Pertanggungjawaban “Cacat” BOS 2020 Belum Jelas, Maladministrasi atau Korupsi?

Berita Terkait

mimbarumum.co.id – Meski sudah mendekati dua tahun sejak Desember 2020, namun “nasib” pertanggungjawaban pemanfaatan dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) reguler senilai Rp864,8 juta (persisnya Rp864.875.311) yang “cacat administrasi” di 12 SMAN dan SMKN di Sumut, belum juga jelas, apakah sekedar maladministrasi atau justru perbuatan korupsi.

SLTA (sekolah lanjutan tingkat atas) negeri di Sumatera Utara, kini berada di bawah tanggungjawab Gubernur Edy Rahmayadi, setelah sebelumnya pernah di bawah bupati/walikota.

Secara teknis, operasional SLTA negeri tersebut berada di bawah kendali Dinas Pendidikan, dari 2017 hingga pertengahan 2020 Kadisdik-nya dijabat Arsyad Lubis.

TEMUAN

- Advertisement -

Sebuah dokumen terpercaya, Minggu (11/9) kemarin, menyingkap “cacat adminidtrasi” pemanfaatan dana BOS itu sebagai temuan atau hasil pemeriksaan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) Wilayah Sumut pimpinan Eydu Oktain Panjaitan SE MM Ak CA, 28 Desember 2020.

Cacat pertama, meliputi pemanfaatan dana BOS yang tak didukung bukti pertanggungjawaban sama sekali senilai Rp337,3 juta (persisnya Rp337.324.275) di SMAN 2 Tarutung, Tapanuli Utara, dan SMAN 2 Pangururan, Samosir.

Kemudian, cacat kedua, pengeluaran dana BOS yang tak didukung bukti pertanggungjawaban lengkap sebesar Rp527,5 (Rp527.551.036) di 10 SMAN dan SMKN, salah satunya SMAN 2 Medan.

Selebihnya meliputi: SMAN 1 Lubukpakam, SMAN 2 Tanjungmorawa, dan SMKN 1 Patumbak (ketiganya di Deliserdang), SMAN 2 Pangururan dan SMKN 1 Palipi (Samosir), SMAN 4 Tebingtinggi, SMAN 2 Tebingtinggi, dan SMKN 1 Tebingtinggi, serta SMAN 1 Siantar Narumonda Balige (Toba).

Dana BOS yang “cacat” itu, bagian dari keseluruhan dana BOS 2020 untuk Sumut sebesar Rp391,1 miliar (Rp391.126.750.000). Terhadap LHP (laporan hasil pemeriksaan) Kepatuhan 28 Desember 2020, itu, Gubernur Edy Rahmayadi pun sudah menyatakan “bertanggungjawab menindaklanjuti atas temuan-temuan dalam pemeriksaan kepatuhan” dalam surat resmi, Desember 2020.

Hanya, hingga kini –seperti digambarkan dalam teras liputan khas ini– menjelang dua tahun setelah penerbitan LHP, belum pernah ada secuil pun informasi atau publikasi resmi, baik dari pihak Pemprovsu maupun BPK Sumut, mengenai apakah “cacat” tersebut sudah diselesaikan mengikuti mekanisme baku, atau belum.

Makanisme bakunya, pihak Pemprovsu –dalam hal ini Disdiksu– dalam waktu 60 hari setelah LHP terbit, berkewajiban memenuhi kekurangan dokumen pendukung pemakaian dana BOS, atau mengembalikan dana yang tak terpertanggungjawabkan ke kas pemerintah.

Bila tak dipenuhi karena memiliki “aroma korupsi”, maka tindaklanjut penyelesaiannya melalui mekanisme hukum. Tenggat waktunya 60 hari sejak 28 Desember 2020, dan itu jatuh pada 28 Februari 2021.

RINCIAN

Laporan sangat valid tersebut merinci, uji petik dilakukan di 12 sekolah, di enam kabupaten/kota. Kategori pertama, pengeluaran dana BOS yang sama sekali “bodong” alias tak didukung bukti pertanggungjawaban senilai Rp337,3 juta, ditemukan di SMAN 2 Terutung dan SMAN 2 Pangururan.

Di SMAN 2 Tarutung, dana BOS sebesar Rp830,5 juta lebih ditarik tunai dari rekening sekolah. Berdasarkan pemeriksaan diketahui bendahara sekolah justru belum membuat Buku Kas Umum. Dan, bukti-bukti pertanggungjawaban penggunaan dana BOS hanya ada untuk sebesar nilai Rp597,4 juta, sehingga ditemukan pengeluaran tanpa bukti pertanggungjawaban sebesar Rp233,1 juta.

Di SMAN 2 Pangururan, modusnya juga sama, dari dana BOS yang diterima sebesar Rp300 juta, bukti pertanggungjawaban pemanfaatannya hanya untuk senilai Rp195,8 juta. Artinya sebesar Rp104,2 juta tanpa bukti pertanggungjawaban. Kategori kedua, pemanfaatan dana BOS senilai Rp527.551.036, tak lengkap buktinya di 10 SMAN dan SMKN.

Kebanyakan kegiatan, ialah biaya konsumsi plus pembiayaan lainnya. Sekolah-sekolah yang mengeluarkan biaya konsumsi untuk berbagai kegiatan, tetapi tak lengkap bukti-buktinya, meliputi: SMAN 2 Medan senilai Rp28,6 juta tanpa daftar hadir; SMKN 1 Patumbak senilai Rp25,5 juta; SMAN 1 Lubukpakam senilai Rp29.336.550; dan SMAN 2 Tanjungmorawa sebesar Rp119.695.000 (untuk konsumsi dan
honor-honor).

Selanjutnya, SMAN 1 Siantar Narumonda Balige sebesar Rp13 juta; SMKN 1 Palipi Samosir sebesar Rp16,7 juta; SMAN 2 Pangururan senilai Rp12.505.000; SMKN 1 Tebingtinggi sebesar Rp72,2 juta; SMAN 4 Tebingtinggi sebesar Rp33,2 juta; dan SMAN 2 Tebingtinggi terdapat selisih pengadaan konsumsi dengan jumlah peserta kegiatan sebesar Rp47,6 juta, dan transport guru ekstrakurikuler dari luar sekolah sebesar Rp128,8 juta.

Hingga Sabtu kemarin dulu, tidak segera dapat dikonfirmasi tindaklanjut kasus “cacat bin cacat” ini, termasuk dari Kadisdik Sumut yang bari dilantik Sumatera Edy Rahmayadi, Senin 11/7/2022, Asren Nasution.

Laporan : Tim Litbang KMU

Tinggalkan Balasan

- Advertisement -

Berita Pilihan

LIPPSU Akan Bentuk Koperasi Mandiri untuk Bantu Korban TPPO

mimbarumum.co.id - Direktur Eksekutif Lembaga Independen Pemerhati Pembangunan Sumut (LIPPSU) Azhari AM Sinik menegaskan, pihaknya siap membantu korban Tindak...