Sumatera Bangkit? Menelisik Ekonomi Kota-Kota Besar di Barat Nusantara

Berita Terkait

Oleh: Muhibbullah Azfa Manik

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan salah satu indikator utama untuk menilai kinerja ekonomi suatu wilayah. Ia merefleksikan total nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit produksi dalam suatu wilayah dalam periode tertentu. Dalam konteks Indonesia, PDRB menjadi alat penting untuk menilai daya saing dan ketahanan ekonomi provinsi maupun kota/kabupaten.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) dalam laporan “Produk Domestik Regional Bruto Menurut Lapangan Usaha 2023”, PDRB nasional atas dasar harga berlaku pada tahun 2023 mencapai Rp20.892 triliun, naik dari Rp18.892 triliun pada tahun sebelumnya. Dari data tersebut, terlihat bahwa kontribusi PDRB masih sangat terkonsentrasi di Pulau Jawa dengan lebih dari 57% dari total nasional.

Namun, jika ditarik ke skala daerah, kita dapat melihat variasi yang mencolok antar wilayah. Provinsi Sumatera Utara, misalnya, mencatatkan PDRB atas dasar harga berlaku sebesar Rp928,6 triliun pada 2023. Kota Medan sebagai pusat ekonomi utama di provinsi ini menjadi kontributor terbesar dengan PDRB sekitar Rp310 triliun. Dalam rilis terbaru BPS Kota Medan (Maret 2025), tercatat bahwa PDRB atas dasar harga berlaku tahun 2024 mencapai Rp329,61 triliun, dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,07 persen (y-on-y).

Sementara itu, di Sumatera Barat, PDRB tahun 2023 tercatat sebesar Rp346,9 triliun. Kota Padang menjadi motor utama dengan nilai mencapai Rp95 triliun. Data terbaru dari BPS Kota Padang yang dirilis pada Maret 2025 menunjukkan bahwa PDRB atas dasar harga berlaku tahun 2024 mencapai Rp101,76 triliun, dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 4,42 persen (y-on-y). PDRB per kapita provinsi ini sebesar Rp57,05 juta atau sekitar US$3.599,37.

Di sisi lain, Kota Palembang sebagai pusat ekonomi di Provinsi Sumatera Selatan mencatatkan kinerja yang cukup signifikan. Menurut data BPS Provinsi Sumatera Selatan yang dirilis pada Februari 2025, PDRB Kota Palembang atas dasar harga berlaku tahun 2024 mencapai Rp186,74 triliun, dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,12 persen. Sektor industri pengolahan, perdagangan besar dan eceran, serta konstruksi menjadi penyumbang utama struktur PDRB kota ini. Pemerintah daerah juga tengah mendorong pertumbuhan kawasan ekonomi khusus dan pembangunan infrastruktur sebagai penggerak pertumbuhan baru.

Di Riau, yang dikenal sebagai pusat industri migas, PDRB-nya mencapai Rp910 triliun dengan dominasi industri pengolahan dan pertambangan.

Menurut laporan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas dalam “Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024”, tantangan utama dalam pembangunan ekonomi wilayah adalah ketimpangan antarwilayah, yang salah satunya tercermin dalam kesenjangan PDRB.

Idealnya, PDRB per kapita menjadi ukuran yang lebih adil dalam mengukur kesejahteraan masyarakat, karena memperhitungkan jumlah penduduk. Misalnya, meskipun PDRB DKI Jakarta adalah yang tertinggi secara absolut, namun tingginya populasi membuat distribusi ekonominya tidak selalu merata.

Menurut Ekonom Senior Universitas Indonesia, alm. Faisal Basri, dalam wawancara dengan Kompas TV (Juli 2023), “PDRB tidak bisa hanya dilihat sebagai angka makroekonomi. Ia harus diikuti dengan pemerataan, akses pelayanan dasar, dan peningkatan produktivitas masyarakat lokal.”

Kota-kota besar di Pulau Sumatera seperti Medan, Pekanbaru, dan Palembang menjadi indikator penting untuk menilai efektivitas desentralisasi ekonomi. Ketiganya menunjukkan geliat pertumbuhan sektor jasa, industri, dan perdagangan. Namun, tantangannya tetap pada ketimpangan antara pusat kota dan wilayah hinterland.

Pemerintah daerah perlu mengambil langkah serius untuk memanfaatkan potensi lokal secara berkelanjutan. Salah satunya melalui diversifikasi ekonomi berbasis keunggulan daerah. Bappeda Sumatera Barat, dalam paparan pada Musrenbang Provinsi 2024, menyebutkan perlunya mengembangkan sektor agroindustri dan ekonomi kreatif sebagai penopang ekonomi daerah non-ekstraktif.

Sebagaimana ditegaskan oleh Kepala BPS Margo Yuwono dalam peluncuran data PDRB 2023 (Jakarta, Februari 2024), “PDRB bukan sekadar statistik ekonomi. Ini adalah cermin produktivitas daerah dan bagaimana pemerintah daerah merespons dinamika ekonomi nasional dan global.”

Analisa terhadap PDRB semestinya juga menjadi masukan bagi kebijakan fiskal daerah, termasuk dalam pengalokasian Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Ketahanan fiskal daerah tidak hanya ditentukan oleh besarnya pendapatan, tetapi oleh sejauh mana dana itu digunakan untuk membangun daya saing lokal.

Meningkatkan nilai PDRB bukan soal membesarkan angka semata, melainkan memastikan bahwa nilai tambah ekonomi benar-benar kembali kepada masyarakat melalui penciptaan lapangan kerja, peningkatan kualitas pendidikan dan kesehatan, serta penguatan struktur industri lokal. Inilah yang membedakan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dari sekadar ekspansi angka statistik.

Penulis adalah pemerhati ekonomi, Dosen Universitas Bung Hatta, Padang.

 

 

 

 

 

- Advertisement -

Tinggalkan Balasan

- Advertisement -

Berita Pilihan

HMI Cabang Medan Mati Suri

Oleh: Julpahri Tanjung Ketua Umum HMI FIS UINSU Pada tanggal 19 Februari 2024, telah dilaksanakan peresmian renovasi dan revitalisasi Masjid, Student...