Beranda blog Halaman 24

Bom Waktu Baru? Krisis Agraria Mengintai di Balik Tanah Eks HGU

0

Menteri ATR/BPN Nusron Wahid dalam kunjungannya ke Medan, Sumatera Utara beberapa waktu lalu mengumumkan bahwa tanah eks HGU milik PTPN kini berstatus tanah negara bebas. Ini membawa dua sisi mata uang: angin segar untuk reforma agraria, sekaligus awan gelap potensi konflik agraria yang mengintai.

Secara teori, tanah negara memberi peluang untuk redistribusi lahan yang lebih adil kepada rakyat. Namun, praktik di lapangan menunjukkan persoalan yang jauh lebih kompleks.

Siapa Menguasai?

Di Sumatera Utara, tercatat ada 5.873 hektare lahan eks HGU PTPN II yang kini berstatus tanah negara bebas. Lahan ini tersebar di Deliserdang seluas 3.366 hektare, di Langkat: seluas 1.210 hektare dan di Kota Binjai: seluas 1.057 hektare

Namun faktanya, banyak dari lahan tersebut telah dikuasai oleh individu, kelompok, ormas, mafia tanah, hingga korporasi besar.

Kondisi di lapangan menunjukkan saling klaim hak atas tanah yang sama, bahkan tumpang tindih kepemilikan. Ketika status hukum belum tuntas, tapi penguasaan fisik telah terjadi, maka konflik horizontal tak bisa dihindari.

Potensi konflik bisa terjadi antara warga desa vs ormas besar, petani kecil penggarap  vs pengusaha,  antar kelompok masyarakat sipil, bahkan bisa terjadi antar ormas.

Jika Reforma Agraria Tak Transparan

Jika distribusi tanah dilakukan tanpa mekanisme yang ketat, transparan, dan akuntabel, maka negara bisa menciptakan bom waktu sosial.

Terlebih lagi, distribusi tanah bisa menjadi alat transaksi politik elektoral, apalagi jika ada keterlibatan aktor politik dan oknum birokrasi yang menyalahgunakan wewenang.

Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) No. 5 Tahun 1960 telah dengan tegas menyatakan bahwa tanah adalah untuk kemakmuran rakyat sebesar-besarnya. Namun implementasi di lapangan kerap tersandera kepentingan kekuasaan dan ekonomi-politik.

Pemerintah tidak cukup hanya membagikan tanah. Ia harus hadir sebagai penjamin keadilan agraria dan kepastian hukum.

Untuk meminimalisir konflik dan memperbaiki kepercayaan publik, pemerintah harus melakukan audit tanah nasional, terutama tanah eks-HGU, untuk mengidentifikasi siapa yang menguasai dan atas dasar apa

Pemerintah juga harus membuka peta konflik dan tumpang tindih lahan secara publik agar dapat diuji secara sosial dan hukum.

Terpenting juga pemerintah segera membentuk badan independen yang melibatkan masyarakat sipil, akademisi, dan organisasi petani untuk mengawal distribusi lahan-lahan eks HGU tersebut. .

Prioritaskan Penggarap, Bukan Pemodal

Seyogyabta Pemerintah harus memprioritaskan penggarap tanah yang produktif dan bertanggung jawab, bukan mereka yang hanya bermodal besar atau memiliki kedekatan politik.

Distribusi tanah tak boleh menjadi alat transaksi kekuasaan, melainkan langkah nyata menuju keadilan sosial dan ekonomi.

Tanah seharusnya menjadi sumber kehidupan, kedaulatan, dan keadilan sosial, bukan pemicu konflik dan ketimpangan baru.

Pemerintah masih punya kesempatan untuk membuktikan bahwa reforma agraria bukan sekadar jargon, tapi komitmen nyata yang berpihak pada rakyat kecil dan petani.

Kritik BLU di Kampus Negeri: Antara Otonomi dan Komersialisasi Pendidikan

0

Oleh: Muhibbullah Azfa Manik

Di atas kertas, konsep Badan Layanan Umum (BLU) adalah satu dari sedikit terobosan reformasi birokrasi yang patut dibanggakan. Ia lahir dari semangat untuk mempercepat layanan publik tanpa terjebak belenggu administrasi negara yang kaku. Kampus negeri, rumah sakit, pelabuhan, hingga lembaga riset—semuanya diberikan ruang untuk lebih lincah dalam mengelola pendapatan dan belanja mereka sendiri.

