Perpisahan dan Tur Studi Tak Perlu Dihapus, Cukup Dibenahi

Berita Terkait

mimbarumum.co.id – Belakangan ini muncul perdebatan hangat terkait kegiatan perpisahan atau wisuda sekolah serta tur studi yang dianggap membebani keuangan orang tua dan rawan risiko keselamatan peserta didik. Beberapa pihak bahkan mengusulkan agar kegiatan tersebut dihapuskan sama sekali. Namun benarkah penghapusan adalah satu-satunya solusi?

Bagi Jumihardianto, warga Kelurahan Pasar Merah Barat, Kecamatan Medan Kota, kegiatan perpisahan atau wisuda tetap layak untuk diselenggarakan, dengan catatan bahwa tempat pelaksanaannya harus dibatasi di lingkungan sekolah. Ketika dilakukan di luar sekolah, risikonya jauh lebih tinggi.

“Kita tidak bisa menebak apa yang terjadi di luar sana, seperti kecelakaan lalu lintas, keterlambatan, bahkan potensi kericuhan,” katanya.

Bukan hanya itu, mahasiswa program studi Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas Islam Sumatera Utara ini menyebutkan, beban finansial yang harus ditanggung orang tua juga lebih besar karena melibatkan sewa gedung, konsumsi, transportasi hingga seragam khusus.

“Padahal dengan anggaran yang sama, acara di sekolah bisa dibuat lebih mewah dan penuh kesan, apalagi jika panitia kreatif,” ujarnya.

Menurut pria tambun ini, kegiatan perpisahan bukanlah sekadar ajang foto-foto atau formalitas belaka. Ia adalah penanda transisi penting dalam hidup peserta didik. “Sama halnya seperti pernikahan yang hanya terjadi sekali seumur hidup, perpisahan sekolah pun menjadi titik akhir dari perjalanan panjang bersama teman, guru, dan suasana belajar tertentu,” katanya menganalogikan seraya menambahkan kenangan seperti inilah yang kelak dikenang di masa dewasa, mengenang tawa, tangis, dan perjuangan selama masa sekolah.

Tentang tur studi, cucu sastrawan Shafwan Hadi Umry ini memandang kegiatan tersebut sebagai bagian dari proses belajar yang menyenangkan. Dalam dunia pendidikan modern, belajar tidak harus selalu dalam kelas. Ketika peserta didik diajak mengunjungi museum, tempat bersejarah, atau sentra industri, mereka mengalami pembelajaran kontekstual secara langsung.

“Selain menambah wawasan, kegiatan ini juga melatih keterampilan sosial, kepercayaan diri, dan manajemen waktu peserta didik. Ini pelajaran hidup yang kadang tak bisa didapat dari buku pelajaran,” sebutnya.

Dari sudut pandang pendidikan, Aini Indah Oktaviana, warga Kota Pekanbaru, Provinsi Riau, tegas menolak pelarangan total kegiatan tersebut. Menurutnya, wisuda atau acara perpisahan dan tur studi memiliki nilai emosional, sosial, dan psikologis yang penting bagi siswa.

“Kegiatan ini bukan hanya seremoni, melainkan bagian dari proses transisi dan penghargaan atas capaian belajar. Namun, bentuk pelaksanaannya memang perlu dievaluasi, agar tidak melenceng dari nilai-nilai akademik dan etika pendidikan,” sebut mahasiswa Universitas Islam Sumatera Utara ini.

Jangan Serta-Merta Melarang

Dia mengatakan, pemerintah dan sekolah sebaiknya tidak serta-merta melarang, melainkan mengatur dengan jelas standar kegiatan perpisahan agar tetap sederhana, edukatif, dan tidak membebani orang tua. Sekolah harus menjadi pengarah, bukan justru membiarkan komersialisasi acara berlangsung. Keterlibatan orang tua melalui Komite Sekolah juga penting untuk menjamin transparansi biaya dan substansi acara.

