mimbarumum.co.id – Sidang korupsi dana upah pungut dan insentif Dana Bagi Hasil (DBH) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) berlanjut, Senin (24/8/2020).
Hakim Tipikor Medan mengatakan dihadapan Bupati Labura Kharuddin Syah Sitorus bersiap-siap menjadi terdakwa berikutnya.
Sidang beragenda mendengarkan keterangan saksi dengan terdakwa Ahmad Fuad Lubis selaku mantan Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Labura dan Armada Pangaloan selaku mantan Kepala Bidang.
Kharuddin yang kapasitasnya hadir sebagai saksi menerangkan dihadapan Ketua Majelis Hakim Sri Wahyuni Batubara, bahwa ia telah mengembalikan dana intensif yang diperoleh.
Baca Juga : Sutio Jumangi Positif Covid-19, Pengadilan Medan tetap Beraktifitas
Hakim anggota Syafril Batubara pun langsung melontarkan pertanyaan apakah terdakwa yang merupakan bawahannya juga mengembalikan dana insentif tersebut?
“Semuanya mengembalikan yang mulia,” jawab Khairuddin.
Saksi pun menjelaskan, berdasarkan peraturan mentri keuangan itu tidak boleh digunakan untuk insentif.
“Kita kembalikan 1 April 2019. Sesudah ada pemeriksaan kepolisian bahwa tidak boleh ada insentif. Bupati menerima Rp 593 juta dan dikembalikan,” imbuhnya.
Hakim pun sontak lansung mengucapkan kepada Bupati Labura yang akan kembali maju di Pilkada 2020 untuk menyiapkan diri menjadi terdakwa berikutnya.
“Berarti akan siap-siap lagi, yang mengembalikan jadi terdakwa berikutnya,” ucap Hakim Syafril.
“Saya tak tahu yang mulia,” jawab saksi Kharuddin.
Kendati sudah ditegur majelis, saksi masih saja terus menjawab bahwa dirinya tidak mengetahui Pemkab berwenang atau tidak dalam memungut PBB sekotor perkebunan, pertambangan dan perikanan.
“Yang tahu teknisnya Dinas Pendapatan. Izin saya tidak tahu yang mulia,” ujar saksi saat ditanyakan kewenangan Pemkab memungut PBB.
Bupati Labura menerangkan lebih jauh, uang insentif tersbut upah pungut di luar dari gaji, untuk biaya antar surat mereka (bawahannya) karena kelapagan.
“Yang buat SK nya dari bawah SOP nya yang tanda tangan Bupati. Saya tidak baca yang mulia tidak ingat lagi isinya. Insentifnya ada (Bupati/Sekda) karena ikut menandatangi surat jalan mereka.
Karena di 2016 menurut BPK itu pemborosan sehingga tidak melakukan itu lagi. Sehingga SK itu dibatalkan, pemungutan hanya di tahun 2013,2014,2015,” sebutnya.
Saksi Kharuddin megatakan, total pengembalian upah pungut/insetif dari tahun 2013 hingga 2015 secara keseluruhan sebesar Rp2,1 miliar.
Terdakwa Armada membantah kesaksian bupati bahwa ia tidak pernah bertemu dengan bupati soal masalah SK. Sebab menurutnya itu hanya meneruskan saja karena sebelumnya di 2012 sudah.
Reporter : Jepri Zebua
Editor : Dody Ferdy