Beranda blog

Polisi Ringkus Dua Pengedar Sabu di Jalan Pasar 3 Gang Kutilang Medan Perjuangan

mimbarumum.co.id – Dua orang pria terduga pelaku pengedar narkotika sebutan sabu kembali diringkus Satuan Reserse Narkoba Polrestabes Medan.

Peristiwa penangkapan tersebut di Jalan Pasar III Gang Kutilang Kelurahan Tegal Rejo Kecamatan Medan Perjuangan.

Kedua tersangka bernama Juspit Elmi alias Iyus (35) dan Nafiah Suryadinata alias Nata (27) warga Pasar III Kecamatan Medan Perjuangan.

Hal itu diungkapakan oleh Kapolrestabes Medan, Kombes Pol Dr. Gidion Arif Setyawan melalui Kasat Narkoba, AKBP Thommy Aruan kepada wartawan, pada Sabtu (28/6/2025).

Dijelaskannya, berdasarkan laporan dari warga menyebutkan tentang adanya pengedar narkotika. Kemudian pada hari Senin (23/6/2025) sekira pukul 14.00 WIB, personel melakukan penangkapan terhadap kedua tersangka berinisial Iyus dan Nata di Jalan Pasar III Gang Kutilang. Keduanya tertangkap tangan memiliki dan menguasai narkotika sebutan sabu.

“Dari kedua pengedar sabu ini, persinel kita berhasil menyita barang bukti, yakni 6 bungkus plastik klip berisi sabu seberat bersih 0,14 gram, 1 bungkus plastik kososng, uang tunai Rp. 2 Ribu, 11 bungkus plastik klip berisi 1,72 gram, uang tunai Rp.180 Ribu, 1 bungkus klip kosong, 1 buah kotak rokok dan 1 buah pipet sekop sabu,” ujar AKBP Thommy.

Selanjutnya kedua tersangka dan barang bukti diboyong ke Mapolrestabes Medan guna proses penyelidikan lebih lanjut.

Lanjut dikatakannya, modus operandi kedua tersangka yang telah ditengkap, keduanya mendapatkan keuntungan dari mengedarkan sabu ke pembeli.

“Pihak kita telah menyelamatkan 12 orang dari pengaruh sabu tersebut. Terhadap tersangka pengedar dipersangkakan melanggar Pasal 114 ayat 1 Subs 112 ayat 1 UU RI No.35 Tahun 2009 Tentang Narkotika dengan ancaman hukuman 5 tahun dan paling lama 20 tahun penjara,” tandasnya.

Reporter : Rasyid Hasibuan

Polrestabes Medan Tangkap Kurir Puluhan Kilogram Sabu dan Ekstasi Jaringan Malaysia

mimbarumum.co.id – Satresnarkoba Polrestabes Medan berhasil mengungkap 2 kasus peredaran dan penyalahgunaan narkotika jaringan Malaysia, dengan barang bukti 20Kg sabu dan 58.750 butir pil ekstasi pada Sabtu (21/6/2025).

“Satres Narkoba Polrestabes Medan berhasil mengungkap dua kasus, yang pertama adalah pada tanggal 21 Juni 2025 dengan barang bukti 1 Kg di lakukan pengembangan dapat menyita di tempat berbeda yaitu 19kg sabu dan ekstasi sebanyak 58.750 butir,” kata Kapolrestabes Medan, Kombes Pol. Dr. Gidion Arif Setyawan dalam rilisnya di Kota Medan, Jumat (27/6/2025).

Dari pengungkapan itu petugas mengamankan 3 orang tersangka yaitu MAS (29) warga Medan Petisah dan MJN (24) warga Langsa Lama atas kepemilikan 1kg sabu & ARL (29) warga Medan Barat dengan barang bukti sabu seberat 19kg.

“Sehingga dari dua Tempat Kejadian Perkara (TKP) itu dapat disimpulkan jika ini adalah satu rangkaian pengembangan, kita menyita sejumlah 20kg sabu dan 58.750 butir ekstasi,” bebernya.

Is menggunakan jual dari tiga orang tersangka ini adalah pemula.

“Artinya mereka belum pernah mendapatkan hukuman atau vonis dari pengadilan,” lanjutnya.

Estimasi jumlah barang bukti yang disita, maka kita dapat menyelamatkan atau membatasi orang menjadi korban narkoba yakni 200 ribu orang dari sabu.

“Dan 58.750 orang dari pengaruh pil ekstasi,” lanjutnya.

Akibat perbuatannya, ketiga tersangka dijerat dengan Pasal 112 dan 114 UU narkotika dengan ancaman hukuman seumur hidup atau hukuman mati.

Sementara itu, Kasat Reserse Narkoba Polrestabes Medan AKBP Thommy Aruan mengatakan, dari hasil analisa dan alat komunikasi yang dipegang oleh tersangka, jaringan di atas ini merupakan jaringan Malaysia.

“Hal ini terbukti nomor yang dipakai menggunaka kode area negara Malaysia dan juga proses pendistribusiannya menggunakan sistem sel terputus. Ini masih jadi pengambangan kita, dengan melakukan analisis forensik terhadap HP dan CD-R para pelaku ini,” jelas Thommy.

Ia menuturkan, umumnya modus-modus produksi sabu dan ekstasi digeser ke wilayah Indonesia yakni di Tanjung Balai dan Asahan melalui kapal.

“Dari sana didistribusikan lagi melalui salah seorang yang dipercaya sebagai pemegang gudang yakni 19kg itu tadi,” bebernya.

Thommy menambahkan, jika berhasil menyebarkan sabu tersebut para kurir dijanjikan sejumlah uang sebesar Rp20juta.

“Namun saat ditangkap para tersangka belum meneima upah yang dijanjikan,” pungkasnya.

Reporter: Rasyid Hasibuan/R

Family Gathering PWI Sumut Banjir Hadiah, Ketua PWI Sumut Kritik Bupati Deli Serdang

0

mimbarumum.co.id – Acara Family Gathering PWI Sumut di Central Park Zoo Pancurbatu, Kamis (26/6) berlangsung meriah dan sukses, meski tanpa dihadiri Bupati Deli Serdang selaku penguasa Kabupaten Deli Serdang.

