Jumat, Juli 5, 2024

Tak Terima Dikriminalisasi, Kanit Pidum Polrestabes Medan Dilaporkan ke Propam Poldasu

Baca Juga

mimbarumum.co.id – Dengan didamping kuasanya hukumnya, ARH mendatangi Bidang Propam Polda Sumatera Utara untuk melaporkan Kanit Pidum Polrestabes Medan terkait penetapan tersangka dirinya di Polrestabes Medan.

ARH tidak terima karena ditetapkan tersangka. Sebab, ia mengaku tidak pernah melakukan hal yang dituduhkan kepadanya. Karenanya ia merasa telah dikriminalisasi.

“Kita melaporkan ketidakprofesionalan pihak kepolisian untuk melakukan penetapan proses tersangka. Di sini kita melaporkan AKP Wisnugraha Paramaartha STK SIK,” ungkap Henry Rianto dari Kantor Advokat Henry Pakpahan dkk, kuasa hukum ARH, Selasa (8/8/2023).

Henry menyatakan alasan kliennya buat laporan ke Bid Propam Poldasu, merujuk pada Peraturan Kapolri tentang restoratif justice.

“Kita selaku kuasa, tidak adanya dilakukan restoratif justice dilakukan oleh Polrestabes Medan untuk mendamaikan. Kedua, tidak adanya dilakukan konfrontir antara pelapor, terlapor dan saksi,” sebut Henry, seraya menegaskan, restoratif justice adalah program Kapolri.

Lebih lanjut Henry menjelaskan awal mula kejadian sampai kliennya ditetapkan sebagai tersangka.

“Ini pelapor Saptaji (mantan PLT Kades Sampali) yang dilaporkan adalah Prof Pagar. Klien kita di sini hanya penghubung, gak ada kaitannya dengan tanda tangan pemalsuan surat,” bantahnya.

Sementara terkait pemberitaan di sejumlah media yang menyebutkan ARH adalah mafia tanah, dengan tegas Henry membantahnya.

“Ini luas tanah lebih kurang 640 meter persegi. Dan klien kita tidak merasa memalsukan tanda tangan. Dirinya hanya untuk menghubungkan antara pemilik tanah dan pembeli,” ungkap Henry.

Di tempat yang sama, Syaifullah SH menambahkan, pelapor yang membuat laporan ke Polrestabes Medan sudah tidak tinggal di Sumut.

“Pelapor saat ini kondisinya tidak berada di tempat atau tidak di Sumatera Utara lagi. Itu info yang kita dapat. Sehingga dalam hal ini, kita meminta kepada pihak penyidik, khususnya Polrestabes Medan yang menangani perkara ini, mohon kiranya memanggil pelapor maupun pemilik tanah. Apakah wajar tanah eks PTPN itu dijual belikan,” ungkap Syaiful.

Ia juga menyampaikan, kuasa hukum merasa keberatan terkait proses penyidikan yang dilakukan oleh pihak Polrestabes Medan.

“Mulai administrasinya, pemanggilan, penetapan tersangka, upaya yang dilakukan penyidik dalam hal mediasi atau restoratif justice, mengkonfrontir dalam perkara ini,” tegasnya.

Lebih lanjut diuraikannya, ARH pada tanggal 29 langsung ditangkap dan diperiksa sebagai tersangka. Karenanya, ia merasa heran dan mempertanyakan yang seharusnya kliennya diperiksa sebagai saksi malah ditetapkan sebagai tersangka.

“Seharusnya kan lebih didalami, kenapa penjual ini bisa menjual tanah yang kita duga eks HGU PTP II yang letaknya di Desa Sampali. Karena menurut keterangan informasi klien kita, dia hanya sebagai penghubung, siapa pelaku dan siapa pembuat. Bahwasanya klien kita tidak pernah terlibat untuk melakukan pemalsuan ataupun pembuatan. Artinya, dia hanya penghubung menerima dan memberikan surat tersebut,” papar pria yang akrab disapa Saiful ini.

Lanjutnya, “Jadi, kalau dibilang sebagai mafia tanah, adalah hal yang berlebihan. Kenapa? Karena yang dibuat di dalam surat tersebut luasnya hanya satu rante setengah atau lebih kurang 640 meter persegi. Artinya itu hanya satu tapak rumah. Apakah wajar seorang yang membeli tanah satu tapak rumah disebut mafia tanah?”

Untuk itu, Saiful berharap penyidik lebih profesional memeriksa dan menetapkan seseorang sebagai tersangka dan lebih mengedepankan restoratif justice.

“Karena setiap laporan itu kan, menurut Perkap diupayakan RJ dulu, karena ini delik aduan,” imbuhnya.

Di akhir pernyataan, Saiful menduga adanya kejanggalan-kejanggalan yang terlihat dari proses hukum yang menjerat kliennya.

“Kejadian itu tahun 2019, dilaporkan tahun 2022. Di sinilah ada kejanggalan-kejanggalan menurut kami,” sebut Saiful, sambil menggelengkan kepala.

Dia juga meminta kepada pihak pelapor, dalam hal ini Saptaji, untuk memberikan klarifikasi yang sebenarnya, agar permasalahan yang menimpa kliennya mendapat titik terang.

“Untuk pelapor atas nama Saptaji, mohon hadirlah ke Polrestabes Medan untuk menyelesaikan dan memberikan klarifikasi terhadap permasalahan tanah yang dijual belikan oleh Prof P, sehingga masalah ini menjadi terang dan tidak ada sebutan dalam perkara ini ‘mafia tanah’. Terlalu berlebihan kalau perkara ini disebut mafia tanah,” tutupnya.

Reporter : Jafar Sidik

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Kepala BPMP Sumut Apresiasi Festival Kurikulum Merdeka 2024 Berjalan Sukses

mimbarumum.co.id - Balai Penjaminan Mutu Pendidikan Provinsi Sumatera Utara (BPMP Sumut) sebagai UPT Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi...

Baca Artikel lainya