Dalam bahasa undang-undang, BLU adalah satuan kerja pemerintah yang diberi fleksibilitas pengelolaan keuangan demi pelayanan publik yang efisien. Bukan korporasi pencari untung, tapi juga bukan birokrasi yang pasrah pada APBN.

Namun, seperti banyak kebijakan baik di negeri ini, penerapannya tak selalu semulus rumus di atas kertas. Di banyak kampus negeri yang berstatus BLU, kebebasan mengelola dana masyarakat sering kali justru menimbulkan tanda tanya: siapa yang sebenarnya dilayani? Mahasiswa, atau mesin administrasi kampus yang makin ekspansif?

Ambil contoh tarif kuliah. Skema Uang Kuliah Tunggal (UKT) digadang sebagai bentuk keadilan sosial—mereka yang mampu membayar lebih, mereka yang kurang mampu diberi subsidi silang. Tapi dalam praktiknya, UKT kerap menjadi sumber kebingungan. Orang tua mahasiswa geleng kepala, mengapa kenaikan UKT tidak disertai transparansi komponen biaya pokok pendidikan. Mahasiswa protes, tapi sering dijawab dengan kalimat dingin: “Kami BLU, kami harus mandiri.”

Kata “mandiri” itu, dalam banyak kasus, telah direduksi jadi dalih menaikkan tarif tanpa perlu berunding. Di sinilah misi publik mulai kabur, digantikan mental dagang yang membungkus diri dengan jargon efisiensi.

Padahal, jika merujuk pada amanat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, serta PP Nomor 23 Tahun 2005, BLU sejatinya dituntut lebih dari sekadar “menarik uang dari masyarakat.” Ia harus memberikan layanan berkualitas, berbasis kinerja, serta dapat diakses seluruh lapisan. Kata kuncinya: transparan, akuntabel, dan profesional.

Namun dalam laporan-laporan audit, seperti yang berkali-kali disampaikan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), banyak BLU kampus yang justru belum mampu menyusun perhitungan biaya pokok pendidikan secara sistematis. Sebagian masih menggunakan pendekatan “biaya operasional dibagi jumlah mahasiswa”, tanpa mempertimbangkan efisiensi atau rasionalisasi beban kerja dosen dan staf. Lebih buruk lagi, pendapatan dari UKT dan kerja sama riset tak jarang digunakan untuk membiayai program-program elitis yang minim dampak pada mahasiswa.

Di sisi lain, status BLU juga menciptakan dilema baru dalam lanskap pendidikan tinggi Indonesia. Kampus negeri yang berstatus BLU kini bisa membuka kelas internasional, program pascasarjana berbiaya tinggi, hingga pelatihan korporat. Tapi siapa yang bisa memastikan bahwa pendapatan ini tak menggerus komitmen mereka terhadap akses pendidikan yang terjangkau?

Dalam konteks ini, kampus negeri BLU perlahan menjadi pesaing bagi Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di sekitarnya. Bahkan dalam sejumlah kasus, PTS merasa tersisih dari pasar karena kampus negeri menawarkan program berbayar yang murah tapi berkualitas, berkat fasilitas negara yang mereka nikmati. Ironis, karena PTS selama ini menanggung beban sendiri tanpa APBN, tapi malah bersaing dengan kampus negeri yang punya dua kaki—subsidi pemerintah dan pendapatan BLU.

Apa yang Salah?

Mungkin bukan pada konsep BLU-nya, tapi pada ekosistem pengawasan dan perencanaannya. Fleksibilitas keuangan BLU memang dibutuhkan, terutama di tengah lambannya proses birokrasi negara. Tapi jika fleksibilitas tidak diimbangi transparansi dan kontrol publik, maka otonomi bisa berubah jadi oligarki kecil di dalam institusi negara.

Kementerian yang menaungi BLU—entah itu Kemenkes, Kemenhub, atau Kemendikbudristek—harus menegakkan rambu: bahwa fleksibilitas bukanlah hak istimewa, tapi kepercayaan yang harus dipertanggungjawabkan. Pengawasan tak bisa hanya berhenti pada laporan tahunan, tapi harus melibatkan partisipasi publik, mahasiswa, orang tua, dan masyarakat sipil.

