Oleh : Nugi Lahuddini Pulungan
Mahasiswa KPI UIN Sumut
Fenomena perpecahan umat di zaman kiwari ini sedemikian banyak. Bukan hanya karena tidak adanya ilmu dan orang yang menuntut ilmu atau sulitnya mendapatkan wasilah mendapatkan ilmu. Namun tampaknya karena ilmu tersebut hilang barokahnya. Bisa jadi disebabkan karena mengambilnya tidak dari sumber aslinya atau tidak dengan manhaj para ulama. Mungkin juga banyaknya dan mudahnya sarana mendapatkan ilmu dan informasi membuat kita semua tergesa-gesa dan mencukupkan hanya dengan sarana tersebut tanpa melihat para ulama pewaris Nabi.
Persatuan Islam atau disebut juga sebagai Ukhwah Islamiyah menurut Imam Hasan Al-Banna merupakan ketertarikan hati dan jiwa satu sama lain dengan ikatan aqidah. Ukhuwah Islamiyah merupakan satu dari tiga unsur kekuatan yang menjadi karakteristik masyarakat Islam di zaman Rasul, yang pertama kekuatan iman dan aqidah, kedua kekuatan ukhuwah dan ikatan hati, dan ketiga kekuatan kepemimpinan dan senjata.
Kata ukhwah sendiri bermakna persaudaraan, kata ini sering disambungkan dengan kata Islamiyah dan menjadi kata Ukhwah Islamiyah. Dengan ini memperjelas pengertiannya bahwa persaudaraan tersebut dibangun atas dasar prinsip Islam yang mempunyai kesamaan iman, akidah, jalan hidup serta tujuan yang mengikat pada diri setiap mukmin.
Lalu bagaimana dengan persatuan umat Islam hari ini ? Persatuan umat Islam hari ini sudah berpecah jika dilihat dari permasalahan yang terjadi di Palestina yang diakibatkan oleh masalah pemikiran yang berakhir dengan permasalahan fisik.
Hari ini umat Islam terbelenggu oleh pemikiran-pemikiran yang masuk ke dalam diri umat Islam yang membuat umat ini berpecah karena saling berbeda paham. Salah satu diantaranya akibat Ghazwul Fikri atau perang pemikiran dikutip dari buku Ghirah dan Tantangan Terhadap Islam karangan Hamka. Ghazwul Fikri ialah suatu tehnik propaganda hebat, melalui segala jalan, baik kasar atau halus, baik secara kebudayaan atau secara ilmiah, agar cara dunia Islam berfikir berubah dari pangkalan agamanya dan dengan tidak disadarinya dia berfikir bahwa jalan benar satu-satunya supaya orang Islam maju, ialah meninggalkan fikiran Islam.
Pemilu 2024 adalah momen penting di mana masyarakat berpartisipasi untuk memilih pemimpin dan wakilnya. Pembelahan ummat bisa terjadi karena perbedaan pandangan politik, ideologi, atau isu-isu tertentu. Penting untuk memahami dan menghormati perbedaan tersebut dalam proses demokrasi.
Pembelahan ummat dalam pemilu dapat mencakup perpecahan masyarakat berdasarkan suku, agama, ras, atau klaim-klaim politik yang intens. Faktor-faktor ini dapat memperkuat polarisasi dan menghambat dialog konstruktif. Penting untuk mempromosikan pemahaman dan respek terhadap keragaman pandangan serta mencari solusi bersama guna membangun kesatuan dalam kerangka demokrasi.
Pemilihan umum (pemilu) merupakan momen yang menentukan dalam kehidupan demokrasi sebuah negara. Pada tahun 2024, Indonesia akan menghadapi salah satu pemilu yang penuh tantangan dan harapan. Meskipun pemilu adalah cara untuk mengekspresikan kehendak rakyat, namun seringkali juga menjadi cermin pembelahan umat yang kompleks.
Pertama-tama, perlu dipahami bahwa pembelahan umat dalam konteks pemilu tidak hanya bersifat politik, tetapi juga melibatkan aspek-aspek seperti suku, agama, ras, dan klaim politik yang intens. Ini menciptakan lanskap politik yang rumit dan seringkali mempersulit upaya mencapai kesatuan dalam masyarakat.
