mimbarumum.co.id – Ketua Dewan Pers Republik Indonesia Yosep Adi Prasetyo
menegaskan pihak-pihak yang menolak sertifikasi wartawan melalui ujian
kompetensi wartawan (UKW) berarti bukan awak pers.
“Lha iya dong. UKW itu kan bukan program Dewan Pers melainkan amanah atau
permintaan komunitas pers nasional, bahkan bisa disebut ‘pers langitan’ yang
disebut Piagam Palembang,” jelasnya di Hotel Aryaduta Medan, baru-baru ini.
Dewan Pers, katanya hanya memfasilitasi keinginan komunitas pers dan
sepenuhnya untuk memenuhi kebutuhan kalangan pers. Maka pihaknya justru aneh
jika ada yang mengaku komunitas pers lalu menolak UKW.
“Jadi jelas bukan pers la itu,” ujarnya berulang kepada wartawan di sela-sela
Workshop Peliputan Pileg dan Pilpres 2019 yang dihadiri pimpinan organisasi
pers dan media massa. Yosep yang akrab dipanggil Stanley menuturkan UKW hakikatnya adalah kebutuhan komunitas pers itu sendiri.
Ia mengakui banyak pihak termasuk dari sebagian kalangan yang mengaku-ngaku komunitas pers cenderung salah kaprah atau gagal-paham mengenai latar belakang UKW, karena menganggap UKW seolah-olah kehendak sepihak Dewan Pers.
“Ini yang salah kaprah. Yang benar, UKW disepakati oleh komunitas pers, bukan
programnya Dewan Pers, melainkan amanah Piagam Palembang, di mana waktu itu
komunitas pers termasuk ‘tokoh pers langitan’ seperti Jacob Oetama, Dahlan
Iskan, Margiono dan lainnya, yang mendorong perlunya dilakukan UKW,” ujarnya.
Atas dorongan komunitas pers yang sudah sangat terganggu atas menjamurnya
orang-orang bukan pers mengaku wartawan saat itu, lanjutnya maka Dewan Pers
merespon permintaan itu dan melanjutkannya.
“Jadi UKW sudah dilaksanakan sejak Dewan Pers diketuai Pak Bagir Manan.
Periode saya hanya melanjutkan. Lalu sekarang jika ada yang menolaknya, kan
aneh. Komunitas pers yang mendeklarasikannya, lalu kok ada pula sekarang
ujug-ujug menolaknya. Berarti mereka bukan komunitas pers la,” tegasnya.
Stanley menjelaskan UKW diperlukan karena dalam UU Pokok Pers disebutkan hal
ini adalah ‘lex specialist’. Artinya hanya komunitas pers lah yang mengatur
tentang pers. Jadi sudah benar lah bahwa UKW memang sepenuhnya berasal dari pers, oleh
pers, untuk pers dan dilaksanakan oleh komunitas pers itu sendiri.
“Jadi kalau ada yang menuduh UKW dilaksanakan oleh Dewan Pers adalah
salah. Yang menguji adalah 27 lembaga uji, ada PWI, AJI, IJTI, lembaga
pendidikan, lembaga pers dan lainnya,” jelas Stanley.
Hubungannya dengan BNSP, jelasnya, adalah koordinasi. “Dewan Pers tetap
mendorong agar UKW tetap dilaksanakan oleh komunitas pers kemudian nantinya
dikoordinasikan dengan BNSP, jika sudah sesuai standar maka BNSP
dipersilahkan menceknya.
“Ini kita kordinasikan bukan hanya dengan BNSP, melainkan melainkan melalui
BNSP kita akan perjuangkan agar hasil UKW mendapat pengakuan internasional,”
jelasnya.
Tentang adanya pihak yang menggugat Dewan Pers, Stanley balik bertanya, pihak
yang menggugat itu apa dasarnya dan siapa yang mengelola ? “Kalau Dewan Pers
jelas, yaitu melalui Keputusan Presiden (Keppres),” tegasnya.
“Jadi pertanyaannya kalau ada masyarakat yang merasa dirugikan
percayanya mengadu kemana ? Apa ada yang mau mengadu ke pihak lain di luar
pers ? Kan masih percaya ke Dewan Pers,” ujarnya. (Mahbubah)