Jumat, Juli 5, 2024

Proses Hukum Pencabulan Anak Oleh Ayah Kandung Dinilai Lamban

Baca Juga

mimbarumum.co.id –  Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) menyayangkan lambatnya proses hukum atas kasus pencabulan yang dialami oleh JC (5 tahun).

PKPA dan UPT PPA Provsu mengalami kendala dan kesulitan untuk bertemu dan berkordinasi dengan jaksa dalam upaya memantau perkembangan proses persidangan korban.

JC adalah bocah wanita yang sejak berusia 2 (dua) tahun sudah menjadi korban pencabulan yang dilakukan oleh ayah kandungnya.  Pencabulan terungkap sejak januari 2019.

Pelaku berinisial JW telah menjalani persidangan di Kejaksaan Negeri Sei Rampah, Sergai atas tuntutan pencabulan, namun hingga saat ini tidak ditahan kejaksaan dan hanya menjalani tahanan kota.

Ibu korban, H (34 tahun) juga menyayangkan keputusan kejaksaan yang hanya menuntut pelaku 9 tahun penjara. Beliau yakin bahwa pelaku layak dituntut di atas 10 tahun karena dilakukan oleh orang yang seharusnya melindungi korban.

Baca Juga : “Social Distancing” Picu Kekerasan Terhadap Anak?

PKPA selaku lembaga yang fokus pada pemenuhan hak anak beranggapan bahwa lambatnya proses hukum atas kasus JC dapat berdampak buruk pada psikologi korban dan dapat menyebabkan trauma yang berkepanjangan.

Pelaku Tak Ditahan

“Bahwa sampai proses persidangan terdakwa juga belum dilakukan penahanan. Keputusan untuk tidak dilakukan penahanan terhadap terdakwa juga memperburuk kondisi korban,” papar Dizza Siti Soraya selaku Koordinator Pusat Pengaduan Anak PKPA.

Kondisi itu semakin menambah buruk, tambahnya tatkala proses persidangan, korban ditempatkan pada ruangan yang sama dengan pelaku sehingga menyebabkan trauma pada anak.

“Terutama karena terdakwa merupakan ayah kandung korban,” ucapnya.

Meninjau lambatnya proses hukum dalam kasus ini, Keumala Dewi selaku Direktur Eksekutif PKPA berpendapat bahwa proses penanganan kasus yang lambat ini, mengindikasikan kurang seriusnya aparat penegak hukum dalam menindak lanjuti kasus tersebut.

Itu, katanya berdampak kepada si anak yakni trauma berkepanjangan karena sampai saat ini pelaku bebas berkeliaran. Lebih jauh lagi, hal itu berdampak pada sistem perlindungan anak dan penegakan hukum di Sumatera Utara yang tidak berpihak pada kepentingan anak.

Selain itu, kegagalan merespon dan menangani kasus ini, akan menimbulkan munculnya kasus2 serupa pada anak lain, dan ini menjadi citra buruk pada penegakan hukum dan pemerintahan di Indonesia.

Sorotan

Kasus yang menimpa JW juga mendapat sorotan dari Deputi Bidang Perlindungan Anak Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Nahar, SH, MS.

“Kami prihatin atas kejadian yang menimpa anak kita JW (6) yang diduga menjadi korban pencabulan. Semoga pelakunya dapat dikenakan sanksi Pasal 82 UU 17 tahun 2016 ttg perlindungan anak,” ujarnya.

Ia berterimakasih kepada PKPA Medan dan Dinas P3A Prov Sumatera Utara yang telah melakukan berbagai upaya perlindungan anak dan pendampinga selama proses peradilan.

“Semoga putusan hukumnya akan berpihak pada kepentingan terbaik bagi anak,” ucapnya. (ril)

Editor : Masrin

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Kepala BPMP Sumut Apresiasi Festival Kurikulum Merdeka 2024 Berjalan Sukses

mimbarumum.co.id - Balai Penjaminan Mutu Pendidikan Provinsi Sumatera Utara (BPMP Sumut) sebagai UPT Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi...

Baca Artikel lainya