Selasa, Juli 9, 2024

Penjual Batagor ‘Lolos’ dari Bantuan Pemerintah

Baca Juga
  • Potret Kemiskinan Warga Kota Medan (12)

mimbarumum.co.id – Idah, ibu dari tiga orang anak. Dia berkerja sebagai penjual Batagor (bakso tahu goreng) dan es jeruk peras, di Jalan Stasiun Kereta Api, Kesawan, Kecamatan Medan Barat, Kota Medan, tepat di depan ruko Eka Jasa Ban. Ia ditemani suami dan anak laki-lakinya yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar.

Bertempat tinggal di Jalan Bilal, Gang Famili, Medan Timur, mereka saban hari berangkat berjualan menggunakan gerobak becak yang sudah tidak layak pakai, mulai pukul 10 pagi hingga petang, sampai sebelum Magrib.

Gerobak becak yang mereka pakai berjualan sudah sering rusak. Tidak mempunyai lampu. Rem-nya pun tak berfungsi. Sangat berpotensi menyebabkan celaka. Tapi karena serba terbatas, kondisi itu tidak menurunkan semangat pasangan suami-istri itu mencari nafkah.

Kepada Koran MimbarUmum, Idah bercerita, dalam sehari penghasilannya tidak menentu. Karena dipengaruhi kondisi ekonomi yang umumnya masih sulit, maka penghasilan harian mereka pun semakin hari semakin menurun.

“Keadaan sekarang sulit kali dek. Semenjak BBM naik, orang-orang yang lewat pun jarang mampir, jajan,” ucap ibu 39 tahun ini, Rabu (12/10) kemarin.

Modal yang Idah keluarkan dalam sehari mencapai Rp200 ribu sampai Rp300 ribu. Sementara harga Batagor yang dia jual berkisar Rp5 ribu, dan es jeruk peras satu gelas-sedang berharga Rp5 ribu juga. Artinya, Idah harus menghasilkan Rp500 ribu hingga Rp600 ribu, agar mendapat untung.

Untuk membantu meringankan beban keluarga, anak pertama mereka, perempuan, yang sekarang menuntut ilmu di Universitas Potensi Utama, juga bekerja di salah satu rumah makan di Medan.

Dengan penghasilan yang serba terbatas, Idah harus mengeluarkan setiap bulannya sebesar Rp1 juta untuk membayar kontrakan rumah, air dan listrik.

Saban waktu, Idah tak lepas dari bayang-bayangi rasa takut. Sebab, Satpol PP (Satuan Polisi Pamong Praja), pasukan Walikota Bobby Nasution ini, sering mengusir mereka, karena lokasi mereka berjualan itu merupakan tempat pemberhentian Bus Mebidang lintas Binjai – Medan.

Idah mengaku, mereka berada pada posisi yang salah. Tetapi karena tidak memiliki banyak pilihan, misalnya entah pemerintah kota menyediakan lokasi khusus untuk “warga berekonomi compang-camping” seperti mereka, sehingga bebas dari penggusuran yang sering tak berperikamanusiaan.

Salah satu hal yang tak masuk akal (unlogic), tatkala Idah mengisahkan soal bantuan pemerintah yang sedang berkuasa. Dengan wajah sendu, Idah mengatakan, keluarga mereka bukan penerima bantuan PKH (Program Keluarga Harapan).

Alasannya, sangat musykil, yakni, karena status kependudukan mereka tidak menetap, sering berpindah, meskipun masih bermukim di Indonesia, masih di Sumatera Utara, dan tak pernah keluar dari kota Medan.

“Kami tidak mendapat bantuan apa pun, dek. Bukan karena kami tak mengurus. Alasannya, karena rumah kami rumah kontrakan. Jadi, pindah-pindah. Tidak menetap,” katanya.

Catatan MimbarUmum dari narasi Rachmat Koesnadi, Direktur Jaminan Sosial Keluarga Kementerian Sosial (Kemensos), hanya ada dua syarat penerima bansos PKH. Pertama, penerima terdaftar di data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS). Kkedua, memenuhi komponen persyaratan sebagai peserta PKH.

Tidak ada dijelaskan, keluarga yang mengontrak rumah tidak berhak mendapatkan bantuan. Logikanya, justru karena mereka tidak mampu membeli-lah makanya mereka tak memiliki rumah. Sehingga mereka harus mengontrak rumah. Supaya mereka tidak menjadi penghuni kolong jembatan alias gelandangan.

Berdasarkan cara berpikir waras seperti itu, warga belum punya rumah seperti Idah itulah, justru mestinya lebih memenuhi syarat untuk mendapatkan bantuan pemerintah dibandingkan dengan mereka yang memiliki rumah.

Ida berharap, bila pemerintah –khususnya jajaran Walikota Medan– masih punya hati dan empati untuk menolong warga sendiri, maka bantuan sangat menolong untuk meringankan beban keluarga mereka.

“Setidaknya bantuannya itu untuk anak sekolah aja, dek,” katanya.

Dua anak mereka bersekolah di SD dan SMP Negeri. Bantuan pemerintah, salah satunya sangat berguna untuk pengadaan pakaian sekolah dan menalangi biaya transportasis.

Reporter : deo

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Rapat Paripurna Penjelasan Usulan Tentang Perubahan Perda Persampahan, Ini Pendapat Fraksi-fraksi DPRD Medan

mimbarumum.co.id - Wakil Ketua DPRD Medan Rajudin Sagala memimpin Rapat Paripurna tentang perubahan Perda Kota Medan No 6 tahun...

Baca Artikel lainya