mimbarumum.co.id – Tim kuasa hukum Kompol Ramli Sembiring dari Law Office & Advokat Irwansyah Nasution and Partners membantah kliennya ditangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atau tim gabungan Polri.
“Kami menegaskan bahwa klien kami datang secara sukarela ke Gedung TNCC Divpropam Polri pada 2 Desember 2024 atas undangan klarifikasi, bukan karena ditangkap dalam OTT,” tegas Irwansyah Nasution selaku kuasa hukum Kompol Ramli Sembiring di Medan, Sabtu (22/3/2025).
Pihaknya menilai dalam penyidikan yang dilakukan Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipikor) Polri terhadap Kompol Ramli Sembiring merupakan mantan PS Kabagbinopsnal Ditreskrimum Polda Sumut, banyak kejanggalan.
“Kami menilai dalam proses hukum sejak awal penyidikan, baik di Propam Polri maupun di Kortas Tipidkor, klien kami mengalami perlakuan tidak adil,” ujarnya.
Ia menyebut, pihaknya sangat menghormati institusi Polri dan mendukung upaya penegakan hukum khususnya pemberantasan korupsi di Indonesia.
“Namun, proses penegakan hukum yang sesuai dengan hukum formil yang diatur didalam KUHAP, bukan sebaliknya,” ungkapnya.
Salah satu di antaranya, tutur Irwansyah, terkait informasi yang tidak benar dan tidak sesuai fakta yang telah disampaikan pihak Polri kepada rekan-rekan jurnalis.
“Dimana disebutkan klien kami ditangkap oleh Tim Paminal Mabes Polri. Bahwa klien kami tidak pernah ditangkap atau di OTT oleh KPK atau Tim Gabungan KPK dan Polri seperti yang disampaikan atau diberitakan oleh beberapa media,” sebutnya.
Namun faktanya, lanjut Nasution, Ramli Sembiring yang sebelumnya menjabat sebagai PS Kasubdit Tipidkor Polda Sumut, ditahan setelah menghadiri undangan klarifikasi di Divisi Propam Polri.
“Klien kami tidak pernah ditangkap dalam OTT oleh KPK maupun tim gabungan. Pada 2 Desember 2024, beliau datang ke Gedung TNCC lantai 7 Divpropam Polri untuk memenuhi undangan klarifikasi,” tegasnya.
Namun setelah itu, ucap Irwansyah, kliennya langsung ditahan selama 81 hari oleh Divisi Propam tanpa dasar hukum yang jelas.
“Dari total 81 hari masa tahanan tersebut, klien kami ditahan selama 60 hari di dalam sel tanpa alasan yang sah, kemudian menjalani 21 hari penahanan khusus (patsus) di Rowaprof Divisi Propam Mabes Polri,” bilangnya.
Selain menolak tuduhan OTT, kuasa hukum juga membantah klaim bahwa kliennya memiliki barang bukti uang hasil pemerasan senilai Rp 4,7 miliar dan Rp 431 juta.
Pihaknya menegaskan bahwa tuduhan ini tidak berdasar dan hanya menciptakan opini negatif terhadap kliennya.
“Klien kami tidak pernah ditangkap dengan barang bukti uang, dan uang tersebut juga bukan dari pihak Kepala Sekolah. Uang yang disebut-sebut sebagai hasil pemerasan sebenarnya merupakan hasil dari panen ladang perkebunan miliknya,” terang Irwansyah.
Pihaknya juga mempertanyakan proses penggeledahan yang dilakukan terhadap kendaraan yang diduga milik Ramli Sembiring di sebuah bengkel di Medan.
“Penggeledahan ini disebut sebagai dasar penyitaan uang Rp431 juta, tetapi tindakan tersebut cacat hukum karena tidak disaksikan oleh keluarga atau pihak klien kami,” imbuhnya.
Irwansyah juga menyoroti beberapa kejanggalan dalam penyidikan kasus ini.
Pihaknya mengungkap bahwa laporan polisi terhadap Ramli Sembiring baru dibuat pada 3 Februari 2025 dengan nomor laporan LP/A/4/II/2025/SPKT.DITTIDKOR/BARESKRIM POLRI. dan langsung naik ke tingkat Penyidikan pada 4 Februari 2025.
Menurutnya, proses penyidikan yang begitu cepat tanpa melalui tahapan penyelidikan yang memadai menimbulkan dugaan bahwa ada intervensi dari pihak tertentu.
“Kami melihat ada indikasi kuat bahwa penyidikan ini dipaksakan dan tidak profesional. Klien kami dituduh melakukan pemerasan terkait dana DAK di Dinas Pendidikan Sumut, tetapi belum ada bukti kuat yang mendukung tuduhan tersebut, satu hari langsung naik Sidik. Ini bukan OTT,” urai Irwansyah.
Atas hal itu, pihaknya melakukan upaya hukum dengan mengajukan gugatan praperadilan terhadap penyidikan dan penetapan tersangka Ramli Sembiring di Pengadilan Negeri Medan dengan nomor perkara 17/Pid.Pra/2025/PN Medan.
“Kami menilai penetapan tersangka terhadap klien kami cacat hukum dan meminta majelis hakim untuk membatalkannya,” sebutnya.
Selain itu, pihaknya juga tengah menggugat keputusan Pemberhentian Dengan Tidak Hormat (PTDH) yang dikeluarkan Divisi Propam Mabes Polri dalam sidang Komisi Kode Etik Polri pada 28 Februari 2025.
Irwansyah menegaskan bahwa sebelumnya Ramli Sembiring telah menerima surat keputusan pensiun dengan hormat per 1 Maret 2025, sehingga keputusan PTDH dianggap tidak sah.
Lebih lanjut, pihaknya juga akan mengajukan gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) terhadap Kapolri dan jajaran atas dugaan pelanggaran hak asasi manusia terhadap Ramli Sembiring, yang telah ditahan selama 81 hari tanpa dasar hukum yang jelas.
Pihaknya juga mengkritik Polri yang memberikan keterangan pers ke media tanpa ada putusan hukum yang berkekuatan hukum tetap atau inkrah.
Sebab, kata dia, kliennya yang dituduh melakukan pemerasan atau meminta fee proyek dengan nilai 4,7 M terhadap SMKN se-Sumut dalam pengelolaan Dana DAK Dinas Pendidikan, tidaklah benar.
Menurut dia, tuduhan tersebut merupakan opini sesat untuk membuat klien kami Ramli Sembiring hina bahkan terpuruk di mata publik.
“Kami meminta kepada pejabat Polri untuk fokus pada penyidikan dan semua pihak menunggu hasil persidangan sebelum menyebarkan informasi yang berpotensi mencemarkan nama baik klien kami,” tukas Irwansyah.
Reporter : Jepri Zebua