Kini, di tengah dorongan transformasi digital dan persaingan global, sudah saatnya metode perhitungan biaya layanan di BLU diperbarui. Pendekatan akuntansi konvensional bisa dilengkapi dengan metode berbasis aktivitas (activity-based costing), yang memungkinkan institusi memahami dengan lebih rinci di mana inefisiensi terjadi. Pendekatan ini telah banyak digunakan di sektor pendidikan di negara-negara maju, untuk memetakan unit biaya per mahasiswa, per mata kuliah, bahkan per fasilitas.

Terobosan lain bisa berupa integrasi sistem transparansi daring. Bayangkan jika setiap kampus BLU memiliki portal publik yang memuat struktur tarif, rencana belanja, hingga laporan kinerja akademik yang mudah dipahami masyarakat. Maka, prinsip akuntabilitas tak lagi jadi jargon, tapi budaya.

Kembali ke soal dasar: BLU bukanlah musuh, dan bukan pula solusi tunggal. Ia adalah alat, yang hanya seefektif nilai-nilai yang menuntunnya. Bila kampus negeri yang menyandang status BLU benar-benar ingin menjadi mercusuar ilmu dan keadilan sosial, maka sudah waktunya mereka membuka diri—bukan hanya membuka tarif.

Tanpa itu semua, sayap yang dijanjikan undang-undang hanyalah aksesori. Dan BLU, alih-alih terbang tinggi sebagai pembawa layanan publik bermutu, bisa-bisa justru jatuh ke perangkap mental dagang yang membungkus diri dengan jaket birokrasi.

Penulis adalah Dosen Universitas Bung Hatta

Polsek Pangkalan Brandan Ciduk Polisi Gadungan yang Tipu Korbannya Hampir Rp10 Juta

mimbarumum.co.id – Seorang pria berinisial WK (29) ditangkap personel Polsek Pangkalan Brandan usai diketahui melakukan penipuan dengan mengaku sebagai anggota Polri yang berdinas di Polda Sumut.

Aksi penipuan yang dilakukannya terhadap keluarga sendiri itu menyebabkan korban mengalami kerugian hingga hampir Rp10 juta.

Kapolsek Pangkalan Brandan, AKP Amrizal Hasibuan, S.H., M.H., menjelaskan bahwa kasus ini terungkap setelah pelapor, yang merupakan menantu WK, curiga terhadap aktivitas pelaku.

Pada Rabu, 28 Mei 2025 sekitar pukul 09.00 WIB, pelapor melihat video yang memperlihatkan WK tengah duduk santai di sebuah warung dan minum kopi. Hal ini bertolak belakang dengan pengakuan WK sebelumnya yang mengklaim tengah menjalankan tugas dinas di Direktorat Narkoba Polda Sumut.

Kecurigaan semakin menguat setelah pelapor bertanya kepada saksi Siti Hajar, istri siri WK, terkait status sebenarnya sang suami yang kerap meminta uang dengan dalih keperluan dinas. Merasa ada kejanggalan, saksi Ridwan pun melaporkan hal ini ke Polsek Pangkalan Brandan.

Menindaklanjuti laporan tersebut, Kapolsek memerintahkan personel unit fungsi bersama Kanit Provos untuk melakukan pengecekan dan klarifikasi langsung terhadap WK. Saat dimintai keterangan, WK sempat mengaku sebagai anggota Polri berpangkat Briptu dan berdinas di Polda Riau yang sedang diperbantukan di Polda Sumut.

Namun saat diminta menunjukkan kartu anggota serta nomor registrasi personel (NRP), WK tidak dapat memperlihatkan identitas maupun data pendukung lainnya. Akhirnya, ia mengakui bahwa dirinya bukan lagi anggota Polri dan telah dipecat. Selama ini, ia menipu keluarga dengan menyamar menggunakan identitas palsu bernama Briptu Nando Yuda Pratama.

Akibat aksi penipuan ini, korban yang merupakan menantu dan anak pelaku mengaku mengalami kerugian materi hampir Rp10 juta.

Dana tersebut diserahkan kepada WK dengan alasan untuk kebutuhan tugas dinas dan operasional, yang dijanjikan akan diganti setelah gaji turun. Selain itu, diketahui anak perempuan pelaku juga telah dinikahi secara siri oleh WK dan kini dalam keadaan mengandung.

Merasa tertipu dan malu terhadap masyarakat sekitar, keluarga korban akhirnya membuat laporan resmi ke Polsek Pangkalan Brandan untuk diproses secara hukum.

