Medan, Mimbar – Maraknya aksi pencurian dan minimnya lahan untuk menggembalakan hewan ternak menjadi pemicu utama masyarakat desa di Kabupaten Karo enggan menggeluti sektor usaha itu. Kondisi itu dikhawatirkan akan membuat punah sektor peternakan di daerah tersebut.
“Dulu budidaya ternak di Karo sangat diminati masyarakat, setiap masyarakat desa pasti memiliki ternak kerbau atau paling tidak ada 10 sampai 20 orang pengembala. Setiap pengembala minimal menggembalakan kerbau paling sedikit 8 sampai 10 ekor dan maksimal 15 ekor,” kata Toni Togatorop seorang anggota DPRD Sumut, Rabu (4/4) lalu di Medan.
Kondisi sekarang sangat berbeda, katanya. Kini, hampir setiap masyarakat desa sudah enggan memiliki ternak, sebab sudah trauma dengan maraknya aksi pencurian ternak serta tidak adanya lagi lahan kosong untuk beternak, karena telah dipenuhi areal pertanian.  Padahal berternak merupakan salah satu usaha untuk meningkatan perekonomian masyarakat desa.
“Seperti kejadian pada 21 April tahun lalu, ada 4 ekor kerbau milik Pinta Pinem yang digembalakan Rubianto Depari, Anggota Ginting, Malem Ukur Pinem, Roman Ginting warga Desa Sukababo hilang. Tapi naas bagi 2 orang pencuri ternak, tewas dimassakan warga dan 2 orang lagi diamankan pihak kepolisian,” kata wakil rakyat dari Fraksi Hanura itu. .
Rentetan kejadian seperti itu membuat warga trauma dan takut beternak, karena pencuri ternak ini bukan saja mengganas di desa Sukababo, tapi hampir merata keseluruh pelosok desa di Karo. Akhirnya para peternak memilih berprofesi sebagai petani.
Untuk mengembalikan kejayaan Karo sebagai produksi ternak, tandas Toni, sudah saatnya Pemkab Karo memfungsikan kembali secara maksimal areal peternakan Nodi di Kecamatan Lau Baleng serta memperketat pengamanan bagi para peternak di desa-desa di kabupaten bumi tirang tersebut. (09)