Di hadapan ribuan peserta, Ketua PWI Sumut H Farianda Putra Sinik SE kesal terhadap Bupati Deli Serdang Asri Ludin Tambunan, yang tidak komunikatif bahkan tidak berkenan berkomunikasi dan bersilaturahmi dengan PWI Sumut.

“Padahal, acara FG ini momen mendekatkan diri bermitra membangun Deli Serdang lebih baik ke depannya. Tetapi apa yang kita lihat saat ini, Bupati tidak hadir bahkan tertutup kepada kita,” kata Farianda.

Lalu Farianda juga melontarkan pertanyaan dari atas pentas kepada peserta FG dan berkata.

“Dengan tidak hadirnya dan ketidak pedulian tuan rumah (Red-Bupati Deli Serdang) di acara silaturahmi ini, bagaimana sikap kita?” tanya Farianda.

Spontan saja, kata-kata “Gass…” berkumandang dari wartawan-wartawan yang hadir, lalu Farianda pun mangamininya.

Namun, Farianda tetap mengingatkan anggotanya, saat menjalankan tugas jurnalistik, sebagai anggota PWI harus tetap bekerja profesional dan beretika.

“Tapi khusus Deli Serdang patut lebih kritis dan kupas tuntas,” tandasnya.

Sementara itu, Ketua PWI Pusat Henry CH Bangun dalam sambutannya menyampaikan acara FG PWI Sumut suatu perhelatan yang menakjubkan, dimana seribuan lebih para wartawan dan keluarganya bertemu bersilaturahmi dari berbagai penjuru.

“Acara seperti ini hanya ada di Sumut suatu kegiatan yang positif dan patut dicontoh. Lagi pula banyak interaksi, bahkan banyak mitra yang ikut berpartisipasi,” ujar CH Bangun.

Sedangkan Gubernur Sumut yang diwakili Plt Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Sumut Porman Juanda Mahulae mengatakan sangat menyambut baik acara FG untuk memperkokoh silaturahmi memotivasi kinerja wartawan lebih baik.

Wartawan PWI juga sangat diharapkan bekerjasama dengan Pemprovsu membangun Sumut demi mewujudkan kesejahteraan masyarakat.

“Kemajuan PWI adalah kemajuan Sumut. Acara FG ini dapat memupuk kebersamaan momen membangun kolaborasi Sumut berkah,” sebutnya.

Acara FG kali ini sangat meriah, dihadiri ribuan anggota PWI bersama keluarga dan para undangan, seluruh peserta larut dalam kegembiraan menikmati suasana rekreasi, terutama acara puncak dengan undian hadiah menarik lucky draw dengan hadiah utama 3 unit sepeda motor, pemenang hadiah 1 sepeda motor dari Ketua DPRD Sumut Erni Aryanti Sitorus, jatuh kepada Sofiyan (Wartawan Sumut Pos) 1 unit sepeda motor dari Anggota DPR RI Ade Zona Prasetyo, dimenangkan Iwan Guntara (Analisa) dan 1 unit sepeda motor dari Kapoldasu Irjen Pol Wisnu HF, dimenangkan Jasmarlin Tambunan (Medan Pos).

Pada kesempatan itu Farianda Putra Sinik bersama Ketua Panitia FG Sugiatmo menyampaikan terima kasih atas partisipasi dan dukungan dari Gubsu Bobby Afif Nasution, Kapoldasu Irjen Pol Wisnu HF, Ketua DPD Gerindra Sumut/Anggota DPR RI Ade Jona Prasetyo, Ketua DPRD Sumit Erni Aryanti Sitorus, Wakil Ketua DPRD Sumut Sutarto, Wakil Ketau DPRD Sumut Ricky Anthony, Ketua Fraksi Partai Nasdem DPRD Sumut Rahmansyah Sibarani, Walikota Medan Rico Tri Putra Bayu Waas, Ketua DPRD Medan Wong Cung Sen, Wakil Ketua DPRD Medan Zulkarnaen, Wakil Ketua DPRD Medan Hadi Suhendra, Wali Kota Tanjung Balai Mahyaruddin Salim, Ketua DPRD Tanjungbalai Tengku Eswin. Kapolres Tanjungbalai AKBP Yon Edi Winara.
Ketua Wushu Sumut Darsen Song, Ketua Wushu Medan Harianto. PT Inalum, Bank Sumut, BNCT, PDAM Tirtanadi, PTPN 1, PTPN 4, Asian Agri, Agin Court Resources, PT PLN, Fiesta, Bank Mestika, UMSU, PT Telkom, Telkomsel, PT Mestindo, Kualanamu Internasional Airport (KNIA), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sumut, PDAM Tirta Wampu, RS Bidadari Langkat, STOK Bina Guna, PT Pegadaian.

Reporter: R/Juli Trg

Resistensi Antimikroba Ancaman Tersembunyi

0

mimbarumum.co.id – Ancaman Resistensi antimikroba (AMR) menjadi bahawan dalam sebuah pelatihan bagi jurnalis di Medan belum lama ini.

Pelatihan itu diharapkan bisa menjadi perhatian bersama. Jadi kenyataan itu tidak hanya menjadi perhatian dunia medis, pemerintah, maupun swasta, tapi juga bagi kalangan jurnalis.

Jika masalah yang sudah puluhan tahun terjadi itu tak diantisipasi, resistensi antimikroba bisa terus berlangsung dan memicu masalah serius dalam dunia kesehatan.

AMR pada dasarnya bisa terjadi akibat penggunaan antibiotik yang salah dan tidak tepat. Akibatnya, sejumlah bakteri menjadi resisten (kebal). Sehingga saat seseorang terinfeksi bakteri resisten itu, tidak dapat lagi disembuhkan dengan antibiotik yang biasa dipergunakan.

Hal yang diungkapkan pemateri dalam pelatihan jurnalisme sains itu diharspkan dapat meningkatkan kepedulian dan pemahaman jurnalis terhadap bahaya AMR ini.

Pelatihan yang difasilitasi World Organisation for Animal Health (WOAH) melalui Uni Eropa di bawah Proyek Tripartit Regional AMR (FAO, WHO, dan WOAH) bekerja sama dengan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Medan.
Pada kesempatan itu dihadirkan Communication Officer ReAct Asia Pasifik, Vida A Parady, dia mengatakan, AMR terjadi ketika mikroorganisme seperti bakteri, virus, dan parasit menjadi kebal terhadap obat-obatan yang seharusnya membunuhnya. Kondisi ini membuat pengobatan infeksi menjadi tidak efektif dan membahayakan keselamatan pasien.

