Pagi Medan!
Pagi ini entah kenapa awak jadi teringat kisah yang pernah awak baca, saat itu dikisahkan tentang pidato si Bung Besar tangal 17 Agustus 1964.
Pidato si Bung Besar berjudul “Tahun Vivere Pericoloso” atau yang lebih dikenal dengan akronim “Tavip”. Soekarno selaku Presiden Republik Indonesia kala itu mengungkapkan tiga paradigma yang akan mampu membangkitkan Indonesia menjadi negara yang besar, baik secara politik maupun ekonomi dari cengkraman Tavip
Konsep itu kemudian dikenal dengan “Trisakti” atau tiga kekuatan yang berfungsi sebagai kesaktian bangsa, yaitu Berdaulat dalam politik, Berdiri di Atas Kaki Sendiri (Berdikari) dalam ekonomi, dan Berkepribadian dalam kebudayaan.
Terkait dengan “Berdikari”, awak kok ngebayangkan kalok Bung Karno dah bisa memperkirakan dan mengingatkan kita betapa bangsa ini akan menjadi perhatian dan percaturan kepentingan antar bangsa yang kuat dan perlu sumber daya. Baik itu Sumber Daya Alam (SDA)-nya maupun Sumber Daya Manusia (SDM)-nya.
Zaman berlalu, era berganti. Vivere pericoloso yang berarti “hidup penuh bahaya” saat ini seakan dihadapan. SDA dan SDM anak negeri masih belum sinkron, beberapa sendi ekonomi masih tampak didominasi asing.
Bahkan ada anasir-anasir yang awak tengok ada elit-elit anak negeri mulai bergantung dan mengekor pada platform kepentingan asing denga lagu globalisasi. Ngeriiii, hal ini agak aneh awak rasa.
Sementara, dari pemberitaaan yang ada, tak sikeet laaa anak negeri yang punya posisi dan nilai tawar di negeri orang.
Dengan melihat realitas ini, maka awak rasa, ini laaaa sebab Bung Karno, pada waktu itu mengemukakan bahwa penting sekali bagi bangsa Indonesia untuk Berdikari, kalau tidak maka Vivere Pericoloso.
Sekarang arah itu semakin terlihat awak di keriuhan media sosial. Anak bangsa seakan tercerabut dari akarnya. Sendi-sendi kehidupan berbangsa keknya makin longgar, sopansantun dan dialektika rontok, caci maki dan saling bunuh karakter jadi lumrah demi posisi.
Hal itu menurut awak dah jauh dari Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, juga udah lari dari semangat persatuan, apalagi semangat Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawatan apalagi untuk sendi Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat. Untungnya, sebagian kita masih memegang sendi Ketuhanan
Melihat itu, awak rasa sudah perlu pemikiran serius untuk mendudukkan kembali semangat si Bung Besar, yang kebetulan tanggal dan bulan lahirnya sama persis sama awak. Terutama semangat dalam mengatur perekonomian demi kesejahteraan rakyat.
Baca Juga :
Tiang Ini Milik Siapa?Â
Mahfud : Demokrasi Stagnan, Ada yang Ingin Merendahkannya Lagi
Awak gak jauh-jauh berharap, di tengah pergulatan politik yang kian terpengaruh kepentingan, Oligarki, Plutokrasi dan Demagog. Setidaknya saat sebagian masyarakat dah post truht, atau bergeser budaya politiknya dengan perdebatan yang lebih mengutamakan emosi dan keluar dari inti kebijakan, kampong ini bisa kembali ke kithah pendiri negeri.
Yaa, sekurangnya kampong ini aja laaa dulu yang bisa punya pemimpin yang Berdikari. Bahkan jika perlu tidak bergantung pada platform partai politik yang belum bisa menawarkan figur itu .
Awak rasa dah perlu kali laaa kita mencari pemimpin yang bisa membawa masyarakatnya Berdikari, berdiri di atas kaki sendiri; tidak bergantung pada bantuan orang lain atau mandiri itu. Kata anak zaman now, Independen, kadang diringkas indie, dapat berarti ‘bebas’, ‘merdeka’, ‘berdiri sendiri’, ‘swadaya’, ‘swakarsa’, atau ‘swakarya’ dari ketergantungan, apa lagi tergantung. Walau gantungannya itu keluarga dekat seperti ayah maupun mertua.
Dalam politik, sepenertian awak, seorang independen atau politikus non-partai adalah seseorang yang tidak berafiliasi dengan partai politik manapun.
Para independen bisa saja memiliki sudut pandang sentris antara partai-partai politik besar tersebut, namun sudut pandang yang lebih ekstrem daripada partai besar apapun, atau sudut pandang berdasarkan masalah yang dirasa tidak diperhatikan partai besar apapun.
Politikus independen lainnya dikaitkan dengan suatu partai politik dan mungkin merupakan mantan anggotanya, tetapi memilih untuk tidak berdiri di bawah nama partai tersebut.
Kategori ketiga independen adalah orang-orang yang berpihak kepada atau mendukung suatu partai politik, tetapi yakin bahwa mereka tidak harus mewakili partai secara formal dan menjadi subjek dari kebijakannya.
Awak yakeeen laaa, orang-orang independen lebih suka melakukan segala sesuatunya sendiri karena merasa masih mampun mengerjakannya tanpa bantuan pihak lain. Mereka biasanya berpendirian teguh dan tidak mudah dipengaruhi oleh kata-kata orang lain.
Mereka yang independen lebih suka berteman dengan orang-orang yang sepemikiran dengan mereka sehingga umumnya orang-orang independen temannya tidak banyak. Seseorang yang independen biasanya pintar berbicara dan mempengaruhi orang lain sehingga cocok sebagai motivator apalagi pemimpin karena memiliki kemampuan dalam mengatasi masalah/tantangan hidup dan sabar dalam menghadapinya.
Awak yakeen juga, orang-orang independen memiliki empati yang tinggi terhadap orang lain karena mereka mengerti bagaimana perasaan orang lainmakanya mereka berani menyampaikan pendapat mereka kepada orang lain, walaupun pendapatnya berbeda dengan orang lain. Cocok klen rasa?