mimbarumum.co.id – Rektor Universitas Dharmawangsa Dr Kusbianto SH MHum memeinta pemerintah bersikap netral dan tidak melakukan intervensi atas kebijakan dan keputusan yang diambil Komisi Pemilihan Uumum (KPU) terkait pengumuman hasil penghitungan suara Pilpres 2019 pada 22 Mei 2019 mendatang.
Menurut pakar hukum di Sumut ini, tuduhan makar terhadap kelompok people power yang melakukan aksi demo tidak harus ditanggapi serius, tapi perlu disikapi bahwa UUD 1945 mengatur kebebasan mengeluarkan pendapat dan berserikat tanpa adanya tindakan anarkis, provokatif dan melanggar aturan hukum.
“Kita biarkan saja mereka menyampaikan pendapatnya dan kalau memang ada temuan silahkan melaporkannya ke Bawaslu, aparat penegak hukum, Mahkamah Konstitusi (MK) dan lainnya untuk dibuktikan di dalam persidangan,” katanya.
Kusbianto mengatakan, kebebasan mengeluarkan pendapat itu dilindungi undang-undang dan karenanya siapa pun yang terbukti melakukan kecurangan dalam pelaksanaan Pilpres sudah tentu harus mendapatkan ganjaran hukumnya.
Namun, dari beberapa aksi demo yang dilakukan di Kantor Bawaslu di Jakarta maupun di Sumatera Utara tampaknya masih dalam batas wajar dan belum terindikasi melawan hukum atau melakukan perbuatan yang mengakibatkan kerusakan dan kerugian negara.
Jadi tambah dia, pemerintah juga jangan takut dan kaku menyatakan tuduhan makar terhadap kelompok yang berbeda pendapat atau pilihan. “Jangan pula sampai ada pernyataan bagi siapa yang melakukan makar akan ditangkap dan ditindak. Wah ini terlalu keliru karena di era demokrasi saat ini tidak tepat mengambil tindakan salah sebelum ada vonis hukum,” katanya.
Masyarakat atau kelompok pendukung salah satu pasangan calon (paslon) Pilpres 2019 ini tidak perlu ditakut-takuti atau diancam akan ditangkap hanya karena mengeluarkan aspirasi dan keluhannya di depan umum.
Sebab, era demokrasi sekarang ini dimana rakyat sudah cukup cerdas menentukan arah pilihannya dan tidak takut jika mereka melakukan kebenaran.
Mengenai tim asistensi hukum tambahnya, jelas untuk bertugas membantu dalam menyelesaikan masalah-masalah hukum dan keamanan nasional. Dia mengungkapkan bahwa pembentukan tersebut termasuk ke dalam kecurangan dalam Pemilu 2019 karena tim tersebut dibuat untuk memantau ucapan tokoh-tokoh nasional.
“Sekarang ada tim asistensi pemantau ucapan para tokoh, bagi kami ini melengkapi sisi-sisi kecurangan pemilu. Selain kecurangan, ini adalah bentuk dari ancaman serius bagi demokrasi Indonesia,” ucapnya.
Kemudian ia mengungkapkan bahwa apa yang dikerjakan Tim Asistensi Hukum telah melanggar hak berserikat dan menyampaikan pendapat di muka umum yang telah diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945.
Sebelumnya, tim bantuan di bidang hukum yang akan membantu langkah-langkah koordinasi dari Kemenkopolhukam atau Tim Asistensi Hukum. Tim tersebut nantinya membantu Kemenko Polhukam dalam rangka melakukan pengendalian masalah-masalah hukum dan keamanan nasional. Tim ini akan membantu kemenko polhukam dalam rangka sinkronisasi, harmonisasi dan pengendalian masalah-masalah hukum dan keamanan nasional.
Dia juga mendukung himbauan berbagai elemen seperti pertemuan Rektor PTN dan PTS agar sivitas akademika tidak terpancing dengan isu yang dapat menganggu stabilitas keamanan dan mengancam kedaulatan NKRI yang nanti dirugikan adalah masyarakat, akademisi dan mahasiswa sendiri.
Untuk itu, kampus harus menjadi pilar dalam menciptakan keutuhan bangsa dan negara yang terbingkat dalam Bhineka Tunggal Ika. Jika semua persoalan dijalankan dengan prosedur dan aturan hukum maka tidak akan ada kecurangan dan praktik makar. “Kita berharap pemerintah bisa mencermatinya,” ujarnya. (nsr)