mimbarumum.co.id – Angka kemiskinan di Sumut turun sebesar 0,20 poin, dari 8,83 persen pada Maret 2019 menjadi 8,63 persen pada September 2019. Angka kemiskinan ini setara dengan 1,26 juta jiwa pada September 2019.
Kepala BPS Sumut Syech Suhaimi menjelaskan penduduk miskin pada September 2019 di daerah perkotaan sebesar 8,39 persen dan di daerah pedesaan sebesar 8,93 persen. Masing-masing mengalami penurunan sebesar 0,17 poin dan 0,21 poin jika dibandingkan Maret 2019.
“Garis kemiskinan pada September 2019 tercatat sebesar Rp 490.120/kapita/bulan dengan komposisi garis kemiskinan makanan sebesar Rp 367.105, (74,90 persen) dan garis kemiskinan bukan makanan sebesar Rp 123.015, (25,10 persen),” katanya memaparkan profil kemiskinan di Sumut, Senin (3/2/2020).
Baca Juga : Inflasi Sumut 0,57 Persen di Januari 2020
Pada periode Maret 2019 September 2019, jelas dia, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menunjukkan peningkatan. P1 naik dari 1,371 pada Maret 2019 menjadi 1,480 pada September 2019, dan P2 naik dari 0,310 menjadi 0,372.
“Hal ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung menurun dan semakin menjauh dari garis kemiskinan dan tingkat ketimpangan pengeluaran antar penduduk miskin semakin tinggi,” terangnya.
Berdasarkan daerah tempat tinggal, pungkasnya, pada periode Maret 2019 hingga September 2019, jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan dan pedesaan turun masing-masing sebanyak 10,3 ribu jiwa dan 11,3 ribu jiwa.
Kata Suhaimi, pada September 2019, komoditi makanan yang memberikan sumbangan terbesar terhadap Garis Kemiskinan baik di perkotaan maupun di pedesaan pada umumnya sama.
Beras, lanjutnya, masih berperan sebagai penyumbang terbesar garis kemiskinan baik di perkotaan (20,65 persen), maupun di pedesaan (29,67 persen).
“Empat komoditi makanan lainnya penyumbang terbesar garis kemiskinan di perkotaan adalah rokok kretek filter (11,67 persen), tongkol/tuna/cakalang (4,07 persen), cabe merah (4,01 persen) dan telur ayam ras (3,80 persen).
Kemudian untuk komoditi bukan makanan, biaya perumahan masih berperan sebagai penyumbang terbesar garis kemiskinan, baik di perkotaan (6,22 persen) maupun di pedesaan (4,55 persen). (siti)