“Data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 mencatat Indonesia mengalami 133.800 kematian terkait AMR pada 2019. Jadi, yang mengkhawatirkan, 41 persen penggunaan antibiotik terjadi tanpa resep dokter,” ujar Vida.

Sedangkan, Guillaume Maltaverne dari World Organisation for Animal Health (WOAH) dalam paparannya menekankan pentingnya komunikasi risiko sebagai bagian dari strategi mitigasi AMR.

“AMR adalah pandemi senyap. Jika tidak ditangani serius, diperkirakan akan menyebabkan lebih banyak kematian dibandingkan kanker pada 2050,” kata Guillaume.

Drh. Liys Desmayanti dari Direktorat Kesehatan Hewan pun mengungkapkan, penggunaan antimikroba di sektor ini masih tinggi, terutama pada unggas dan ikan budidaya.

Disebutkannya, berbagai kebijakan telah diberlakukan untuk menekan penggunaan antibiotik, termasuk pelarangan growth promoter (AGP) dan penggunaan colistin. Rencana Aksi Nasional (RAN PRA) juga telah disusun hingga 2029 dengan target implementasi sistem Antimicrobial Stewardship (AMS) di 70 persen peternakan unggas komersial.

Sementara akademisi Dr Harry Parathon dalam paparannya bilang, resistensi terhadap bakteri seperti E. coli dan Klebsiella pneumoniae semakin tinggi. Akibatnya, pasien menghabiskan biaya lebih besar dan memiliki risiko kematian lebih tinggi.

“Audit nasional menunjukkan bahwa 77 persen resep antibiotik di Indonesia tidak sesuai dengan pedoman penggunaan,” kata Harry

Dari sisi lingkungan, pelatihan juga membahas surveilans air limbah yang menunjukkan keberadaan bakteri resisten seperti ESBL-producing E. coli dan CRPA.
Peneliti menemukan strain bakteri yang sama pada sampel klinis dan air sungai di sekitar rumah sakit, mengindikasikan transmisi dari fasilitas kesehatan ke lingkungan.

Bijaklah Pakai Antibiotik

Ada point penting yang tampak dalam pelatihan itu, yakni tingkat pengetahuan masyarakat secara global terhadap dampak negatif penggunaan antibiotik yang tidak tepat merupakan salah satu persoalan yang akan mengancam kelangsungan hidup manusia.

Sebab, penggunaan antibiotik secara sembarangan akan memicu resistensi atau kekebalan bakteri terhadap antibiotik.

“Ketika bakteri menjadi resisten terhadap antibiotik, maka kedepannya bakteri ini akan menjadi kebal dan tidak akan mati oleh antibiotik. Ini adalah ancaman nyata dalam dunia kesehatan,” kata dr Harry Parathon.

Dijelaskannya lebih jauh, penggunaan antibiotik memiliki tujuan untuk membunuh bakteri yang berpotensi menginfeksi tubuh makhluk hidup baik hewan maupun manusia. Akan tetapi, tidak semua penyakit membutuhkan antibiotik dalam penyembuhannya.

“Tidak semua penanganan medis ataupun penyembuhan penyakit harus menggunakan antibiotik. Dan jika harus menggunakannya, maka dokter yang meresepkannya sesuai takaran agar tepat sasaran,” ujarnya.

Akan tetapi, tingkat pengetahuan di masyarakat terkait penggunaan antibiotik yang rendah, membuat antibiotik sering digunakan tanpa resep dari dokter. Hal ini membuat antibiotik tersebut memicu resistensi atau kekebalan bakteri terhadap anti biotik.

“Dari hasil penelitian di Indonesia, tingkat penggunaan antibiotik yang tidak sesuai dengan kebutuhan masih sangat tinggi. Termasuk pada penyakit yang seharusnya tidak membutuhkan antibiotik. Ini yang perlu keterlibatan dari semua pihak untuk menyadarkan masyarakat, bahwa jika bakteri menjadi kebal, maka penyakit-penyakit infeksi akan sulit disembuhkan dan bisa berakibat pada kematian,” pungkasnya.

Data yang disampaikan para pemateri, menggambarkan kekebalan bakteri menjadi ancaman kesehatan manusia dan hewan. Hal ini berdampak pada mata pencaharian manusia terkait keamanan pangan.

Pada tahun 2019 lalu jumlah kematian akibat kekebalan bakteri sudah mencapai hampir 5 juta. Jumlah ini 3 kali lebih banyak dari total kematian yang berasosiasi dengan diabetes atau kanker paru-paru.

Sementara itu, Ketua AJI Medan Tonggo Simangunsong dalam paparannya, mengajak jurnalis melirik sains sebagai fokus liputannya. Menurut Tonggo, topik ini sangat penting dan penuh tantangan. Topik ini, sebut Tonggo akan terus berkembang di masa mendatang.

“Memang ada tantangan. Karena liputan sains memerlukan data dan narasumber yang banyak. Peliputannya tidak sekadar straight news tapi lebih mendalam,” kata Tonggo.

Diceritakannya, saat awal-awal pandemi covid-19 misalnya, jurnalis saat itu hanya menerima informasi dari satu pintu. Dari pengalaman itu, kata Tonggo, ke depannya sains harus menjadi daya tarik bagi jurnalis.

Seminar ini diikuti puluhan jurnalis di Sumatera Utara. Selain menghadirkan pembicara dari kalangan medis, semina ini juga diisi oleh pembicara dari pihak kementerian pertanian republik Indonesia, dan organisasi kesehatan dunia seperti World Health Organization (WHO) dan World Organization of Animal Health (WOAH).

Reporter: Rizanul Arifin

Pesimisme Hijrah: Antara Ritual dan Realitas yang Membeku

0

Setiap tahun, gema hijrah kerap kita suarakan. Sevagian masjid bersolek lampu hias, merangkai doa-doa menyambut tahun baru. Forum-forum keagamaan menggelar event demi meneguhkan semangat perubahan dari buruk menuju baik, dari gelap menuju terang. Namun benarkah kita sedang hijrah? Atau kita sekadar melakoninya sebagai rutinitas spiritual yang makin kehilangan makna?