Kanit Reskrim Polsek Pangkalan Brandan, IPDA Heri Nalom Ompusunggu, S.H., bersama tim segera bergerak cepat dan berhasil mengamankan WK beserta sejumlah barang bukti. Saat ini, pelaku telah ditahan di Mapolsek Pangkalan Brandan guna menjalani proses penyelidikan lebih lanjut. WK dijerat dengan Pasal 378 KUHP tentang penipuan.

Kapolsek Pangkalan Brandan, AKP Amrizal Hasibuan, menyatakan bahwa pihaknya akan menindaklanjuti kasus ini secara serius.

“Penipuan berkedok sebagai anggota Polri adalah tindakan yang sangat merugikan masyarakat dan mencoreng nama baik institusi kepolisian. Kami berkomitmen untuk menindak tegas pelaku agar kejadian serupa tidak terulang,” tegasnya.

Sementara itu, Kabid Humas Polda Sumut, Kombes Pol Dr. Ferry Walintukan, S.I.K., S.H., M.H., turut memberikan pernyataan terkait kasus ini. Ia mengapresiasi kinerja cepat Polsek Pangkalan Brandan dalam mengungkap kasus tersebut dan menegaskan bahwa institusi Polri tidak akan mentolerir penyalahgunaan identitas aparat oleh pihak manapun.

“Kami tegaskan, Polri tidak akan membiarkan siapapun menyalahgunakan nama atau atribut kepolisian untuk melakukan penipuan. Ini adalah bentuk kejahatan yang tidak hanya merugikan masyarakat tetapi juga mencederai kepercayaan publik terhadap Polri,” ungkap Kabid Humas.

Polda Sumut juga mengimbau masyarakat untuk lebih waspada dan tidak mudah percaya kepada pihak-pihak yang mengaku sebagai anggota Polri tanpa bukti atau kejelasan identitas yang sah.

Reporter: Jafar Sidik

Polres Dairi Ringkus 3 Pelaku Pencurian Emas dan Surat Berharga Senilai Rp700 Juta

mimbarumum.co.id – Satuan Reserse Kriminal (Sat Reskrim) Polres Dairi berhasil menangkap tiga tersangka kasus pencurian dengan pemberatan yang terjadi di Jalan Tapanuli, Kecamatan Sidikalang, Kabupaten Dairi.

Kasat Reskrim Polres Dairi, Iptu Wilson Manahan Panjaitan, mengungkapkan bahwa ketiga pelaku berinisial ZLB (26), YMM (25), dan MS (52).

“Iya benar. Para tersangka sudah kami amankan sebanyak tiga orang,” ujar Iptu Wilson, Senin (2/6/2025).

Para pelaku diketahui melakukan pencurian di rumah milik korban berinisial AP. Barang yang dicuri berupa berbagai jenis perhiasan emas dan sejumlah surat-surat berharga, dengan total kerugian korban diperkirakan mencapai sekitar Rp700 juta.

Penangkapan para pelaku dilakukan secara terpisah. Tersangka pertama yang diamankan adalah MS, yang ditangkap di sebuah indekos di wilayah Kecamatan Sidikalang. Dari hasil interogasi, MS mengaku bahwa otak pelaku pencurian adalah ZLB bersama istrinya, YMM.

“Tersangka MS hanya membantu dalam proses pencurian tersebut,” jelas Iptu Wilson.

Berdasarkan informasi dari MS, petugas segera memburu dua tersangka lainnya. YMM berhasil diringkus di Jalan Tapanuli, sementara ZLB ditangkap di Jalan Perdana.

Dari pengakuan ZLB, barang bukti hasil pencurian belum sempat dijual dan disembunyikan dengan cara dikubur di area perladangan di Jalan Bandar Selamat.

“Barang buktinya belum dijual. Sementara ini disimpan di sebuah perladangan milik seseorang,” tambahnya.

Kini, ketiga tersangka telah diamankan di sel tahanan Mapolres Dairi guna proses hukum lebih lanjut dan mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Reporter: Jafar Sidik

Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD TA 2024 Telah Diaudit, Dapat Opini WTP

0

mimbarumum.co.id – Pertanggungjawaban pelaksanaan APBD TA 2024 merupakan Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) yang telah diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI dan kembali mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).

Dengan demikian selama lima tahun berturut-turut, Pemko Medan bersama DPRD Kota Medan berhasil meraih predikat tertinggi dalam pemeriksaan laporan keuangan dari BPK RI.

