CORONG: Idul Adha Lensa Kritik Praktik Korupsi dan Kebohongan

Berita Terkait

IDUL Adha, atau Hari Raya Kurban, bukan sekadar ritual keagamaan tahunan, melainkan juga momentum refleksi mendalam tentang nilai-nilai pengorbanan, kejujuran, dan keadilan sosial. Dalam konteks sastra, sejarah, dan realitas sosial-politik, Idul Adha dapat menjadi lensa untuk mengkritik praktik korupsi, oligopoli, monopoli, serta budaya kebohongan yang merusak bangsa.

Idul Adha sering diangkat dalam karya sastra sebagai simbol pengorbanan dan ujian keimanan. Kisah Nabi Ibrahim yang rela mengorbankan putranya, Ismail, bukan hanya cerita religius, tetapi juga metafora tentang ketaatan melawan godaan duniawi. Dalam puisi atau prosa, pengorbanan ini sering dikaitkan dengan perjuangan melawan ketamakan, seperti dalam karya-karya Taufiq Ismail atau Kuntowijoyo, yang menggunakan narasi keagamaan untuk mengkritik ketidakadilan sosial.

Sastra modern juga menggambarkan Idul Adha sebagai cermin kontras antara idealisme agama dan realitas masyarakat. Misalnya, dalam novel “Laskar Pelangi” karya Andrea Hirata, meski tidak secara eksplisit membahas Idul Adha, tema pengorbanan untuk pendidikan dan kejujuran sejalan dengan semangat kurban—memberi yang terbaik meski harus berkorban.

Kisah Nabi Ibrahim dan Ismail sesungguhnya merupakan alegori perlawananterhadap korupsi. Korupsi adalah bentuk pengkhianatan terhadap amanah, kebalikan dari nilai pengorbanan Idul Adha. Nabi Ibrahim diuji dengan perintah menyembelih Ismail, tetapi ia taat karena kejujuran dan ketulusannya. Sementara itu, koruptor—seperti pejabat yang menyalahgunakan dana haji atau proyek sosial—justru mengorbankan rakyat untuk kepentingan pribadi .

Di Indonesia, kasus korupsi dana haji atau penggelapan hewan kurban (seperti sapi fiktif) adalah ironi besar. Idul Adha mengajarkan bahwa pengorbanan harus tulus, bukan untuk pencitraan atau keuntungan pribadi. Seperti sabda Rasulullah: “Hewan kurban yang cacat, sakit, atau curang tidak sah.” (HR. Tirmidzi) .

Ini relevan dengan gerakan anti-korupsi, seperti pelantikan hakim ad hoc tipikor yang diharapkan membersihkan sistem peradilan .

Idul Adha mengajarkan berbagi: 1/3 untuk diri, 1/3 untuk tetangga, 1/3 untuk fakir miskin. Namun, oligopoli (dominasi segelintir konglomerat) dan monopoli (penguasaan pasar oleh satu pihak) bertentangan dengan prinsip ini.

Contoh monopoli, misalnya, perusahaan tertentu menguasai distribusi daging kurban, menaikkan harga semena-mena. Contoh oligopoli, konglomerasi media yang mengontrol informasi, termasuk pemberitaan soal Idul Adha, seringkali menutupi ketimpangan sosial.

Ekonomi Islam menolak praktik ini karena menghambat keadilan distribusi—nilai yang justru ditekankan dalam ibadah kurban.

Idul Adha mengajarkan kejujuran, dimulai dari diri sendiri. Kebohongan seperti: “Saya tidak mampu berkorban” (padahal mampu), “Saya tidak korupsi” (padahal menerima suap), adalah pengkhianatan terhadap nilai kurban.

Di tingkat negara, kebohongan terstruktur seperti manipulasi data kemiskinan atau pencatutan program kurban untuk kampanye politik merusak kepercayaan publik. Seperti dikatakan dalam QS. Al-Baqarah: 42, “Jangan campurkan kebenaran dengan kebatilan.”

Untuk melawan korupsi, oligopoli, dan kebohongan, kita perlu transparansi, misalnya audit dana kurban dan haji secara terbuka, menanamkan kejujuran sejak dini, seperti gerakan salat Subuh berjamaah bagi pejabat, hukum anti-monopoli dan penguatan KPK, dan membangun kesadaran kolektif bahwa korupsi sama dengan “mengorbankan rakyat”.

Idul Adha bukan sekadar ritual, tetapi panggilan untuk memberantas ketidakadilan. Dengan meneladani ketulusan Nabi Ibrahim, kita harus berani melawan korupsi, oligopoli, monopoli, dan kebohongan—baik dalam diri, bangsa, maupun negara. Seperti pesan Al-Qur’an: “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-Baqarah: 195).

Dengan semangat Idul Adha 1446 Hijriah/2025 Masehi, mari kita jadikan pengorbanan sebagai jalan menuju keadilan sosial yang hakiki.

• Suyadi San

- Advertisement -

Tinggalkan Balasan

- Advertisement -

Berita Pilihan

Kurban Bergeser dari Esensi ke Formalitas? Refleksi Iduladha dan Keadilan Sosial

Setiap Iduladha tiba, suasana euforia menyelimuti banyak penjuru negeri. Masjid-masjid dipenuhi kegiatan penyembelihan hewan kurban. Relawan sibuk membagikan daging...