Kita diajak merenungi momentum hijrah dengan harapan bisa menjemput perubahan dalam hidup pribadi, sosial, hingga berbangsa dan bernegara. Namun realitas memang tak pernah berdusta. Setelah dzikir akbar usai, kita tetap kembali ke kehidupan yang menyesakkan. Upah tak sebanding harga kebutuhan pokok dan emosipun nyaris  ke ubun ubun gegara PLN mengirim selembar ancaman pemutusan aliran listrik ke rumah. Belum lagi biaya pendidikan kian mahal mencekik, dan sakit menjadi momok karena tak terjangkau. Yang lebih menyakitkan adalah tatkala kita membanting tulang lebih keras, ternyata itu bukan untuk kemakmuran, tapi hanya sekadar untuk bertahan hidup dalam sistem yang makin tak peduli pada derita kita.

Di level kenegaraan, angka korupsi bukan malah makin berkurang, tapi justru meningkat tajam bak harga saham perusahaan yang terdampak efek positif. Ironisnya prestasi korupsi tak hanya menyentuh jumlah para pelakunya namun hingga meningkatkan nilai nominal yang mampu mereka sikat. Penegak hukum kian kehilangan wibawa. Aparat yang seharusnya menjadi penjaga moral bangsa justru berubah menjadi aktor utama dalam skandal kejahatan, dari narkoba hingga suap.

Sementara itu, politik tak lagi menjadi medan adu gagasan, tapi arena dagang sapi. Menjadi tempat loyalitas bisa dibeli, suara bisa dipesan, dan jabatan bisa dikapitalisasi. Pemilik modal berkuasa menentukan arah negara. Oligarki semakin pede menampakkan diri. Demokrasi hanya jadi panggung sandiwara lima tahunan yang berujung pada kekecewaan massal.

Kita menyaksikan generasi muda kita makin asing dengan nilai-nilai luhur. Hedonisme menjelma menjadi gaya hidup utama. Pragmatisme dan permisivisme jadi norma sosial baru. Adab pada guru dan orang tua menjadi langka, bahkan terasa usang. Di dunia digital, kata “keren” tak lagi bermakna kebaikan, tapi viral, meski itu bertentangan dengan moral.

Lantas, apa arti hijrah dalam sistem yang mengarahkan manusia untuk menjauh dari kebaikan? Bukankah hijrah adalah transformasi total dari sistem jahiliah menuju sistem ilahiah? Jika sistem itu sendiri justru menjerumuskan manusia ke jurang kehancuran moral dan sosial, mungkinkah kita benar-benar berhijrah?

Prof. Mahfud MD pernah berujar, “Malaikat pun bisa menjadi setan ketika masuk ke dalam sistem ini.” Ungkapan ini bukan hiperbola, tetapi cermin dari kenyataan. Kita pernah punya pemimpin yang dikenal religius, santun, dan rendah hati. Tapi akhirnya dia ikut terseret dalam arus kotor korupsi. Bukan karena kurang iman, tapi karena sistemnya yang memang melanggengkan dosa sebagai mata rantai kekuasaan.

Inilah sistem yang menipu. Sistem yang membuat orang baik kehilangan arah, dan orang jahat makin berjaya. Sistem yang melabeli dirinya demokratis tapi sebenarnya oligarkis. Sistem yang menyebut dirinya berpihak pada rakyat, tapi kenyataannya menciptakan jurang kemiskinan yang makin menganga lebar. Maka jangan heran jika semangat hijrah makin pudar, sebab tak ada tempat yang benar-benar bisa dituju untuk berubah kecuali sekadar memindahkan tubuh, bukan hati dan akal.

Sesungguhnya, hijrah Rasulullah Saw bukan sekadar perpindahan fisik dari Makkah ke Madinah. Itu adalah simbol perombakan total peradaban  (dari kekacauan menuju keteraturan, dari kezaliman menuju keadilan, dari sistem batil menuju sistem Islam yang rahmatan lil ‘alamin). Maka, selama sistem yang kita jalani hari ini tetap anti terhadap nilai-nilai ketauhidan, keadilan, dan keberpihakan pada kaum lemah, maka hijrah hanya akan menjadi wacana yang retoris  penuh seremoni, tapi kosong aksi.

Pada hakikatnya, kita butuh lebih dari sekadar memperingati hijrah. Kita butuh menggugat sistem yang membuat hijrah menjadi mustahil. Kita butuh kesadaran kolektif untuk tidak hanya mengevaluasi diri, tapi juga berani mengevaluasi arah bangsa. Kita butuh keberanian untuk tidak hanya berhijrah secara personal, tapi juga secara struktural. Karena peradaban tak akan pernah berubah hanya dengan zikir dan air mata, tapi dengan tekad, ilmu, dan keberanian melawan arus kemapanan yang menyesatkan.

Jika tidak, maka tahun depan, dan tahun-tahun berikutnya, kita akan kembali duduk dalam majelis peringatan hijrah dengan hati yang semakin pesimis dan jiwa yang semakin letih. Dan hijrah akan tinggal sebagai nostalgia sejarah, bukan sebagai arah masa depan.

 

 

HUT ke-435 Kota Medan, KSM Gelar Pesta Seni Medan #2

mimbarumum.co.id – Konsorsium Seniman Medan (KSM) bersama Pemerintah Kota (Pemko) Medan kembali menggelar Pesta Seni Medan (PESAN). Edisi kali ini sekaligus memeriahkan Hari Jadi ke-435 Kota Medan, pada 1–5 Juli 2025, di Taman Budaya Medan (TBM), Jalan Perintis Kemerdekaan No. 33, Medan.

Wali Kota Medan, Rico Tri Putra Bayu Waas, menyatakan dukungan penuhnya terhadap kegiatan ini dan berharap masyarakat tidak hanya menjadi penonton, tetapi turut aktif berpartisipasi dalam PESAN #2. “Acara ini harus menjadi pengalaman langsung bagi masyarakat. Dengan keterlibatan aktif, masyarakat akan lebih menghargai dan mencintai seni,” ujarnya saat menerima audiensi panitia PESAN di Kantor Wali Kota Medan, beberapa waktu lalu.