“Namun tentu saja, baik perpisahan maupun study tour perlu pengawasan ketat dan pengelolaan profesional. Sekolah harus memastikan bahwa kegiatan ini bersifat sukarela, bukan paksaan. Harus ada transparansi biaya, pertimbangan terhadap kondisi ekonomi semua peserta didik, serta evaluasi terhadap risiko keselamatan. Jika tidak, kegiatan yang awalnya baik bisa berubah menjadi sumber masalah baru,” katanya.

Untuk menjembatani persoalan itu, dibutuhkan solusi yang adil dan bijak, yang mempertimbangkan aspek pendidikan, ekonomi, dan sosial. Salah satu solusi yang dapat diterapkan, menurut Hani Purwanti, warga Kelurahan Kenangan Baru, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deliserdang, dengan mengatur ulang konsep perpisahan, wisuda, dan studi wisata agar lebih sederhana, murah, dan edukatif, serta mengutamakan keterlibatan orang tua dan sekolah dalam proses perencanaannya.

Ketiga mahasiswa calon guru itu, baik Jumi, Aini maupun Hani, percaya bahwa solusi dari masalah ini bukanlah dengan menghapus kegiatan perpisahan dan tur studi, melainkan dengan memperbaiki sistem pelaksanaannya. Sebab, kegiatan tersebut memiliki nilai emosional, edukatif, dan sosial yang sangat penting bagi peserta didik.

“Yang perlu ditekankan adalah asas keadilan, keamanan, dan kebersamaan dalam perencanaannya. Pendidikan bukan hanya soal nilai akademik, tapi juga tentang menciptakan kenangan dan pengalaman bermakna sepanjang hayat,” ucap mereka.

Tanggapan Mendikdasmen

Menanggapi polemik yang berkembang di tengah masyarakat itu, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti memperbolehkan pelaksanaan wisuda sekolah selama kegiatan tersebut tidak memberatkan dan sudah mendapatkan persetujuan orang tua maupun murid.

“Kalau menurut saya begini, sepanjang itu tidak memberatkan dan atas persetujuan orang tua dan murid, ya masa sih tidak boleh gitu kan. Yang penting wisuda itu jangan berlebih-lebihan dan juga jangan dipaksakan,” kata Mendikdasmen usai pembukaan Konsolidasi Nasional (Konsolnas) Dikdasmen 2025 di Pusat Pendidikan Sumber Daya Manusia (PPSDM), Kota Depok, Jawa Barat, Selasa (29/4/25), sebagaimana dilansir Antara.

Menurutnya, kegiatan wisuda dapat dilihat sebagai bagian dari ungkapan kegembiraan, sekaligus syukur atas keberhasilan para murid dalam menyelesaikan pendidikan mereka.

Di samping itu, kata dia, kegiatan wisuda juga dapat menjadi media yang efektif untuk menjalin keakraban dan silaturahmi di antara orang tua, murid, dan pihak sekolah, meskipun tidak menutup kemungkinan ada orang tua murid yang tetap tidak dapat hadir saat kegiatan wisuda.

Karena itu Mendikdasmen berpendapat pelaksanaan kegiatan wisuda sebaiknya diserahkan sepenuhnya kepada masing-masing sekolah.

“Itu kan sebagai tanda gembira dan juga lebih mengakrabkan orang tua dengan sekolah, karena bisa jadi orang tua itu ada yang tidak pernah ke sekolah anaknya sama sekali, hanya ke sekolah ketika anaknya wisuda, itu pun tidak semua orang tua juga datang dengan berbagai alasan,” ucap Mendikdasmen Abdul Mu’ti. (syd)

 

- Advertisement -

Tinggalkan Balasan

- Advertisement -

Berita Pilihan

Ketua Pewarta Polrestabes Medan Berbagi Sembako Kepada Pengurus dan Anggota

mimbarumum.co.id - Bertempat di Sekretariat Pewarta Polrestabes Medan Jalan Bromo Lorong Karya, Kecamatan Medan Area, Kota Medan, Ketua...