Demikian disampaikan Wali Kota Medan Rico Tri Putra Bayu Waas saat menyampaikan penjelasan kepala daerah terhadap Ranperda Kota Medan tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD TA 2024 dalam rapat Paripurna DPRD Kota Medan yang digelar di Gedung DPRD Kota Medan, Senin (2/6/2025).

“Ini menjadi bukti pengelolaan keuangan daerah selama tahun 2024 dapat diselenggarakan secara lebih berkualitas, melalui prinsip akuntansi yang berlaku secara umum, serta transparansi dan akuntabel,” kata Rico Waas.

Lebih lanjut, Wali Kota mengatakan, pengelolaan keuangan daerah yang berkualitas tentunya dapat diwujudkan melalui kolaborasi, partisipasi dan peran serta seluruh pemangku kepentingan, khususnya DPRD Kota Medan. 

“Untuk itu saya menyampaikan apresiasi dan terimakasi kepada seluruh stakeholder pembangunan kota, khususnya pimpinan dan anggota DPRD Kota Medan yang secara konstruktif selalu mendukung pelaksanaan APBD TA 2024 sehingga dapat berjalan kolaboratif, efektif, efesien, dan transparan serta akuntabel,” ujar Rico Waas.

Selanjutnya dalam rapat paripurna DPRD Kota Medan yang di pimpin langsung oleh Ketua DPRD Kota Medan Wong Chun Sen itu, Rico Waas menyampaikan secara substansi Ranperda Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD TA 2024 menyajikan beberapa hal pokok diantaranya; 

Dari sisi pendapatan, secara akumulatif realisasi pendapatan daerah tahun anggaran 2024 tercatat sebesar Rp.6,2 Triliun lebih, terdiri dari Pendapatan Asli Daeah (PAD) sebesar Rp. 2,7 Triliun lebih, pendapatan transfer sebesar Rp. 3,4 Triliun lebih, dan lain-lain pendapatan daerah yang sah sebesar Rp. 95,2 Milyar lebih.

“Sementara dari sisi realisasi belanja daerah TA 2024 tercatat sebesar Rp. 6,2 Triliun lebih terdiri dari belanja operasi sebesar Rp. 4,7 Triliun lebih dan belanja modal sebesar Rp. 1,4 Triliun lebih. Sedangkan dari sisi realisasi pembiayaan netto sebesar Rp. 68,6 Milyar lebih,” jelasnya.

Reporter : Jepri Zebua

Berantas Narkoba, Polrestabes Medan Kembali Ringkus Pengedar Sabu di Komplek Rorinata Sunggal

mimbarumum.co.id – Polrestabes Medan tak henti memberantas narkoba hingga ke akar-akarnya di Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang.

Kini, Satnarkoba Polrestabes Medan kembali meringkus seorang pelaku pengedar narkotika jenis sabu di Jalan Suka Maju Indah Komplek Rorinata Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang.

Pelaku atau pengedar adalah laki-laki bernama Chairul Anwar alias Bewok (44) warga Jalan Flamboyam Kelurahan Tanjung Selamat Kecamatan Medan Tuntungan.

Kepada wartawan, Kapolrestabes Medan Kombes Pol Gidion melalui Kasatnarkoba, AKBP Tommy Aruan SIK, menyebutkan kronologis penangkapan pelaku berawal ketika petugas melakukan penangkapan terhadap Ari Putra Pratama, kemudian saat dilakukan interogasi Ari Putra Pratama menjelaskan membeli narkotika jenis sabu dari Chairul Anwar alias Bewok sehingga atas informasi tersebut petugas melakukan pencarian terhadap Bewok. Dan pada hari Senin (26/5/2025) sekira pukul 19.00 WIB petugas melakukan penangkapan terhadap Chairul Anwar alias Bewok di Jalan Suka Maju Indah Komplek Rorinata Kelurahan Tanjung Selamat Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang tepatnya di dalam rumah kontrakannya.

“Hasil interogasi, pelaku Bewok membenarkan bahwa dia sering menjual sabu kepada Ari Putra Pratama. Dan menyimpan sabu tersebut di dalam kamar mandi pada rumah kontrakannya,” ujar AKBP Tommy.