Merespon hal tersebut, Koordinator KSM, Afrion, menegaskan bahwa PESAN tahun ini mengusung tema “Merawat Keberagaman Kota” dengan melibatkan masyarakat luas dalam setiap rangkaian kegiatan. “Sesuai arahan Bapak Wali Kota, kami melibatkan langsung masyarakat dalam seluruh kegiatan. Mulai dari lomba-lomba seni hingga pertunjukan lintas budaya,” katanya, Jumat (27/6/2025).

Menurutnya, pelibatan ini mencakup berbagai disiplin seni seperti seni rupa, sastra, musik, film dan tari, sebagai wujud nyata keberagaman Kota Medan. “PESAN #2 bukan hanya ajang ekspresi seniman. Masyarakat umum juga dilibatkan dalam berbagai lomba seni, dari tingkat TK, SD, hingga SMA. Semua lapisan punya ruang berpartisipasi,” tuturnya.

Afrion juga menjelaskan bahwa PESAN #2 merupakan bagian penting dari program tahunan Medan Culture Fest 2025, yang telah diluncurkan sejak awal tahun dan melibatkan lebih dari 200 seniman sepanjang tahun. “Karena ini pesta, jadi kita ingin merayakan HUT Kota Medan dengan keberagaman lewat seni dan budaya,” katanya.

Berikut Rangkaian Kegiatan PESAN #2:

Hari Pertama:
• Lomba Baca Puisi (tingkat SMP & SMA)
• Tari Pembukaan oleh Nusantara Jaya Production ” Let’ s Go To PESAN”
• Pertunjukan Gabungan PESAN “Merawat Keneragaman Kota”
• Pameran Lukisan oleh Seniman Non-Pelukis
• Ruang Buku (Darmaila, Obelia, Komunitas Kata-Kata, Laboratorium Sastra, Serumpun Literasi Keliling, RKI)
• Pembacaan & Musikalisasi Puisi oleh Penyair Medan

Hari Kedua:
• Lomba Monolog Remaja
• Pertunjukan Teater “Kita Lelang Hari Ini” oleh REPSAS
• Diskusi Teater
• Monolog “Fadla”
• Pertunjukan Teater oleh Siswa SMA
• Drama Musikal oleh Sanggar Sungai Deli (SASUDE)

Hari Ketiga:
• Perayaan Keberagaman Film oleh Medan Film Festival & PARSI
• Diskusi Film
• Lomba Akting
• Pertunjukan Rakyat: Ketoprak Dor & Pertunjukan Bangsawan

Hari Keempat:
• Workshop Zapin Menjelang Maghrib
• Eksebisi Kostum oleh 30 Sanggar Tari
• Pertunjukan Penciptaan Tari sebanyak 4 Kelompok

Hari Kelima:
• Diskusi Seni & Ekonomi Kreatif: Medan dan Kota-Kota ASEAN
•Pertunjukan Musik SKAReg gaeDUB
• Pertunjukan Musik Sekolah Alam
• Lomba Mewarnai dan Menggambar (TK & SD)
• D’JAVU Band
• Penyerahan Hadiah Lomba
• Penutupan PESAN #2

• Suyadi San

Komitmen cegah Narkoba, Pelindo Regional 1 Terima Penghargaan BNN

0

mimbarumum.co.id – PT Pelindo Regional 1 kembali mencatatkan prestasi membanggakan dengan meraih Penghargaan Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika (P4GN) dari Badan Narkotika Nasional (BNN) Pusat. Penghargaan ini diberikan sebagai bentuk apresiasi atas komitmen dan dukungan aktif Pelindo Regional 1 dalam upaya mewujudkan lingkungan kerja yang bersih dari narkoba.

Penghargaan tersebut diserahkan langsung oleh Ketua BNN Pusat dalam acara peringatan Hari Anti Narkotika Internasional (HANI) Tahun 2025 yang digelar di Jakarta, dan diterima oleh perwakilan manajemen Pelindo Regional 1 Helmi selaku Manager SDM Regional 1.

Manager SDM PT Pelindo Regional 1, Helmi, menyampaikan rasa syukur dan bangga atas penghargaan yang diterima. “Kami berterima kasih kepada BNN Pusat atas apresiasi ini. Penghargaan ini merupakan hasil dari komitmen perusahaan untuk mendukung program nasional P4GN serta membangun budaya kerja yang sehat, produktif, dan bebas narkoba,” ujarnya.

Sejak beberapa tahun terakhir, Pelindo Regional 1 secara aktif melaksanakan berbagai program pencegahan narkoba di lingkungan kerjanya, seperti sosialisasi bahaya narkoba, tes urin berkala bagi karyawan, serta menjalin kerja sama strategis dengan BNN dalam pelatihan dan penyuluhan.

Dengan diraihnya penghargaan ini, Pelindo Regional 1 berkomitmen untuk terus memperkuat peran serta aktif dalam mendukung program P4GN demi menciptakan lingkungan kerja yang aman, sehat, dan berkinerja tinggi.

“Pelindo Regional 1 bukan hanya fokus pada pelayanan jasa kepelabuhanan, namun juga berperan dalam pembangunan karakter SDM yang tangguh dan bebas dari penyalahgunaan narkoba,” tutup Helmi.

Reporter : Siti Amelia

Hijrah Bukan Sekadar Simbol : Menemukan Hakikat Perubahan di Zaman Sekarang

0

Oleh: Muhibbullah Azfa Manik*

Hijrah dalam sejarah Islam bukan perjalanan biasa. Ia bukan sekadar migrasi fisik Nabi Muhammad SAW dari Mekkah ke Madinah, tetapi transformasi total dari masyarakat tertindas menjadi masyarakat merdeka. Dari tekanan menuju kebebasan. Dari keyakinan terpendam menjadi peradaban yang tumbuh.

Namun hari ini, makna hijrah tak jarang menyempit. Ia tereduksi menjadi gaya busana, jargon media sosial, atau simbol-simbol identitas baru. Ada semacam euforia “berhijrah” yang kadang terjebak pada kulit luar: mengenakan gamis, memanjangkan janggut, menghadiri kajian viral, lalu merasa lebih saleh dari yang lain. Apakah ini makna hijrah yang sejati?