Salah satu faktor utama yang memicu pembelahan umat adalah perbedaan pandangan politik. Pemilu sering menjadi ajang dimana partai politik bersaing untuk memenangkan dukungan masyarakat, dan dalam prosesnya, retorika politik yang tajam dapat memperkuat perpecahan.
Kedalaman perbedaan antar partai dan kandidat dapat menciptakan kesan bahwa pilihan politik bukan sekadar perbedaan pendapat, melainkan suatu bentuk identitas yang memisahkan satu kelompok dari kelompok lainnya.
Selain itu, aspek suku, agama, dan ras juga menjadi elemen penting dalam pemahaman pembelahan umat. Pemilu sering kali mencerminkan dinamika keberagaman masyarakat, namun bisa juga menjadi sumber ketegangan jika dimanfaatkan secara negatif. Pergulatan politik yang mencoba memanfaatkan perbedaan suku, agama, atau ras untuk mencapai kepentingan tertentu dapat merusak keharmonisan sosial dan menyulitkan proses penyatuan setelah pemilu berakhir.
Demikian pula, klaim politik yang intens dapat memberikan kontribusi signifikan terhadap pembelahan umat. Isu-isu kritis seperti hak asasi manusia, ekonomi, dan lingkungan sering menjadi titik fokus dalam kampanye politik. Namun, pendekatan yang ekstrem atau manipulatif terhadap isu-isu ini dapat memicu ketegangan di antara kelompok masyarakat yang memiliki pandangan berbeda.
Dalam menghadapi tantangan ini, penting untuk menciptakan ruang dialog yang konstruktif. Masyarakat perlu didorong untuk berpartisipasi dalam diskusi yang menghormati perbedaan pendapat dan mencari solusi bersama. Pendidikan politik yang efektif juga dapat membantu mengurangi ketidakpahaman dan menyediakan dasar pengetahuan yang lebih baik bagi pemilih.
Selain itu, media massa memainkan peran sentral dalam membentuk persepsi masyarakat terhadap pemilu. Kode etik jurnalistik yang kuat perlu diterapkan untuk memastikan bahwa pemberitaan tidak memihak dan menghormati prinsip keadilan. Media sosial, yang memiliki pengaruh besar dalam menyebarkan informasi, juga perlu diawasi dengan cermat untuk mencegah penyebaran berita palsu atau narasi yang merugikan.
Penting untuk diakui bahwa pemilu tidak hanya tentang menang atau kalah, tetapi juga tentang membangun kembali kesatuan setelah proses demokrasi berakhir. Setelah pemilu, pemimpin terpilih memiliki tanggung jawab untuk menyatukan masyarakat dan bekerja menuju kesejahteraan bersama. Reformasi politik dan pembaharuan sistem juga dapat menjadi langkah penting dalam mengatasi akar penyebab pembelahan umat.
Pemilu 2024 menawarkan peluang untuk refleksi mendalam tentang dinamika demokrasi di Indonesia. Melalui pendekatan yang inklusif dan berbasis dialog, masyarakat dapat mengatasi pembelahan umat dan membangun fondasi yang lebih kuat untuk masa depan yang lebih bersatu. Hanya dengan menghargai perbedaan dan bekerja bersama, kita dapat mencapai masyarakat yang adil, damai, dan berkelanjutan.
Dalam menghadapi pemilu 2024, perjalanan demokrasi Indonesia menemui tantangan-tantangan signifikan yang memerlukan kepemimpinan yang bijaksana dan partisipasi masyarakat yang berpikiran terbuka. Pembelahan umat yang mungkin muncul dalam proses ini membutuhkan kesadaran kolektif akan pentingnya menyatukan perbedaan, membangun dialog yang bermakna, dan merajut kembali kebersamaan.
Pemilu bukanlah akhir dari perjalanan demokrasi, melainkan awal dari periode penyatuan dan pembangunan bersama. Setelah kotak suara tertutup, tanggung jawab pemimpin terpilih untuk menciptakan lingkungan yang inklusif dan mendorong keterlibatan semua warga negara dalam pembangunan negara.
Penting bagi kita semua untuk merenung tentang nilai-nilai demokrasi, menghargai perbedaan, dan memastikan bahwa pemilu menjadi landasan untuk membangun masyarakat yang adil dan harmonis. Dengan bersama-sama menjaga semangat kebersamaan, kita dapat membentuk masa depan yang lebih baik untuk generasi mendatang.