mimbarumum.co.id – Putusan Pengadilan Agama Medan Kelas I-A dengan Nomor : 1842/Pdt.G/2024/PA.Mdn yang jatuh pada tanggal 20 November 2024 terkait perkara harta bersama, menuai kritik tajam dari penggugat, Ervina Afnita Sitompul (37). Ia merasa prosesnya penuh dengan kejanggalan.
Ervina, warga Jalan Kuali, Medan, menilai bahwa salinan putusan yang baru diterima pada 25 November 2024 tidak mencerminkan keadilan dan banyak bagian yang dianggap tidak masuk akal.
“Putusan diumumkan pada 20 November, tetapi salinan putusannya baru keluar lima hari setelahnya, pada 25 November. Begitu saya baca, saya langsung merasa ada yang janggal,” ujar Ervina saat ditemui di Pengadilan Agama Medan, Selasa (26/11/2024).
Ervina menambahkan, meskipun telah berusaha berkomunikasi langsung dengan bagian pengadilan Agama untuk meminta klarifikasi, upayanya tidak membuahkan hasil.
Katanya, Pengadilan hanya merespons dengan mengarahkan agar dia membuat surat tertulis ke bagian Humas Pengadilan untuk memperjelas gugatan yang dianggap kabur namun setelah surat tersebut dibuat pihak Humas dari Pengadilan Agama belum juga dapat di jumpai hingga saat ini.
“Bila dalam dua minggu saya tidak mengajukan banding, maka kesempatan itu akan gugur. Tapi untuk mengajukan banding, saya membutuhkan penjelasan yang jelas tentang keputusan ini,” lanjutnya.
Salah satu isu utama dalam kasus ini adalah sengketa pembelian rumah yang melibatkan tanah yang telah diblokir oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN). Ervina mengungkapkan bahwa meski sudah meminta agar BPN memblokir tanah tersebut.
“Dari BPN saya sudah mendapat surat pemblokiran. Dalam persidangan, tergugat membawa sertifikat asli tanah tersebut, namun hakim tidak melakukan pemeriksaan lebih lanjut meskipun kami sudah meminta secara lisan dan membuat permohonan secara tertulis untuk melakukan sidang lapangan/Desente,” terang Ervina dengan nada kecewa.
Dalam persidangan tersebut, yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Dra. Hj. Samiah, sebenarnya telah disinggung soal pemeriksaan objek sengketa di luar gedung pengadilan untuk memastikan letak, luas, dan batas tanah yang menjadi sengketa. Namun, Ervina menyayangkan bahwa permintaan untuk memeriksa sertifikat asli dan melakukan sidang lapangan/Desente tidak dipenuhi oleh hakim.
“Pada saat itu, hakim bertanya apakah kami meminta ‘Desente’ atau tidak. Saya jawab, saya minta ‘Desente’, namun permintaan itu tidak ditindaklanjuti oleh hakim. Ini yang saya rasa tidak wajar,” tegas Ervina.
Dengan segala ketidakpuasan terhadap proses yang berjalan, Ervina berharap agar keadilan dapat ditegakkan dalam kasusnya, terutama dalam hal pemeriksaan yang lebih mendalam terhadap bukti-bukti yang ada. Kini, ia tengah mempersiapkan diri untuk mengajukan upaya hukum lainnya dalam waktu yang telah ditentukan.
Reporter: Jafar Sidik