Hijrah, dalam hakikatnya, adalah pergeseran nilai. Ia adalah proses sadar dan berani untuk meninggalkan kondisi yang stagnan, kelam, atau batil, menuju sesuatu yang lebih baik, lebih benar, dan lebih bermakna. Nabi sendiri bersabda dalam hadis yang populer: *”Al-muhajir man hajara maa naha Allah ‘anhu”* – orang yang berhijrah adalah yang meninggalkan apa yang dilarang Allah. Sebuah definisi yang jauh melampaui urusan geografis atau estetika semata.

Di tengah dunia yang serba cepat, digital, dan gaduh seperti sekarang, hijrah menemukan konteksnya sendiri. Ia bisa berarti keluar dari lingkaran toksik media sosial, dari ketergantungan algoritma yang memperkeruh hati, menuju ruang digital yang lebih sehat, produktif, dan menentramkan. Hijrah bisa pula berarti berani meninggalkan pekerjaan yang menggerus integritas, demi pekerjaan yang lebih halal, meski tak selalu menjanjikan gemerlap materi.

Hijrah juga bisa mengambil bentuk yang lebih sosial. Seorang birokrat yang mulai meninggalkan praktik koruptif demi tata kelola yang bersih. Seorang dosen yang menolak praktik plagiarisme dan lebih memilih menulis jujur meski lambat naik pangkat. Seorang pemuda yang memilih untuk tidak mengejek minoritas demi viralitas konten.

Bahkan dalam konteks kebangsaan, semangat hijrah semestinya hidup dalam setiap upaya perbaikan. Ketika negeri ini masih sibuk memperdebatkan simbol dan kulit, sementara substansi seperti keadilan sosial dan pemerataan ekonomi justru terpinggirkan, kita butuh hijrah—dari perdebatan semu menuju kerja nyata.

Namun tentu saja, hijrah bukan jalan mulus. Nabi Muhammad butuh strategi, kesiapan mental, dan dukungan komunitas untuk bisa hijrah secara sukses. Di masa sekarang, orang yang ingin berhijrah secara hakiki juga harus siap dengan tantangan. Godaan untuk kembali ke zona nyaman, cibiran dari sekitar, bahkan rasa kehilangan dari apa yang ditinggalkan—semua itu adalah bagian dari jalan hijrah.

Yang paling penting, hijrah sejati tidak pernah selesai hanya pada awal. Ia adalah proses panjang yang menuntut konsistensi dan pembaruan niat. Karena itu, memperingati 1 Muharram bukanlah merayakan romantika masa lalu. Ia justru menjadi momentum untuk mengevaluasi: sudahkah kita meninggalkan keburukan-keburukan yang lama? Sudahkah kita lebih jujur, lebih adil, lebih peduli terhadap sesama?

Hijrah di zaman ini bukan lagi soal berpindah kota, tapi berpindah sikap. Dari abai menjadi peduli. Dari lalai menjadi sadar. Dari diam menjadi aktif. Dari pasif menjadi kreatif. Maka barangkali, kita harus berhenti merayakan tahun baru Hijriah hanya dengan doa dan dekorasi, dan mulai menjadikannya pemantik revolusi batin.

Kita tak perlu menunggu panggung besar untuk berhijrah. Bahkan niat meninggalkan kebiasaan buruk, memaafkan kesalahan lama, atau bangun lebih pagi untuk shalat subuh—itu pun bagian dari hijrah. Sebab hijrah sejati bukan tentang ke mana kita pindah, tapi tentang siapa yang kita jadi setelahnya.

Selamat tahun baru Hijriah. Selamat berhijrah, dalam arti yang paling jujur.

*Penulis adalah Dosen Universitas Bung Hatta

Polsek Tanjung Beringin Ziarah ke Makam Raja Bedagai, Lestarikan Sejarah Lokal

0

mimbarumum.co.id – Dalam rangka menyambut Hari Ulang Tahun (HUT) Bhayangkara ke-79, jajaran Kepolisian Sektor (Polsek) Tanjung Beringin menunjukkan kepedulian yang mendalam terhadap sejarah dan budaya lokal serta wujud penghormatan terhadap para leluhur.

Wakapolsek Tanjung Beringin, IPDA Brimen Sihotang, bersama dengan personel Polsek Tanjung Beringin, Bripka Syafruddin, melaksanakan ziarah ke makam Kerajaan Bedagai di kompleks Masjid Jamik Ismailiyah Desa Pekan Tanjung Beringin, Serdang Bedagai, Sumatera utara, Kamis (26/6/2025).

Masjid Jamik Ismailiyah, yang hingga kini masih kokoh berdiri di Tanjung Beringin, Serdang Bedagai, simbol napas keislaman dan warisan budaya yang terus hidup sejak 1880.

Fokus ziarah ini adalah makam H. Tengkoe Ismail, yang bergelar Raja Soeloeng Laut. Beliau dikenal sebagai Raja Pertama Kerajaan Bedagai dan merupakan putra dari Soeltan Deli Oesman. Makam beliau bersama keluarganya terletak di area sekitar masjid yang menjadi saksi bisu perjalanan panjang sejarah Bedagai.

Kegiatan ini turut didampingi oleh Kepala Desa Pekan Tanjung Beringin, Ir. Indra Syahputra. Kehadiran beliau menunjukkan sinergi yang kuat antara aparat kepolisian dan pemerintahan desa dalam menjaga keharmonisan dan melestarikan warisan budaya.

“Kegiatan ziarah ini adalah bentuk kepedulian kami dari Polsek Tanjung Beringin terhadap sejarah dan kearifan lokal. Dengan momen HUT Bhayangkara ke-79 ini, kami ingin tidak hanya bertugas menjaga keamanan dan ketertiban, tetapi juga menjadi bagian dari masyarakat yang menghargai sejarah, menghormati para leluhur, dan mempererat tali silaturahmi,” ujar IPDA Brimen Sihotang.

Lebih lanjut, ziarah ini menjadi pengingat bagi seluruh anggota kepolisian akan pentingnya nilai-nilai historis dan kekeluargaan yang telah dibangun oleh para pendahulu. Dengan mengenal dan menghargai akar sejarah, diharapkan para personil dapat semakin dekat dengan masyarakat dan menjalankan tugasnya dengan jiwa pengabdian yang lebih humanis.

