepada masyarakat. Digitalisasi sistem kerja sama juga dinilai sejalan dengan arah pengembangan UIN Sumut sebagai kampus bereputasi internasional.

“Dengan SIKERMA, kita tidak hanya mencatat kerja sama, tetapi juga membuka ruang refleksi untuk memperkuat jejaring nasional dan global. Ini sangat penting dalam menjawab tantangan akreditasi dan target internasionalisasi kampus,” tambahnya.

Kegiatan sosialisasi ini juga menghadirkan pemaparan teknis mengenai fitur-fitur SIKERMA, seperti input data MoU/MoA, monitoring pelaksanaan kerja sama, hingga pelaporan berbasis sistem. Para peserta diberi kesempatan untuk mencoba langsung antarmuka sistem yang dikembangkan oleh tim IT UIN Sumut.

Salah satu Dosen, Dr. A. Rasyid, menyampaikan bahwa sistem ini sangat membantu dalam pengelolaan dokumen kerja sama yang sebelumnya dilakukan secara manual.

Ini sangat bermanfaat, khususnya bagi prodi yang memiliki banyak mitra. Dengan sistem ini, data kerja sama menjadi lebih rapi dan terdokumentasi dengan baik,” ujarnya.

Wakil Dekan III Fakultas Ilmu Sosial, Tuan M. Yoserizal Saragih, M.I.Kol., memberikan apresiasi atas pelaksanaan sosialisasi ini sebagai wujud nyata penguatan digitalisasi di lingkungan Fakultas Ilmu Sosial. Beliau menekankan pentingnya pemanfaatan teknologi informasi dalam mempercepat proses administrasi dan meningkatkan efisiensi kerja.

Aplikasi SIKERMA merupakan bagian dari aksi perubahan dalam pelatihan kepemimpinan administrator (Diklat PIM III) Angkatan 18 tahun 2025, yang digagas oleh Dr. Rafnitul Hasanah Harahap, M.A. selaku inisiator. Aksi perubahan ini diwujudkan melalui kolaborasi aktif bersama Pusat Teknologi Informasi dan Pangkalan Data (Pustipada) dan Tim Efektif SIKERMA UIN SUMUT, yang berkomitmen mengembangkan sistem pengelolaan kerja sama secara digital, terintegrasi, dan transparan.

Narasumber utama, Muhammad Ikhsan, M.Si., Koordinator Tim Pengembangan Sistem Informasi Pustipada UIN SUMUT, menjelaskan bahwa aplikasi SIKERMA merupakan langkah strategis untuk menyatukan seluruh alur pengajuan hingga pelaporan kerja sama dalam satu platform digital. Hal ini diharapkan meningkatkan kemudahan dalam tata kelola, pelacakan, dan pengawasan seluruh bentuk kerja sama institusional.

Sebagai tindak lanjut, Fakultas Ilmu Sosial akan menyelenggarakan pelatihan teknis lanjutan serta melakukan monitoring berkala guna memastikan implementasi sistem berjalan optimal dan berkelanjutan.

Acara ditandai dengan sesi tanya jawab interaktif dan simulasi pengisian data kerja sama antar unit. Fakultas Ilmu Sosial berkomitmen untuk menjadikan SIKERMA sebagai sarana pendukung utama dalam membangun sinergi kelembagaan yang adaptif terhadap tuntutan zaman.

Reporter: R/ Ngatirin

Meriahkan Pertemuan Penyair Nusantara XIII, Kurator Pilih 275 Puisi dari 1800 Puisi yang Masuk

mimbarumum.co.id – Sebanyak 1.800 puisi yang ditulis oleh 616 penyair dari berbagai daerah di Indonesia telah diterima oleh panitia Pertemuan Penyair Nusantara (PPN) XIII yang akan diselenggarakan pada 11-14 September 2025 di Jakarta. Proses kurasi melibatkan tiga kurator ternama, Maman S. Mahayana, Ahmadun Yosi Herfanda, dan Hasan Aspahani, akan merampingkan karya-karya tersebut menjadi 275 puisi terpilih, yang memiliki semangat perdamaian dan persaudaraan.

Puisi-puisi terpilih nantinya akan dibukukan, dibedah, dan diluncurkan dalam acara PPN XIII. Pengumuman hasil kurasi dijadwalkan pada 15 Juli 2025, dalam sebuah acara konferensi pers yang disiarkan melalui jaringan media daring dan media sosial.

Ketua PPN XIII, Ahmadun Yosi Herfanda (foto), menyampaikan, pihaknya sedang bekerja keras mempersiapkan PPN XIII. Proses kurasi ini bukan hanya soal memilih puisi, namun juga tentang memadukan semangat kebudayaan dan sastra Indonesia.

“Kami mendapat dukungan luar biasa dari penyair, komunitas, Kementerian Kebudayaan, Perpustakaan Nasional, Badan Bahasa, Dewan Kesenian Jakarta, dan berbagai elemen budaya lainnya,” ucap penyair Sembahyang Rumputan asal Tegal, Jawa Tengah, ini.

Wakil Ketua PPN XIII, Mustafa Ismail (foto), menambahkan, pada saat pengumuman hasil kurasi nanti, acara akan dirangkai dengan peluncuran logo PPN XIII serta pemaparan perjalanan PPN sejak pertama kali diselenggarakan pada 2007 di Medan.

“Ini menjadi momen penting bagi perkembangan sastra Indonesia,” tutur penyair asal Aceh ini.

