mimbarumum co.id – Universitas Sumatera Utara (USU) melalui Fakultas Hukum (FH) bekerja sama dengan Komisi Kejaksaan Republik Indonesia (Komjak RI), dasarhukumid sukses menggelar Seminar Nasional bertajuk “Dominus Litis dalam Konteks Pembaruan Hukum Acara Pidana Antara Teori dan Praktik”.
Seminar Nasional ini menghadirkan akademisi dan praktisi hukum, termasuk Dr. Darmawan Yusuf, S.H., S.E., M.Pd., M.H., dari Law Firm DYA – Darmawan Yusuf dan Associates, yang menyoroti pentingnya reformasi dalam sistem peradilan pidana, RUU Kejaksaan dan KUHAP, serta keberhasilan penerapan Restorative Justice (RJ) bersama Kejaksaan pada Rabu (19/3/2025) berlangsung di Ruang Dewan Pertimbangan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (FH USU).
Acara dipandu Hanifah Azizah, S.H., M.H., sebagai moderator, serta Dr. Asep Ginting, S.H., M.H., sebagai Ketua Panitia. Dihadiri sekaligus dibuka Wakil Rektor I USU, Prof. Edy Ikhsan, S.H., M.A., serta Dekan Fakultas Hukum USU, Dr. Mahmul Siregar, S.H., M.Hum.
Tampak hadir pula, Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kajati Sumut) Idianto SH., MH., beserta seluruh pejabat tinggi Kejati Sumut, Kejari Medan, Kejari Binjai, Kasubdit Militer Kejaksaan Agung (Kejagung), para dosen pidana FH USU, akademisi, praktisi hukum, mahasiswa/ mahasiswi USU, serta masyarakat umum turut berpartisipasi.
Kegiatan ini juga menjadi momentum penting, dengan penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) antara Komisi Kejaksaan Republik Indonesia dan Fakultas Hukum USU. Bertujuan memperkuat kerja sama dalam bidang akademik, penelitian, dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia dalam sistem hukum di Indonesia.
Juga diharapkan dapat meningkatkan sinergi antara lembaga pendidikan tinggi dan institusi penegak hukum dalam mendorong reformasi hukum yang lebih progresif dan berkeadilan.
Prof. Dr. Pujiyono Suwadi, S.H., M.H., selaku Ketua Komisi Kejaksaan RI, menegaskan, bahwa prinsip dominus litis harus tetap berorientasi pada transparansi dan akuntabilitas dalam sistem peradilan pidana.
Dia menyoroti perlunya adaptasi sistem peradilan terhadap perubahan zaman, termasuk mempertimbangkan pendekatan keadilan restoratif agar hukum tidak hanya bersifat represif tetapi juga solutif.
Prof Pujiyono juga menekankan, bahwa RUU Kejaksaan dan KUHAP harus direformasi secara seimbang, untuk mencegah dominasi satu institusi dalam sistem hukum yang bisa berpotensi merugikan pencari keadilan.
“Dalam praktiknya, konsep ini menghadapi berbagai tantangan, baik dari aspek teoritis maupun implementasi di lapangan. Oleh karena itu, melalui seminar ini, kita akan membahas lebih dalam bagaimana prinsip ini dapat diterapkan secara efektif dalam sistem peradilan pidana di Indonesia,” jelasnya.
Kemudian dari perspektif akademisi, Prof. Alvi Syahrin, S.H., M.S., Guru Besar FH USU, bahwa prinsip dominus litis dalam sistem hukum pidana Indonesia perlu dikaji ulang agar tidak menimbulkan monopoli kewenangan.
Jelas Prof Alvi lagi, bahwa sistem peradilan yang sehat harus mampu menjaga keseimbangan antara kejaksaan, kepolisian, dan lembaga peradilan lainnya. Sehingga prinsip ini tetap berjalan sesuai dengan asas keadilan dan tidak menimbulkan konflik kepentingan, yang merugikan pihak tertentu.
Masih dalam seminar, Dr. Darmawan Yusuf, S.H., S.E., M.Pd., M.H., dari Law Firm DYA – Darmawan Yusuf dan Associates, sosok advokat tenar, lulusan doktor FH USU dengan predikat cum laude, memberikan perspektif praktisi hukum mengenai implementasi prinsip dominus litis dalam peradilan pidana.
Dalam pamaparannya, Dr Darmawan menyoroti berbagai tantangan yang dihadapi advokat dalam praktik peradilan, terutama dalam keterbatasan akses terhadap berkas perkara, kurangnya transparansi dalam penghentian perkara, serta ketidakseimbangan dalam penerapan keadilan restoratif.
Lanjut Dr. Darmawan, bahwa revisi RUU Kejaksaan dan KUHAP harus dilakukan dengan mempertimbangkan aspek transparansi, akuntabilitas, dan keterlibatan advokat dalam memastikan keseimbangan proses hukum.
Sosok advokat yang dikenal tangguh, Dr. Darmawan Yusuf juga berbagi pengalaman suksesnya dalam menerapkan Restorative Justice (RJ), yang ia jalankan bersama Kejaksaan dalam beberapa kasus, termasuk kasus NLS, seorang mahasiswi yang menghadapi ancaman kehilangan pendidikannya akibat kasus hukum yang menjeratnya.
Alhasil, penyelesaian yang adil melalui RJ dapat dicapai tanpa harus melalui proses peradilan yang panjang.
Kembali ditegaskan Dr. Darmawan Yusuf, bahwa “Penting bagi revisi UU Kejaksaan untuk menyeimbangkan antara peningkatan kewenangan jaksa dengan mekanisme pengawasan yang efektif, guna memastikan penegakan hukum yang adil dan transparan.”
“Hal ini menjadi perhatian utama dalam diskusi mengenai reformasi hukum acara pidana, mengingat peran jaksa sebagai pengendali perkara harus tetap dalam batas yang sesuai dengan asas keadilan dan supremasi hukum.”
Ia menambahkan Idealnya revisi KUHAP diselesaikan terlebih dahulu sebelum membahas undang-undang sektoral lainnya, seperti RUU Kejaksaan. Sebagai pemangku kepentingan, perlu mengawasi proses revisi ini agar tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan dan tumpang tindih kewenangan.
“Revisi UU Kejaksaan dan KUHAP harus dilakukan secara bersamaan dan disinkronkan agar tidak terjadi tumpang tindih kewenangan dan dapat mendukung reformasi sistem peradilan pidana yang lebih efektif dan adil.” tutup Advokat kondang itu.
Seminar dilanjutkan dengan sesi diskusi interaktif, dimana peserta dari kalangan mahasiswa, akademisi, serta praktisi hukum berpartisipasi aktif dalam menyampaikan pertanyaan serta berbagi pandangan mengenai arah pembaruan hukum acara pidana di Indonesia.
Sebelum ditutup kegiatan Seminar Nasional tersebut, di antara beberapa kesimpulan didapat, diharapkan ada langkah konkret dalam reformasi Rancangan Undang-Undang (RUU) Kejaksaan dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHAP) yang lebih transparan dan akuntabel, serta menjadikan prinsip dominus litis sebagai instrumen hukum yang benar-benar menjamin keadilan bagi semua pihak.
Reporter: Rasyid Hasibuan/ R