Kepala Desa Pekan Tanjung Beringin, Indra Syahputra, menyambut baik inisiatif ini.

“Kami sangat mengapresiasi kegiatan yang dilakukan oleh Polsek Tanjung Beringin. Ini adalah langkah yang sangat positif untuk menanamkan rasa kebersamaan dan kecintaan terhadap sejarah lokal di kalangan generasi muda, termasuk para aparat penegak hukum,” tuturnya.

Sebelumnya, Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai (Sergai) melakukan pendataan serta pendaftaran Objek Diduga Cagar Budaya (ODCB) tahun 2025 di Desa Pekan Tanjung Beringin, Kecamatan Tanjung Beringin.

Ketua Tim Pendaftaran ODCB Disparbudpora Sergai, Martina Silaban, menjelaskan bahwa pendataan ini dilaksanakan sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2022 tentang Registrasi Nasional Cagar Budaya.

“Kami melakukan identifikasi dan observasi awal terhadap delapan objek di Desa Pekan Tanjung Beringin. Selanjutnya akan dilakukan kajian mendalam dan penelitian sebagai dasar penetapan resmi,” jelas Martina.

Pangeran Nara Klana Kerajaan Bedagai, Tengku Ahmad Syafi’i, mendukung penuh upaya ini.

“Saya berharap peninggalan leluhur kita dapat segera ditetapkan menjadi Cagar Budaya, agar anak cucu kita tetap bisa mengenal dan merasakan kekayaan budaya Bedagai. Saya juga mendukung rencana pembangunan replika Istana Bedagai sebagai bentuk pelestarian sejarah,” tuturnya.

Senada dengan itu, Camat Tanjung Beringin, Nur Chinta Defi Tambunan, dan Kepala Desa Pekan Tanjung Beringin, Ir. Indra Syahputra, menyatakan apresiasi dan komitmennya mendukung penuh program pelestarian Cagar Budaya Kerajaan Bedagai ini.

Adapun delapan objek yang didata sebagai ODCB yaitu: Masjid Jamik Ismailiyah, Makam Raja Tengku Ismail Sulung Laut, Makam Tengku Rahmat (anak dari Raja Tengku Ismail), Makam Raja Bedagai Kedua, Makam Datuk Setia, Rumah Kerapatan Kerajaan Bedagai (kini rumah dinas Camat Tanjung Beringin), Meriam peninggalan Kerajaan Bedagai, dan Struktur atau puing bekas Istana Kerajaan Bedagai.

Reporter: Jafar Sidik

Melawan Peradilan Sesat

0

Oleh: Eka Putra Zakran, S.H., M.H

KELUARNYA Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan Nomor: 122/G/2024/PTUN.MDN tertanggal 17 Februari 2025 dinilai janggal, keliru, sesat dan mesesatkan. Betapa tidak, isi putusan tersebut sangat janggal, aneh dan tidak objektif, bahkan mengenyampingkan rasa keadilan hukum sebagaimana yang diamanatkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sehingga penulis berkesimpulan bahwa peradilan tersebut merupakan putusan peradilan yang sesat, karena pertimbangan hukumnya mengandung sejumlah kekeliruan yang nyata.

Argumentasi ini bukan tidak beralasan, hakim judex factie (Pengadilan Tata Usaha Negara Medan) dinilai telah nyata-nyata mengeluarkan putusan yang keliru, yang mana sejatinya putusan tersebut tidak pernah ada atau dengan kata lain hakim seyogiya mengeluarkan putusan NO (niet ontvankelijke verklaard) adalah amar putusan yang menyatakan bahwa gugatan tidak dapat diterima karena adanya cacat formil dalam gugatan. Artinya, gugatan tersebut tidak memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan dalam prosedur peradilan.

Namun kenyataannya, Majelis Hakim dalam perkara aquo diantaranya: FATIMAH NUR NASUTION (Hakim Ketua), ANDI HENDRA DWI BAYU PUTRA dan AZZAHRAWI (Hakim Anggota) justru berpendapat sebaliknya, dengan mengabulkan gugatan Penggugat, yang notabene gugatan tersebut telah menyalahi kompetensi (kewenangan) dari sudut yurisdiksi absolut mengadili suatu badan peradilan atau dengan kata lain hakim judex factie dapat juga disebut melampawi batas kewenangannya.

Keberadaan peradilan perdata bertujuan untuk menyelesaikan sengketa yang timbul di antara anggota masyarakat. Sengketa yang terjadi tentu saja beragam, mulai dari masalah yang berkenaan dengan pengingkaran atau pemecahan perjanjian (breach of contract), perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad), sengketa hak milik (property right), perceraian, pailit, penyalahgunaan wewenang oleh penguasa yang merugikan pihak tertentu dan lain sebagainya.

M. Yahya Harahap (2016: 181) mengatakan, timbulnya sengketa-sengketa tersebut dihubungkan dengan keberadaan peradilan perdata, menimbulkan permasalahan kekuasaan mengadili, yang disebut yurisdiksi (jurisdiction) atau kompetensi maupun kewenangan mengadili, yaitu peradilan yang berwenang mengadili sengketa tertentu sesuai dengan ketentuan yang digariskan oleh peraturan perundang-undangan.

Permasalahan kekuasaaan atau yurisdiksi mengadili timbul disebabkan oleh berbagai faktor, seperti faktor instansi peradilan yang membedakan eksistensi antara peradilan banding dan kasasi sebagai peradilan yang lebih tinggi (superior court) berhadapan dengan peradilan tingkat pertama (inferior court). Faktor ini dengan sendirinya menimbulkan masalah kewenangan mengadili secara instansional. Artinya, perkara yang menjadi kewenangan yang lebih rendah, tidak dapat diajukan langsung kepada peradilan yang lebih tinggi.

Hal ini juga bermakna bahwa sengketa yang seharusnya diselesaikan lebih dahulu oleh peradilan tingkat pertama, tidak dapat diajukan langsung kepada peradilan tingkat banding atau kasasi dan sebaliknya, apa yang menjadi kewenangan peradilan yang lebih tinggi, tidak dapat dimintakan penyelesaiannya kepada peradilan yang lebih rendah.