“Saat dilakukan penggeledahan terhadap rumah kontrakan Bewok, petugas menemukan 3 plastik klip berisikan 3 plastik klip berisikan kristal bening narkotika jenis sabu dengan berat bersih 118 gram beserta 1 buah timbangan elektrik warna hitam, 2 buah sekop sabu dan 3 bungkusan berisikan plastik klip kosong terisi dalam plastik kresek warna hitam dan ditemukan petugas tergantung di dalam kamar mandi pada rumah kontrakan tersangka, sedangkan uang hasil penjualan narkotika jenis sabu sebesar Rp. 54 Juta terisi dalam plastik kresek warna putih dan ditemukan terletak disamping kulkas pada dapur rumah kontrakan tersangka, sedangkan 1 unit Hp merek Oppo warna hitam,” lanjutnya.

Selanjutnya pelaku dan barang bukti diboyong ke Mapolrestabes Medan guna penyelidikan lebih lanjut.

“Analisis sementara, narkotika dengan sebutan sabu sebanyak 118 gram bisa digunakan untuk 1.180 orang/jiwa. Terhadap tersangka dipersangkakan melanggar Pasal 114 ayat 2 Subs Pasal 112 ayat 2 UU RI No.35 Tahun 2009 tentang narkotika dengan ancaman hukuman 5 tahun dan paling lama 20 tahun penjara,” pungkasnya.

Reporter: Rasyid Hasibuan

Polsek Sunggal Tembak Dua Tersagka Residivis Spesialis Bongkar Rumah

mimbarumum.co.id – Dua tersangka Specialis bongkar rumah kosong di tangkap polisi. Tersangka yang berhasil ditangkap yakni SD Alias Gebes (40) (recidivis), M Alias Adi (39).

Hal ini diungkapkan langsung oleh Kapolsek Sunggal, Bambang G Hutabarat S.H.M.H didampingi oleh Kanitreskrim Polsek Sunggal Budiman Simanjuntak S.E.M.H saat gelar kasus pencurian dengan pemberatan di Mapolsek Sunggal, Senin sore (02/06/2025)

Kasus pencurian dengan pemberatan terjadi di beberapa Wilayah hukum Polsek Sunggal diantaranya di Toko Vape Jalan Setia Budi Medan (20/05/2025), Rumah Makan Siap Saji Jalan Pembangunan Medan, (28/05/2025), Jalan Sunggal Medan, 26/05/2025), Jalan Darussalam Medan, (25/05/2025).

Adapun motif dari para pelaku adalah melakukan Pencurian tersebut untuk memiliki barang yang pelaku curi dan untuk mendapatkan uang dari penjualan hasil curian.

” Kedua pelaku ditangkap di Jalan Flamboyan Medan. Saat dilakukan pengembangan, pelaku melakukan perlawanan dan mencoba melarikan diri hingga diberi tindakan tegas terukur dengan menembak kaki kedua pelaku yakni SD Alias Gebes dan M Alias Adi,” tegasnya.

Modus Operandi, Pelaku berkeliling mencari Rumah atau Ruko yang kosong, setelah mendapatkan target rumah atau ruko yang kosong, kedua orang pelaku membongkar rumah dan ruko tersebut dan mengambil barang-barang berharga milik korban yang dapat dibawa oleh kedua pelaku.

Untuk mengelabui petugas, setiap berhasil, pelaku kerap merubah warna sepeda motor hasil curiannya.

“Hasil dari penjualan barang curian tersebut, mereka belikan 2 pasang sepatu olahraga,” tuturnya.

Seakan tidak ada rasa takut dan jera dalam hukuman yang dijalaninya, pelaku mengulangi kejahatan yang sama.

“Kedua pelaku ini merupakan residivis perkara yang sama dan baru saja keluar dari pejara,” tutup Kapolsek Sunggal.

Guna mempertanggung jawabkan atas perbuatannya, dalam kasus Tindak Pidana Pencurian Dengan Pemberatan, terhadap tersangka disangkan dalam Pasal 363 Ayat (2) KUHPidana.

Barang bukti yang berhasil diamankan, 1 (satu) Unit R2 Yamaha Mio Merah, 2 (dua) Unit Hp Android Tecno Spark dan Samsung Lipat, 1 (satu) Unit Helm Merk Honda, 2 (dua) Buah Jaket Warna Coklat dan Warna Hitam, 2 (dua) Buah Topi Warna Hitam Merk Vans dan DC Shoes, 2 (dua) Pasang Sepatu Merk Adidas Warna Hitam Putih dan Merk Nike Warna Hijau Putih, 2 (dua) Buah Tas Gantung Warna Hitam dan Coklat,  8 (delapan) Buah Kunci L dan Tang Buaya, 1 (satu) buah Jam Tangan Merk Alba dan 1 (satu) buah Dompet Warna Hiteam Berisi KTP, SIM, KIS, ATM BNI, Kartu Berobat, STNK korban.

