Medan, Mimbar – Pemerintah Kabupaten Simalungun berdalih bahwa penghentian beasiswa kuliah untuk Arnita Rodelina Turnip di Institut Pertanian Bogor (IPB) karena sulitnya menghubungi gadis itu maupun keluarganya untuk keperluan transfer dana.
Pernyataan itu muncul saat dilakukan pertemuan antara Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Simalungun, Resman Saragih dengan keluarga Arnita yang diwakili sang ibu, Lisnawati Damanik, di Medan, Selasa, (31/7/2018) lalu. Resman mengaku lega karena kendala komunikasi selama ini sudah terselesaikan.
“Hasil pertemuan, untuk beberapa hari ke depan, untuk diaktifkan kembali BUD untuk berkuliah di IPB,” kata Resman kepada wartawan usai bertemu Lisnawati.
Setelah pertemuan, Dinas akan berkoordinasi dengan IPB agar Arnita bisa diterima lagi berkuliah di kampus itu. Tentu saja dengan beasiswa penuh, yakni Arnita mendapatkan dana sebesar Rp20 juta per semester.Dia juga berjanji segera menyampaikan hasil pertemuan kepada Bupati JR Saragih. Sebab sang bupatilah yang terus mendesaknya agar secepatnya membereskan masalah beasiswa Arnita.
Resman juga menepis pemberitaan beberapa media massa yang menyebut kasus yang dialami Arnita karena kebijakan Dinas Pendidikan bermotif suku, agama, ras dan antargolongan (SARA). Dia berterus terang telah menyampaikan itu juga kepada Ombudsman sebagai klarifikasinya mewakili Pemerintah Kabupaten.
“Saya perlu klarifikasi, untuk pemutusan BUD atas nama Arnita Rodelina Turnip di IPB, tidak ada unsur mengandung SARA,” Resman menegaskan.
Terpisah, Institut Pertanian Bogor turut berbicara tentang ramai kabar seorang mahasiswinya berhenti kuliah, gara-gara beasiswanya disetop oleh pemerintah tempatnya tinggal, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara. Penghentian beasiswa itu diduga, karena si mahasiswi pindah agama.
Berdasarkan siaran pers IPB yang diterima VIVA pada Selasa 31 Juli 2018, IPB membenarkan bahwa pada awal September 2016 telah menerima menerima surat pemberitahuan dari Dinas Pendidikan Kabupaten Simalungun. Isinya, pemerintah daerah itu menyatakan tidak lagi memberi dana kepada lima mahasiswa dari kabupaten itu, karena di antaranya alasan drop out.
“Sementara, salah satu mahasiswa yang juga dihentikan beasiswanya adalah Arnita Rodelina Turnip, namun tidak disebutkan alasannya,” dikutip dari siaran pers itu.
IPB, melalui Dr Ibnul Qayim sebagai Ketua Tim Bidang Beasiswa Utusan Daerah IPB, kemudian membalas surat dari Pemerintah Simalungun dan menyarankan agar pemerintah daerah itu tidak menghentikan beasiswa untuk Arnita.
“Sebagai pertimbangan adalah sesuai dengan Surat Perjanjian Kerjasama (SPK) antara IPB dan Pemkab Simalungun Tahun 2015, di mana jangka waktu pelaksanaan pemberian beasiswa adalah dimungkinkan sampai sembilan semester, dan nilai Arnita Turnip pada tahun pertama cukup bagus yaitu 2.71,”
Alasan Etika
Sedangkan Lisnawati, ibunda seorang mahasiswi Institut Pertanian Bogor yang berhenti kuliah karena beasiswanya disetop gara-gara pindah agama, bertekad tak akan berhenti berjuang sampai hak anaknya dikembalikan.Dia mengaku telah menuntut penjelasan kepada pemerintah setempat namun tak ada jawaban yang memadai.
Akhirnya dia memutuskan mengadukan hal yang dialami putrinya, Arnita Rodelina Turnip, kepada Ombudsman RI Perwakilan Sumatera Utara.Saat ditemui di kantor Ombudsman Sumatera Utara di Medan pada Selasa, Lisnawati menceritakan semua yang dialami putrinya. Mula-mula dia menuturkan bahwa Arnita memang anak yang pandai dan berprestasi serta sering meraih rangking terbaik di sekolahnya.
Pada 2015, Arnita menerima beasiswa yang disebut Beasiswa Utusan Daerah (BUD) dari pemerintah daerah tempat dia tinggal, Kabupaten Simalungun. Dia terpilih untuk kuliah di Fakultas Kehutanan IPB dan dilepas berangkat ke Bogor oleh Sekretaris Daerah Kabupaten Simalungun pada 7 Agutus 2015.
Arnita memutuskan memeluk Islam saat dia baru menjalani semester pertama kuliah, tepatnya pada 21 September 2015. Tak lama setelah itu, saat sudah memasuki semester kedua, datang surat pemberitahuan yang menyatakan bahwa namanya dicoret dari peserta BUD, yang berarti uang beasiswanya disetop.
Arnita tak sanggup membayar sendiri biaya kuliah yang sebesar Rp11 juta per semester sejak semester kedua hingga keempat. Otoritas IPB pun akhirnya memberhentikan status kemahasiswaan Arnita.
Lisnawati, sang ibu yang tetap memeluk Kristen, awalnya kaget dengan pilihan putri sulungnya itu meski akhirnya menghormati keyakinan Arnita. Tetapi dia tak habis pikir alasan beasiswa Arnita disetop, padahal putrinya tak melanggar apa pun, tidak menyalahgunakan narkoba, bahkan nilai akademiknya cukup baik.
“Alasan dia mualaf dapat hidayah; terpanggil masuk Islam. Semester kedua, tidak dapat BUD dan dikeluarkan (sebagai peserta) BUD. Semester ketiga tidak ada biaya BUD dan semester empat dikeluarkan dari IPB,” ujar Lisnawati.”Kenapa dikeluarkan dari BUD? Anak saya tidak (menyalahgunakan) narkoba, nilai per kuliahnya baik dan tidak di-DO (drop out). Di sini saya perjuangkan dia,” katanya, menambahkan.
Lisnawati telah menanyakan ihwal itu kepada Dinas Pendidikan Kabupaten Simalungun. Namun jawabannya amat normatif, yaitu masalah anggaran dan etika. Dia mencoba mengklarifikasi alasan “etika” itu bermakna gara-gara pindah agama atau maksud lain. Tetapi tak ada jawaban.
“Dijawab soal anggaran dan etika. Kenapa (untuk mahasiswa) yang lain keluar dana BUD, dan anak saya tidak. Etika, karena anak saya masuk Islam? Tidak dijawab juga,” ujarnya.(vn)