PPN XIII akan menjadi ajang berkumpulnya para penyair dan pecinta sastra di kawasan Nusantara, meliputi Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Thailand, serta menjadi wadah apresiasi terhadap karya sastra Nusantara yang kaya akan keberagaman dan kreativitas.

• Suyadi San

Liburan Sekolah Seru di Hotel GrandDhika Setiabudi Medan!

0

mimbarumum.co.id – Liburan sekolah adalah waktu yang ditunggu-tunggu oleh keluarga untuk berkumpul dan bersantai. Hotel GrandDhika Setiabudi Medan, hotel bintang empat yang dikelola oleh GranDhika Indonesia di bawah PT. Adhi Commuter Properti Tbk, siap menyambut momen spesial ini dengan berbagai penawaran menarik yang akan membuat liburan Anda semakin berkesan!

Dengan tema “Liburan Sekolah Seru”, hotel ini menawarkan pengalaman menginap yang tak terlupakan bagi seluruh anggota keluarga. Mulai dari tanggal 25 Juni hingga 31 Juli 2025, nikmati berbagai fasilitas eksklusif dan aktivitas seru yang dirancang khusus untuk anak-anak dan orang tua.

Berikut adalah beberapa penawaran menarik yang bisa Anda nikmati:

  • Kids Fun Corner: Setiap akhir pekan, anak-anak dapat bermain di spot bermain yang menyenangkan di Lokio Lounge.

  • One Fine Day with GranDhika: Pada 5 Juli 2025, ikuti kids activity seru seharga IDR 118.000 nett/anak, yang mencakup kelas memasak, tur hotel, permainan kreatif, dan akses gratis ke kolam renang. Kegiatan ini juga terbuka untuk tamu yang tidak menginap!

  • Superior Room + Breakfast: Dapatkan harga spesial IDR 650.000 nett/malam, sudah termasuk sarapan untuk 2 dewasa dan 2 anak.

  • Family Room Package: Nikmati bundling package di Executive Deluxe Room dengan dekorasi kamar eksklusif untuk anak-anak, snack, minibar, dan sarapan untuk 2 dewasa dan 2 anak hanya dengan IDR 1.378.000 nett/malam.

“Liburan sekolah adalah momen penting bagi keluarga untuk berkumpul dan bersantai. Kami ingin memberikan pengalaman menginap yang tak terlupakan, terutama bagi anak-anak,” ungkap Nurul Fathia, Marcomm Hotel Grandhika Setiabudi Medan. “Kami juga telah menyiapkan berbagai kegiatan seru dan menarik bagi anak-anak agar liburan mereka semakin berkesan.”

Reporter : Siti Amelia

Rico Waas Minta PC HIMMAH Medan Berkontribusi Untuk Masyarakat

0

mimbarumum.co.id – Wali Kota Medan Rico Tri Putra Bayu Waas meminta kepada Himpunan Mahasiswa Al Washliyah (HIMMAH) khususnya Pimpinan Cabang Kota Medan dapat berkontribusi lebih banyak untuk masyarakat.

Hal ini disampaikan Wali Kota Medan ketika menghadiri Pelantikan dan Pengukuhan Pengurus Pimpinan Cabang Himpunan Mahasiswa Al Washliyah (PC HIMMAH) Kota Medan periode 2024-2026 di Aula OK Usman UMN, Jalan Garu II, Medan Amplas, Selasa (24/6/2025).

“Berkontribusi dan bermanfaat untuk masyarakat dapat dilakukan dengan melakukan berbagai kegiatan seperti aksi sosial, Pengajaran Gratis dan menggelar diskusi dengan pemerintah dan rektorat,” kata Rico yang hadir didampingi Kadis Pendidikan dan Kebudayaan Benny Sinomba Siregar dan Camat Medan Amplas Putera Ramadhan.

Menurutnya, HIMMAH merupakan bagian dari induk organisasi Islam Al Jami’iyyatul Washliyah (Al Washliyah), dimana bukan sekadar organisasi keagamaan, tetapi warisan sejarah perjuangan pendidikan dan sosial yang berakar kuat di Sumatera Utara, termasuk di Kota Medan.

“Kontribusi Al-Washliyah dalam dunia pendidikan sangat konkret, mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Ini sejalan dengan misi Pemko Medan untuk mewujudkan Medan yang unggul melalui peningkatan mutu pendidikan dan pelayanan sosial,” ungkapnya.

Dijelaskan Rico, terkait pendidikan, Pemko Medan kini tengah mendorong digitalisasi pendidikan berbasis Smart Class dan Metaverse dan membangun pusat kreativitas anak muda, serta mendorong sinergi antar-lembaga keagamaan dan pendidikan agar bisa berjalan beriringan.

“Program ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Kota Medan dan mempersiapkan generasi muda yang cerdas, berakhlak, dan berbudi luhur kedepannya,” jelasnya.

Sebelumnya Ketua PC HIMMAH Kota Medan periode 2024- 2026 Imransyah Pasai, merasa berbangga hati dan berterima kasih atas kesediaan Wali Kota Medan menyempatkan untuk hadir dalam acara pelantikan ini. Artinya ini suatu kehormatan bagi organisasi HIMMAH Kota Medan.

“HIMMAH Kota Medan siap menjadi Garda terdepan dan bekerjasama dalam memajukan kota Medan maju ke arah yang lebih baik lagi. Kami mohon doa dari pak Wali Kota agar diberi kemudahan dalam memimpin HIMMAH Kota Medan,” tandasnya.

Reporter : Jepri Zebua