mimbarumum.co.id – Saksi dari Polisi Daerah Sumatera Utara (Poldasu) menyampaikan kepemilikan Air Softgun harus memiliki izin sesuai aturan yang berlaku.
Hal tersebut disampaikan saksi Edy Tuah Saragih bidang senjata di Polda Sumut pada persidangan yang berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Medan, Ruang Cakra VII, Rabu (11/11/2020)
Persidangan beragendakan mendengarkan keterangan saksi Edy
yang dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Anwar Kataren menerangkan, Air Softgun tergolong senjata api yang dipergunakan untuk olah raga dan sejenisnya. Namun walaupun demikian pemilik Air Softgun harus memiliki izin.
Disampaikan saksi Edy secara tertulis yang dibacakan JPU, apabila tidak memiliki izin menggunakan senjata Air Softgun ini bisa dipidana sesuai PU 20/1960 Jo KEP Kapolri Nomor : SKEP/82/II/2014 JO R/13/I/2005.
Baca Juga : Arab Saudi Temukan 13 Jemaah Umrah Asal Indonesia Positif Covid
“Pengertian senjata api berarti alat apa saja yang sudah terpasang atau pun yang dapat mengeluarkan proyektil akibat perkembangan gas-gas yang dihasilkan dan penyalaan bahan yang mudah terbakar didalam alat tersebut, dan termasuk senjata buatan sendiri seperti senjata rakitan, serta tambahan yang dirancang atau dipasang pada alat demikian. Senjata api tiruan berarti benda apa saja yang serupa dengan senjata api yang layak disangka senjata api termasuk softgun,” imbuhnya .
Masih dalam kesaksiannya saksi Edy menguraikan, bahwa merujuk keputusan Kapolri Nomor Polisi : SKEP/82/II/2004, tanggal 16 Februari 2004 tentang petunjuk pelaksaan pengawasan dan pengendalian senjata api Non Organik TNI/Polri bahwa senjata yang menyerupai senjata api (air softgun) senapan angin (air rifle) tersebut termasuk peralatan keamanan yang digolongkan senjata api.
Sebelum dibacakannya keterangan saksi dari Polda Sumut tersebut pihak terdakwa melalui penasihat hukumnya (PH) Sahrul keberatan apabila keterangan saksi Edy Tuah Saragih dibacakan.
Namun JPU Anwar Kataren menjelaskan, pada majelis hakim bahwa keterangan saksi ini sudah disumpah.Tetap saja PH terdakwa keberatan. Selanjutnya Ketua Majelis Hakim Jarihat Simarmata mempersilahkan JPU untuk membacakan keterangan saksi dan keberatan PH dicatat.
Kendati demikian, majelis kembali menanyakan JPU, apakah pemanggilan saksi sudah dilakukan ketiga kalinya ya pak jaksa?
“Iya pak hakim bahkan saksi sedang berada di Bandara Kualanamu mau berangkat ke Jakarta untuk tugas,” sebut JPU.
Namun pihak dari penasihat hukum terdakwa Joni meminta agar video call, namun JPU tidak dapat menghubungi saksi. Majelis hakim mengatakan pada penasihat hukum Joni, keberatannya tetap dicatat.
Selanjutnya majelis hakim menanyakan kembali pada PH terdakwa apakah akan menghadirkan saksi adecharge (saksi yang meringankan) terdakwa.
Menurut PH terdakwa Joni akan menghadirkan saksi adecharge pada persidangan berikutnya. Usai mendengarkan dari dua belah pihak selanjutnya majelis menunda sidang hingga pekan dan di buka kembali dal agend mendengarkan keterangan saksi dari pihak terdakwa.
Sekarang diketahui, dalam dakwaan jaksa terdakwa Joni dijerat Pasal 1 ayat (1) UU Darurat No.12 tahun 1951.
Reporter : Jepri Zebua
Editor   : Dody FerdyÂ