Penulis: Nidya Lassari Nusantara
Pada surah al-Baqarah ayat 185, Allah berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana puasa itu pernah diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertaqwa”.
Al-Qur’an dengan tegas menjelaskan tujuan puasa adalah agar umat Islam bertakwa dengan menjalankan segala perintah-Nya dan meninggalkan segala larangan-Nya. Sehingga muncul rasa takut perbuatan yang dilakukan mendapatkan dosa yang akibatnya menjerumuskan kedalam api neraka.
Pada masa Islam menjadi ideologi negara, bulan Ramadan adalah bulan yang mulia dan sangat dinanti-nanti. Beragam persiapan dilakukan jauh-jauh hari baik secara pribadi, masyarakat sampai negara.
Semua pihak tidak ingin keberkahan bulan Ramadhan terlewati begitu saja. Individu pada masa Islam menjadi aturan hidup. Setiap pribadinya tidak ingin puasa hanya sekedar menahan lapar dan haus. Maka dari itu setiap individu menyambutnya dengan sepenuh hati.
Seperti yang dilakukan Amr bin Qais dari generasi shalafush shahih. Satu bulan sebelum memasuki bulan Ramadan, Amr bin Qais sudah menghentikan kegiatan bisnisnya. Karena beliau tidak ingin mengotori jiwanya dan memalingkan kalbunya dari mengingat Allah SWT.
Dia bisa fokus beribadah selama bulan Ramadhan. Tak hanya shaum, shalat tarawih, memperbanyak tilawah al-Qur’an, makin giat meraih ilmu, makin banyak bersedekah, terdepan dalam dakwah, dan amalan lainnya yang mendatangkan pahala. Karena perniagaan pada bulan Ramadan jauh lebih menguntungkan ketimbang perniagaan duniawi.
Tidak hanya secara pribadi. Masyarakat pada masa Islam berjaya juga sangat memuliakan bulan puasa. Kedermawanan saling memberi makan orang berbuka puasa seperti penduduk Bani ‘Ady yang terbiasa mencari orang untuk berbuka puasa sehingga mereka jarang berbuka sendirian. Ibnu Umar selalu berbuka bersama anak yatim dan orang-orang miskin.
Kemuliaan bulan Ramadan yang diganjar pahala berlipat ganda juga tidak dilewatkan begitu saja secara negara. Jauh-jauh hari negara sudah memastikan harga dan kebutuhan pokok rakyat tersedia, terjamin dan tersalurkan dengan benar agar rakyat di dalam daulah Islam bisa fokus beribadah mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Maka tidak mengherankan bila seorang Amr bin Qais mampu menghentikan sejenak perniaagaannya karena negara bisa menjamin keburuhan pokoknya terpenuhi sehingga tidak ada rasa kekhawatiran dirinya dan keluarga akan menderita kelaparan.
Bulan Ramadan juga identik dengan penyebarluasan Islam. Bulan perjuangan yang mendatangkan kemenangan seperti perang Badar Kubra yang terjadi pada bulan Ramadan 2 Hijriyah. Peperangan yang menentukan antara hak dan yang batil dimana 300 pasukan Islam menghadapi 1000 pasukan Quraisy. Dimenangkan pasukan Islam. Di bulan Ramadan tahun 8 Hijriyah Fathuh Makkah yang mengokohkan daulah dengan dikuasainya seluruh Jazirah Arab.
Tahun 584 Hijriyah di bulan Ramadan pasukan Sholahuddin al Ayyubi mengalahkan pasukan salib, mengembalikan kedudukan baitul maqdis ke tangan kaum muslimin.
Sungguh suasana Ramadan di masa kejayaan Islam adalah suasana Ramadan yang dirindukan seluruh umat muslim di dunia. Tidak seperti selama ini. Secara pribadi banyak yang tidak fokus beribadah demi memanfaatkan rezeki bulan Ramadhan.
Faktanya banyak pedagang musiman yang berniaga di bulan Ramadhan. Mulai dari berjualan takjil sampai berjualan menyambut hari raya idul Fitri. Bulan Ramadhan juga sering diawali dengan kenaikan harga bahan pokok. Harga beras, gula, ayam perlahan naik dibulan Ramadhan.
Kemaksiatan juga masih banyak terjadi seperti pembunuhan, perampokan, pelecehan seksual. Kelaparan warga Gaza akibat kekecaman zionis Yahudi juga tidak terselesaikan. Jumlah korban warga Palestina terus bertambah dan tak berhenti di bulan Ramadan.
Semoga kemuliaan bulan Ramadan kembali dirasakan seluruh umat Islam baik secara pribadi, masyarakat dan negara. Seperti dulu saat umat islam memilih islam menjadi ideologi.
Wallahu’alam bishawab.