Senator Nuh Ikut Sesalkan Hakim Konstitusi Tebar Wacana Pemilu Hibrid : “Ini Kemunduran”

Berita Terkait

mimbarumum.co.idAnggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPD) RI Muhammad Nuh turut menyayangkan pernyataan seorang hakim konstitusi Arief Hidayat yang menawarkan wacana pemberlakukan sistem pemilihan umum (pemilu) hibrid dalam persidangan MK.

Menurutnya, seorang hakim konstitusi semestinya menyatakan sesuatu yang sifatnya berupa norma hukum bukan justru berwacana seperti layaknya seorang politisi. “Beliau itu adalah hakim konstitusi, bukan seorang politisi sehingga jangan justru menebar wacana,” kata Nuh.

Seorang hakim konstitusi, tambahnya seyogyanya sesuai dengan tugasnya perlu membuat keputusan apakah norma yang sedang diuji yakni perubahan sistem Pemilu dari proporsional terbuka menjadi proporsional tertutup itu sesuai konstitusi atau tidak.

“Ini kok malah membuat gaduh dengan menebar wacana,” beber Senator asal Sumatra Utara ini, Selasa (11/4/23) kepada mimbarumum online di Medan.

- Advertisement -

Mahkamah Konstitusi (MK), kata M. Nuh seharusnya hanya membahas atau memutus perkara yang menjadi objek yang diminta untuk diuji, bukan justru membicarakan sistem hibrid yang tidak pernah ditanyakan oleh pemohon.

“Jadi, tidak perlu berbicara tentang sistem alternatif untuk mengakomodasi mereka yang setuju dengan sistem Pemilu terbuka dan mereka yang setuju dengan sistem Pemilu tertutup,” katanya.

Sebelumnya, Hakim Konstitusi (MK) Arief Hidayat dalam sidang beberapa waktu lalu menawarkan jalan tengah yakni sistem Pemilu hibrid dalam menyelesaikan perkara uji materil tentang sistem proposional tertutup apakah sesuai dengan UUD 1945.

Sistem proporsional terbuka dapat dipakai untuk memilih presiden/wakil presiden dan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Sedangkan sistem proporsional tertutup untuk pemilihan anggota legislatif (pileg).

Hakim Konstitusi itu melihat, permohonan uji materil itu memuat dua dilema yang harus diselesaikan. Dilema pertama adalah dalam persoalan terbuka-tertutup ada keterbelahan yang sungguh sangat terbelah dari para pemerhati, Pemohon atau Pihak Terkait.

Kemudian dilema yang kedua, katanya masalah waktu. “Waktunya sudah berjalan, sudah mendekati injury time pelaksanaan Pemilu 2024. Jadi, dua dilema ini harus bersama-sama kita selesaikan, terutama diselesaikan oleh Hakim melalui putusannya,” kata Arief Hidayat.

Menanggapi itu, Muhammad Nuh bersepakat dengan pendapat Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid yang menuturkan bahwa model-model dengan sistem hibrid membutuhkan kajian dan diskusi yang mendalam. Karenanya, proses revisi UU Pemilu di DPR menjadi forum yang tepat untuk mendiskusikan hal tersebut.

“Jadi, bukan persidangan di MK untuk forum mendiskusikan hal tersebut. Karena ini bukan berkaitan dengan konstitusionalitas norma. Forum yang tepat untuk mendiskusikannya adalah di DPR, bersama dengan Pemerintah dengan melibatkan publik dan mengundang banyak pakar,” tegasnya.

Publik Lebih Bergairah

Senator M. Nuh secara khusus menyampaikan sikapnya yang lebih memilih pemberlakuan sistem proporsional terbuka. Menurutnya, sistem itu akan membuat publik lebih bergairah terlibat dalam memilih orang-orang yang akan menjadi wakilnya kelak.

“Publik bisa lebih tahu tentang siapa yang akan dijadikan wakilnya. Mereka bisa melihat langsung sosok yang akan dipilihnya itu seperti apa,” katanya.

Selain itu, tambah Ketua Persatuan Islam (Persis) Sumut ini dengan proporsional terbuka maka orang yang terpilih menjadi wakil itu secara psikologis memiliki pertanggungjawaban kepada para pemilihnya.

“Karena publik memilih langsung orangnya, maka yang dipilih pun memiliki pertanggungjawaban terhadap publik yang diwakilinya itu,” terangnya.

Nuh juga menyebut, jika sistem Pemilu 2024 mendatang menggunakan sistem tertutup maka sesungguhnya itu bentuk kemunduran dalam berdemokrasi.

Ia beralasan, rakyat Indonesia pada pemilu-pemilu sebelumnya sudah pernah menjalankan sistem tertutup, namun oleh MK diubah menjadi sistem proporsional terbuka sejak pemilu tahun 2009 hingga 2019.

“Sistem terbuka dianggap lebih sesuai dengan UUD 1945 dan lebih merepresentasikan sistem demokrasi. Jika kita kembali menggunakan sistem tertutup, ya itu kemunduran,” tandasnya.

Reporter : Ngatirin

- Advertisement -

Tinggalkan Balasan

- Advertisement -
spot_img

Berita Pilihan

Ketua PSI Sumut Sambut Ide Partai Super Tbk: Pak Jokowi Punya Ide Cerdas yang Solutif

mimbarumum.co.id - Ketua DPW PSI Sumatera Utara (PSI Sumut) HM Nezar Djoeli sangat mendukung gagasan Partai Super Terbuka yang...