Selasa, Juli 9, 2024

Tari Serampang XII Kajian Manuskrip 1957 Milik Siapa?

Baca Juga

mimbarumum.co.idSiapa yang tidak kenal tarian Serampang XII? Tari ini menceritakan tentang kisah cinta sepasang muda-mudi yang awalnya berkenalan, hingga akhirnya menikah yang dituangkan melalui dua belas ragam gerak. Sauti, merupakan tokoh pencipta tarian ini. Lalu, bentuk tari Serampang XII kajian manuskrip tahun 1957 milik siapa pula?

“Selain yang sudah berkembang pada masyarakat umum, sumber tentang Tari Serampang XII baru ditemukan lagi dalam dokumen berupa Manuskrip Tari Serampang XII yang menjelaskan dalam versi berbeda,” kata pimpinan Sanggar Cipta Pesona Batangkuis, Deliserdang, kepada Mimbar Umum Online, Jumat (24/12/23).

Linda menyebutkan, Sauti merupakan tokoh seniman yang menggubah tarian Serampang XII sejak tahun 1930an kala ia bertugas di Dinas Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan Prov. Sumatra Utara. Tarian Serampang XII pertama kali ditampilkan pada pergelaran Muziek en Toneel Vereeniging Andalas tanggal 9 April 1938 di Grand Hotel, Medan.

Tahun 1941, tarian Serampang XII ditampilkan kembali untuk masyarakat Serdang dalam malam dana dan amal guna membantu rakyat Serdang yang dilanda musibah banjir. “Pada tahun 1949, Sauti telah merampungkan dan menyusun pola dasar tari Serampang XII,” sebut Linda.

Menurut catatan redaksi dari Hamdani (2020: 158), tarian Serampang XII mulai terbentang luas berkat Sauti dengan berbagai pertunjukan, misalnya saat pertunjukan di depan Presiden Soekarno (1952), Pembukaan PON III di Medan (1953), Misi Kebudayaan di Beijing (1954), Kongres Bahasa II di Medan (1954), dan berbagai pertunjukan lainnya.

Setelah 1954, yaitu setelah tarian Serampang XII tampil secara internasional, gairah untuk mempelajari tarian Serampang XII gubahan Sauti mulai menjalar luas ke seluruh negeri.

Maraknya mempelajari tarian tersebut juga diikuti dengan munculnya sentimen antara kaum bangsawan dan rakyat biasa. Sentimen tersebut lebih disebabkan karena keterbatasan akses atas misi kebudayaan, jaringan, dan kesempatan yang tidak dimiliki kelompok murid Sauti dari kalangan rakyat biasa.

“Tari Serampang XII mulai mengalami beberapa perubahan sejak tahun 1950 hingga 1960, sehingga dapat disimpulkan bahwa naskah kuno ‘Peredaran Tari Serampang XII’ ini merupakan salah satu naskah perubahan Sauti yang ditulis pada tahun 1957,” kata Linda.

Sosialisasi

Hingga saat ini Tari Serampang XII yang sudah berkembang menjadi salah satu bagian penting dari pewarisan-pewarisan tari itu sendiri. Dalam pelestariannya, Tari Serampang XII dapat menjadi sumber untuk menciptakan karya tari baru.

Menurut Linda Asmita, keberadaan Manuskrip Tari Serampang XII awalnya tidak diketahui. Ketika Dinas Kebudayaan, Pemuda, Olahraga, dan Pariwisata (Disbudporapar) Deliserdang membangun gedung museum yang baru, dan dalam proses pembenahan gedung tersebut, ditemukan adanya catatan tari pada tahun 2018.

“Setelah diketahui adanya manuskrip tersebut, beberapa pihak museum berinisiatif untuk mengkaji atau mencari tahu tentang catatan tersebut lebih mendalam dengan mengundang beberapa pengkaji yang ahli baik di bidang tari ataupun musik,” ucap Linda.

Setelah dikaji dan diinventariskan oleh Disbudporapar, Manuskrip Tari Serampang XII belum sempat disebarluaskan kepada masyarakat. “Dalam hal ini, kami dari Sanggar Tari Cipta Pesona telah memublikasikan informasi tersebut kepada masyarakat secara luas melalui Komunitas tari yang ada di Deliserdang maupun kabupaten/kota di Sumatra Utara,” katanya.

Sanggar Cipta Pesona melakukan sosialisasi tari Serampang XII versi Manuskrip 1957 di Museum Daerah Deliserdang, Sabtu (11/11/23), difasilitasi Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Sumatra Utara. Acara yang dibuka Kepala Museum Ilham Syahputra, diikuti peserta asal Asahan Tanjungbalai, Tebingtinggi, Langkat, Binjai, Medan, Deliserdang, dan Labuhan Batu Utara.

Kegiatan yang diikuti 50 peserta itu menghadirkan narasumber Dr. Dillinar Adlin, M.Pd., Yusnizar Heniwaty, S.S.T., M.Hum., Ph.D., dan Retno Ayumi.

Rekomendasi

Sosialisasi tersebut menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan dari tari Serampang XII yang sudah berkembang dengan tari Serampang XII Manuskrip. Perbedaan tersebut, menurut para narasumber, tidak terlalu jauh. “Hal ini disebabkan tari ini adalah tari yang sama, yaitu tari Serampang XII,” sebut Dilinar Adlin.

Yang membedakan dari kedua tarian ini, menurut Yusnizar Heniwaty, beberapa bentuk penyajiannya, yang dapat dilihat dari gerak kaki, pola lantai dan garis edar, musik iringannya, busana serta rias kepala pada wanita. Dari segi gerak dan jumlah ragam kedua tari ini hampir sama sekitar 90%.

“Sebenarnya pada musik iringan juga memilki kemiripan, namun untuk Serampang XII versi Manuskrip partitur musiknya lebih ke arah musik joget (melodi),” kata Reyno Ayumi.

Linda Asmita selaku penyelenggara juga mengatakan, seniman tari sebaiknya bisa lebih terbuka dan menghargai variasi dari sebuah tarian. Meskipun ada perbedaan dalam bentuk penyajian, seperti pada Tari Serampang XII yang sudah berkembang dan versi Manuskrip, keduanya sama-sama memiliki nilai sejarah dan budaya yang perlu diapresiasi.

“Oleh karena itu, kami berharap agar ke depannya tidak ada yang membenarkan atau menyalahkan salah satu versi, melainkan lebih menghargai variasi dan kekayaan budaya yang ada,” kata pimpinan sanggar tari yang pernah memeriahkan HUT Ke-77 Mimbar Umum tahun lalu ini.

Reporter : Suyadi San

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Dukungan Mengalir dari Tokoh Masyarakat kepada Zaki Hamdani untuk Maju di Pilkada Deli Serdang

mimbarumum.co.id - Dukungan terus mengalir kepada Zaki Hamdani untuk maju di Pilkada Deli Serdang pada November mendatang. Kali ini...

Baca Artikel lainya