Reporter: Rasyid Hasibuan/R

Bobby Nasution Pimpin Upacara Peringatan Harla Pancasila

0

mimbarumum.co.id – Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Bobby Nasution memimpin Upacara Bendera dalam rangka Peringatan Hari Lahir (Harla) Pancasila Provinsi Sumut tahun 2025. Kegiatan tersebut berlangsung di Lapangan Apel, Kantor Gubernur Sumut, Jalan Diponegoro Nomor 30 Medan, Senin (2/6/2025).

Pada kesempatan tersebut, Bobby Nasution membacakan pidato Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) RI Yudian Wahyudi. Antara lain menyampaikan, Pancasila adalah rumah besar bagi keberagaman Indonesia.

“Ia mempersatukan lebih dari 270 juta jiwa dengan latar belakang suku, agama, ras, budaya dan bahasa yang berbeda. Dalam Pancasila, kita belajar bahwa kebinekaan bukanlah alasan untuk terpecah, melainkan kekuatan untuk bersatu,” ucap Bobby Nasution.

Dari sila pertama hingga sila kelima, katanya, terkandung prinsip-prinsip yang menuntun untuk membangun bangsa dengan semangat gotong-royong, keadilan sosial, dan penghormatan terhadap martabat manusia.

Memperkokoh ideologi Pancasila, lanjutnya, berarti menegaskan kembali bahwa pembangunan bangsa harus selalu berakar pada nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan sosial. Dalam era globalisasi dan digitalisasi yang semakin kompleks, tantangan terhadap Pancasila pun semakin nyata.

Bobby Nasution juga mengajak untuk menjadikan Hari Lahir Pancasila momentum memperkuat komitmen terhadap nilai-nilai luhur bangsa. Jadikan setiap langkah, setiap kebijakan, setiap ucapan dan tindakan sebagai cerminan dari semangat Pancasila.

“Kita ingin Indonesia yang maju bukan hanya secara teknologi, tetapi juga secara moral. Kita ingin Indonesia yang sejahtera bukan hanya dalam angka statistik, tetapi juga dalam rasa keadilan dan persaudaraan. Kita ingin Indonesia yang dihormati dunia, bukan hanya karena kekuatan ekonominya, tetapi karena keluhuran budinya dan kebijaksanaan rakyatnya,” katanya.

Upaca bendera Harla Pancasila yang diikuti para pimpinan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan jajaran Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pempov) Sumut, berlangsung khidmat.

Usai melaksanakan upacara bendera, Gubernur Sumut bersama OPD Sumut kemudian melanjutkan mengikuti upacara bendera di halaman Gedung Pancasila Jakarta, yang disaksikan secara virtual di Aula Raja Inal Siregar, Lantai 2 Kantor Gubernur Sumut.

Reporter : Siti Amelia

Polisi Tembak Pelaku Pencurian Rumah di Kawasan Percut

mimbarumum.co.id – Unit Reskrim Polsek Medan Tembung meringkus dan menembak seorang pelaku pencurian rumah di Jalan Medan-Batang Kuis Kecamatan Percut Sei Tuan, Deli Serdang.

Pelaku adalah laki-laki bernama Sultan (24) warga Jalan Pasar IV Desa Kolam Kecamatan Percut Sei Tuan, Deli Serdang.

Kapolsek Medan Tembung, Kompol Jhonson Sitompul mengatakan kronologis penangkapan pelaku, pada hari Senin (21/4/2025) sekira pukul 17.30 WIB di Jalan Utama II Komplek Taman Permata Blok D74 Desa Kolam Kecamatan Percut Seituan telah terjadi pencurian, dimana pada saat korban pulang dari Siantar melihat seng dan pelavon rumah rusak, kemudian korban mencek dalam rumah dan melihat Tv LED merek LG 32 inc, 43 inc merek Thosiba, satu tabung gas 3 Kg, satu mesin air Shimizu dan satu jam tangan merek Aigner.

