Medan, Mimbar – Sedikitnya seribuan kaum muslim di Medan menunaikan shalat Idul Adha di halaman Kampus Institut Teknologi Medan (ITM), Jalan Gedung Arca, Medan tadi pagi (21/8/2018). Pelaksanaan itu lebih cepat sehari dari yang ditetapkan pemerintah Indonesia pada Rabu (22/8/2018) besok.
Tommy Abdillah selaku penyelenggara ibadah itu mengakui ibadah pada hari ini memang lebih cepat sehari dari yang ditetapkan pemerintah. Menurutnya hal itu terjadi karena adanya ikhtilaf para ulama yang menggunakan rukyatul hilal mutlak atau secara lokal untuk menetapkan Hari Raya Idul Adha.
“Ada dalil khusus dan ini yang kami ikuti yang juga diikuti sebagian besar kaum muslimin dan ulama di dunia yaitu sebuah hadist dari Imam Abu Daud dari Husain bin Al-Harits Al-Jadali. Hadist ini menjadi penunjuk bahwa ototitas yang menetapkan ibadah haji yang ada di Makkah Mukarramah. Itu terjadi dari masa lalu hingga hari ini,” kata Tommy.
Kegiatan ibadah itu diselenggarakan Majelis Kajian Islam Kaffah bekerjasama dengan Lembaga Islam Multi Dimensi dan Lembaga Dakwah Kampus ITM.
“Jamaah ini berasal dari di wilayah Kota Medan sekitarnya. Ini sebagian kaum muslimin yang meyakini wukuf di Arafah kemarin, hari inilah 10 Dzulhijjah,” ucapnya sesaat setelah usai pelaksanaan shalat Idul Adha yang diimami Al ustadz Ilham Fauzi.
Menitikkan Air Mata
Sejumlah jamaah shalat Idul Adha di Medan itu sempat menitikkan air mata saat khatib menyampaikan
khutbah yang berisi pesan Rasulullah Saw saat pelaksanaan haji wada’ di tanah suci pada 14 abad silam. Pesan itu menjadi wasiat terakhir, sebelum Nabi Muhammad Saw wafat.
“Hai sekalian manusia, perhatikanlah baik-baik apa yang hendak kukatakan! Aku tidak tahu, kalau-kalau aku tidak akan bertemu lagi dengan kalian semua dalam keadaan seperti sekarang ini,” ucap Al Ustad Musdar Syahban dengan suara lirih menahan haru mengutip pesan Rasulullah Saw pada momentum teramat penting dalam pelaksanaan ibadah haji itu.
Rasa haru dan kerinduan khatib terhadap baginda Rasulullah Saw itu juga mengalir kepada sejumlah jamaah yang khusu’ mendengarkan khutbah tersebut. Terlihat diantara jamaah menahan air mata dan sebagian lainnya tampak mengusap air mata yang sempat mengalir.
“Hai kaum muslimin, ketahuilah bahwa darah (jiwa) dan harta benda kalian adalah suci bagi kalian, sesuci hari dan bulan yang suci ini., hingga tiba saat kalian pergi menghadap Allah, dan kalian pasti akan menghadapNya. Pada saat itulah kalian dituntut pertanggungjawaban atas segala yang telah kalian perbuat! Ya Allah… itu telah kusampaikan,” ucap Ustadz itu lagi mengutip pesan nabi.
Dia melanjutkan pesan Rasulullah tentang larangan bagi kita merasa menjadi kelompok yang paling baik dibanding kelompok lain. Orang Arab tidak boleh merasa lebih baik dari orang non arab, begitu juga sebaliknya orang non Arab tidak boleh merasa lebih baik dari orang Arab.
“Keunggulan hanya diukur dari ketaqwaannya kepada Allah dan Rasulnya. Dan ketaqwaan itu akan tergambar dari keistiqomahannya dalam menjalankan hukum-hukum yang telah disyariatkan Allah Subhanhu wata’ala,” ucapnya.
Khatib itu juga memaparkan tentang keharaman riba yang telah dipesankan Rasulullah pada saat pelaksanaan haji wada’ itu. Namun ironinya, katanya aktifitas riba yang telah dicampakkan pada masa Rasulullah dan sahabat itu justru sekarang ini menjadi sesuatu yang seakan halal dilakukan. Bahkan, perekonomian negeri yang berpenduduk mayoritas muslim ini justru menjadikan sistem ribawi sebagai fundamen ekonomi negara.
“Semua macam riba terlarang, tetapi kalian masih berhak menerima kembali harta pokoknya (modalnya). Dengan demikian kalian tidak berlaku dzalim dan tidak pula diperlakukan dzalim! Allah telah menetapkan bahwa riba tidak boleh dilakukan lagi, dan riba Al-Abbas bin Abdul Mutthalib sudah tidak berlaku!”, ucapnya masih mengutip pesan nabi.
Ustadz Musdar juga mengingatkan kaum muslim untuk saling meningkatkan persatuan, tidak terpecah-pecah karena perbedaan bangsa, perbedaan suku perbedaan ras, maupun perbedaan mazhab karena sesungguhnya setiap muslim adalah saudara buat muslim yang lain.
Sebelumnya, khatib juga mencermati tentang fenomena para elit politik dan pemerintahan yang seakan menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan. Ada perilaku elit yang menurutnya tega menjadikan saudaranya sebagai korban untuk menggapai kekuasaan dan jabatan.
“Wahai sekalian manusia. Dengarkan kata-kataku ini dan perhatikan! Setiap Muslim adalah saudara buat Muslim yang lain, dan kaum Muslim semua bersaudara. Seseorang tidak dibenarkan mengambil sesuatu dari saudaranya, kecuali jika dengan senang hati diberikan kepadanya. Janganlah kamu menganiaya diri sendiri,” katanya mengutip pesan Rasullullah lagi.
Pada bagian lain khutbahnya, Ustadz itu mengajak kaum muslim untuk kembali meneladani pesan Rasullullah untuk menjadikan Alqur’an dan hadist sebagai petunjuk yang mengatur segala aspek kehidupan. Hanya dengan menjadikan hukum Allah sebagai satu-satunya aturan hidup maka keberkahan dari langit dan dari bumi akan turun memberikan kebaikan bagi seluruh umat manusia.
“Hai kaum muslimin, camkan baik-baik apa yang kukatakan. Hal itu telah aku sampaikan! Kutinggalkan bagi kalian sesuatu yang jika kalian berpegang teguh padanya. Kalian tidak akan sesat selama-lamanya, yaitu Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya! Soal itu jelas bagi kalian!”, sebut khatib menukil pesan baginda Rasulullah Saw.
Pelaksanaan ibadah shalat idul adha yang diikuti sekitar 1.500 orang itu dipimpin/diimami Al Ustadz Ilham Fauzi. Sementara dari pantauan, terlihat sejumlah aparat kepolisian dari Polrestabes Medan dan Polsek sekitar berjaga di lokasi pelaksanaan ibadah yang waktu pelaksanaannya sehari lebih cepat dibanding yang telah ditetapkan pemerintah pada Rabu (22/8/2018) besok. (02)