Hilang Trust

Berita Terkait

- Advertisement -

Pagi Medan!

Independen juga suara Tuhan

Kemaren, seharian awak berdiskusi berat seputar pilitik dengan sejumlah kawan, dari diskusi sama kawan2 itu, awak jadi siket tau teori kedaulatan rakyat yang menjadi dasar dari negara-negara demokrasi saat ini.

Pada dasarnya awak mulai paham kalau kedaulatan itu bersifat tetap selama suatu negara masih berdiri. Tidak berasal dari kekuasaan lain yang lebih tinggi atau kalo kata kasar kita di zaman now, tidak menjadi boneka kekuatan selain kekuatan rakyat, apalagi dibagi-bagi dan dibatasi oleh siapapun selain rakyat.

- Advertisement -

Disaat pranata demokrasi dipilih langsung oleh rakyat, baik sebagai perwakilan (di parlemen dan senat) dan wali (eksekutif yang duduk di dalam pemerintahan). Dengan sistim yang terbuka dan langsung itu, menurut awak, sudah sepantasnya laaa pemerintah yang berkuasa pon menghargai penoh hak-hak sipil warganya sesuai koridor hukum yang ada. Pastinya tidak keluar dari konstitusi yang sudah disepakati sejak negara ini dideklarasikan.

Pikiran awak jadi agak siket liar laaa, terlebih saat demokrasi yang berasal dari rakyat oleh rakyat untuk rakyat itu hilang trust (kepercayaan) di satu entitas keterwakilannya, baik di rumah rakyat (legislatif dan senat) atau si sisi perwalian yang dipercayakan mengurus pemerintahan, rakyat sudah sepatutnya menentukan sikap tegas untuk kedaulatan yang dimilikinya.

Apalagi saat ini, awak liat kemungkinan itu bisa dilakukan, dimana dugaan kuat kalau transaksional politik, untuk pihak2 yang diamanahi selama ini, sudah dan tengah terjadi.

Gaya politik yang terjadi semakin materialistik kapitatif, rakyat hanya dianggap sebagai objek dan angka2 politik semata oleh kalangan elit dan pelaku politik praktis. Bahkan sampai ada yang memberikan harga, bukannya nilai pada suara rakyat.

Kenyataan ini, kalau memang terjadi dan masifi, bagi awak, itu hal yang sangat memalukan bagi sebuah negara demokratis. Rakyat bukan komoditas politik dan kekuatan politik (legislator dan atau senator) bukan pengemis apalagi penjual maupun pembeli kedaulatan, demikian juga wali rakyat di sisi eksekutif.

Saat kenyataan ini tidak bisa kembali kepada nilai dasarnya, rakyat boleh laa pula laaa pula menarik suaranya dari orang yang dipercaya, seperti dari kekuatan politik yang ada, baik partai, senat dan walinya (pemimpin daerah hingga nasional).

Khusus untuk lembaga perwalian (eksekutif), rakyat hendaknya juga paham kalau ada jalur independen. Rakyat bisa mengusung dan memilih langsung kandidat yang bisa menjadi wali dan mengurusnya, kandidat itu tentu saja bukan pilihan atau usungan partai politik.

Hehehe kalo kata sebagian kawan awak, mustahil itu bahkan ada yang memastikan tak akan menang, hehehehe macam tuhan saja mereka. Padahal ada slogan politik yang tegas “meneriakkan”, “suara rakyat suara Tuhan”

Jadi kalo awak pikir, rakyat yang cerdas seharusnya lebih leluasa berfikir dan memilih serta tidak takut kalah untuk mengusung dan memilih seseorang dipercaya, karena suara rakyat suara Tuhan. Cocok klen rasa?

Dengan bentuk ini, kalo kata awak, rakyat bisa lebih nyaman dan puas, karena bisa merasakan sebagai subjek politik, bukan komoditas atau sekadar angka-angka politik.

- Advertisement -

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

- Advertisement -

Berita Pilihan

Ayo Belajar

Oleh : Rizanul Arifin Awak kok jadinya rada-rada cemana gitu memulai pagi Senin ini. Keknya ada betolnya kalok The Boomtown...