“Atas kejadian itu korban merasa keberatan dan mengalami kerugian. Kemudian pelapor membuat laporan polisi ke Polsek Medan Tembung, LP/583/IV/2025/SPKT/Polsek Medan Tembung/Polrestabes Medan.” Ujar Kompol Jhonson, Minggu (1/6/20025).

Lebih lanjut, Kapolsek menyebutkan pada hari Sabtu (31/5/2025) personil mendapatkan informasi. Sampai di TKP yang dimaksud, Tim melihat pelaku dan Tim langsung mengamankan pelaku. Selanjutnya personil melakukan interogasi terhadap pelaku dan pelaku mengakui perbuatannya mencuri Tv LED LG 32 inc, Thosiba 43 inc, tabung gas 3 Kg dan mesin air Shimizu di rumah korban bersama dua orang temannya, Rudi dan Raja (DPO) dan menjualnya kepada Hendra di Tembung seharga Rp.1.650.000 dengan pembagian, tersangka Sultan mendapat Rp.700.000, Rudi mendapat Rp. 450.000 dan Raja mendapat Rp.500.000. Pengakuan dari pelaku Sultan, dia sudah melakukan pencurian sebanyak lima kali.

“Kemudian petugas kita melakukan pengembangan, pada saat melakukan pengembangan terhadap Sultan, pelaku melakukan perlawanan dan Tim melakukan tindakan tegas terukur dengan menembak kaki pelaku. Kita menghimbau terhadap teman pelaku agar menyerahkan diri untuk menghindari terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan yang bisa berakibat lumpuh bahkan kematian,” terangnya.

“Terhadap pelaku dipersangkakan melanggar Pasal 363 KUHP,” tandasnya.

Reporter: Rasyid Hasibuan

Kahiyang Ayu Kenalkan Warisan Budaya Sumut di Ajang Indonesia Fashion Week 2025

0

mimbarumum.co.id – Indonesia Fashion Week 2025 diharapkan dapat menjadi ajang memperkenalkan Warisan Budaya Sumatera Utara (Sumut) ke Dunia. Hal ini dikemukakan Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Provinsi Sumut Kahiyang Ayu Bobby Nasution, usai menghadiri acara Indonesia Fashion Week (IFW) ke-12 Tahun 2025.

Kegiatan yang bertajuk ‘Nirmana’ ini, mengangkat hasil budaya dan kearifan lokal Sumut, yang mempersembahkan kreativitas dari tenun ulos menjadi busana yang modern dan elegan. Dibuat oleh desainer muda asal Sumut seperti Irma Siregar, Khairunnisa Harahap, Rani Revi dan Zul Said.

“Melalui Indonesia Fashion Week kita dapat memperkenalkan warisan budaya Sumut kepada seluruh masyarakat, baik masyarakat Indonesia maupun mancanegara,” kata Kahiyang Ayu, pada acara tersebut yang digelar di Plenary Hall Jakarta Convention Center, (JCC) Senayan, Jakarta, Minggu (1/6).

Menurut Kahiyang, event ini merupakan wadah fashion di Indonesia yang memberikan ruang kepada para pelaku sektor industri mode tanah air. Sekaligus mengajak para desainer, pemilik brand, pemilik rumah mode, pengrajin karya mode dan kriya, hingga pelaku UMKM turut mengambil peran.

Sebagai informasi, Indonesia Fashion Week 2025 berlangsung dari 28 Mei hingga 1 Juni 2025. Kegiatan yang bertema Ronakultura Jakarta diikuti lebih dari 200 desainer dan 200 tenant dari seluruh Indonesia, dengan program mencakup fashion show, pameran dagang, talkshow, forum kreatif, pertunjukan hiburan, dan sajian kuliner dirancang untuk membangun ekosistem fashion nan kompetitif, inklusif dan berkelanjutan.

Sebelumnya Kahiyang Ayu juga mengunjungi booth Dekranasda Provinsi Sumut di Main Lobby JCC.

Turut hadir Ketua Umum Asosiasi Perancang Pengusaha Mode Indonesia (APPMI) Poppy Dharsono, Ketua Bidang Manajemen Usaha Dekranas Dina Budi Arie, Wakil Ketua Dekranasda Sumut Titiek Sugiharti Surya, Ketua DWP Provinsi Sumut Yulia Effendy Pohan, Ketua Dekranasda Kabupaten/Kota se-Sumut, serta pengurus Dekranasda dan anggota DWP Provinsi Sumut.

Reporter : Siti Amelia