Di samping itu, ada juga faktor perbedaan atau pembagian yurisdiksi berdasarkan lingkungan peradilan, yang melahirkan kekuasaan atau kewenangan absolut bagi masing-masing lingkungan peradilan yang disebut juga dengan atribusi kekuasaan (attributive competentie, attributive jurisdiction).

Selain perbedaan lingkungan, ditambah lagi dengan faktor kewenangan khusus (specific jurisdiction) yang diberikan undang-undang kepada badan extra judicial, seperti Arbitrase atau mahkamah pelayaran. Bahkan masalah yurisdiksi ini dapat juga timbul dalam satu lingkungan peradilan, disebabkan faktor wilayah (locality) yang membatasi kewenangan masing-masing pengadilan dalam lingkungan wilayah hukum atau daerah hukum tertentu, yang disebut kewenagan relatif atau distribusi kekuasaan (distributive jurisdiction).

Oleh karenanya, permasalahan menyangkut yurisdiksi mengadili ini merupakan syarat formil keabsahan suatu gugatan. Kekeliruan dalam mengajukan suatu gugatan kepada lingkungan peradilan atau pengadilan yang tidak berwenang, mengakibatkan gugatan tersebut salah alamat, sehingga tidak sah dan dinyatakan tidak dapat diterima atas alasan gugatan yang diajukan tidak termasuk yurisdiksi absolut atau relatif dari badan peradilan yang bersangkutan.

Kekuasaan Absolut Mengadili

Ditinjau dari kekuasaan absolut atau yurisdiksi absolut mengadili, maka kedudukan judex factie PTUN Medan berarti kewenangannya dalam hal memeriksa, mengadili dan menyelesaikan sengketa tata usaha negara ditingkat pertama. Dalam Pasal 1 angka 4 UU Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara dikatakan bahwa sengketa tata usaha negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara antara orang atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat tata usaha negara, baik di pusat maupun di daearah, sebagi akibat dikeluarkannya keputusan tata usaha negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Sedangkan dalam Pasal 5 dinyatakan, bahwa gugatan adalah permohonan yang berisi tuntutan terhadap Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dan duajukan ke pegadilan untuk mendapatkan putusan.

Kekuasaan Relatif Mengadili

Ditinjau dari kekuasaan relatif atau yurisdiksi relatif mengadili, maka kedudukan judex factie PTUN Medan berarti kewenangannya dalam hal memeriksa, memutus dan mengadili suatu perkara sesuai dengan batas wilayah hukumnya. Kekuasaan ini menentukan posisi PTUN Medan atau PTUN mana yang dapat atau berwenang untuk memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa tata usaha negara tersebut.

Berangkat dari dua yurisdiksi di atas, terkait dengan kewenangan memutus perkara Nomor: 122/G/2024/PTUN.MDN berdasarkan kompetensi absolut mengadili, jelas PTUN Medan tidak berwenang dalam memeriksa, memutus dan/ atau menyelesaikan gugatan tersebut. Sebab sengketa dipermasalahkan adalah sengketa yang merupakan yurisdiksi yang melekat pada Badan Peradilan Agama, yaitu masalah sah atau tidak sahnya pencatatan pernikahan antara Muhammad Bairi Indra bin H. Abdul Malik dengan Rubiati binti Sulaiman, sebagaimana tercantum dalam Kutipan Akta Nikah Nomor: 274/72/IV/2006, tanggal 09-04-2023. Hal ini mengingat, bahwa pembatalan perkawinan secara tegas diatur dalam ketentuan UU Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan. Pasal 27 ayat (2) dan ayat (3) UU tersebut menyatakan: (2) Seorang suami atau istri dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan apabila pada waktu berlangsungnya perkawinan terjadi salah sangka mengenai diri suami atau istri; dan (3) Apabila ancaman telah berhenti, atau yang bersalah sangka itu menyadari keadaannya, dan dalam jangka waktu 6 (enam) bulan setelah itu masih tetap hidup sebagai suami istri, dan tidak mempergunakan haknya untuk mengajukan permohonan pembatalan, maka haknya gugur.

Oleh karena itu, putusan judex factie (Pengadilan Tata Usaha Negara Medan) dalam gugatan tersebut yang menyatakan, mengadili: Dalam Pokok Perkara menyatakan eksepsi Tergugat dan Tergugat-II Intervensi tidak dapat diterima. Kemudian:

1) Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya;

2) Menyatakan batal Kutipan Akta Nikah Nomor: 274/72/V/2006 antara Muhammad Bairi Indra bin H. Abdul Malik dengan R Binti S, tanggal 09-04-2013;

3) Mewajibkan Tergugat untuk mencabut Kutipan Akta Nikah Nomor: 274/72/2006 antara Muhammad Bairi Indra bin H. Abdul Malik dengan R Binti S tanggal 09-04-2013; dan

4) Menghukum Tergugat dan Tergugat II Intervensi secara tanggung renteng untuk membayar biaya perkara sebesar Rp639.500 (enam ratus tiga puluh sembilan ribu lima ratus rupiah) adalah putusan peradilan yang janggal, keliru, sesat dan menyesatkan, karena melampaui batas kewenangan atau yurisdiksi absolut yang telah ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan undang-undangan yang berlaku.

Selain itu, merujuk kepada Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor 638K/Sip/1969 secara tegas dinyatakan bahwa putusan yang tidak lengkap atau kurang cukup, dapat dipertimbangkan menjadi alasan untuk kasasi, dan putusan yang demikan harus dibatalkan. Kemudian putusan MA Nomor 67K/Sip/1972 mengandung kaidah hukum judex factie tidak memberikan alasan atau pertimbangan yang cukup (onvoldoende gemotiveerd), sehingga putusan judex factie PTUN Medan dan PT TUN Medan wajib dibatalkan.

Istilah onvoeldiando gemotiveerd sendiri berasal dari bahasa Belanda, dalam bahasa Inggris disebut insuffcient judgement, yang sering dugunakan dalam putusan MA untuk menyebut, jika hakim tingkat pertama dan tingkat banding dinilai tidak cukup pertimbangan hukumnya. Atau dalam putusan MA Nomor 1992K/Pdt./2000 memakai atau menggunakan frasa, putusan tidak sempurna.

Penulis adalah Ketua Umum DPP Advokat Negarawan Indonesia
(DPP ADNI) 2022-2027