mimbarumum.co.id – Penderes pinus di Samosir mulai marak. Ironisnya pohon jenis Cemara yang tumbuh menjadi penyangga tanah di sepanjang Jalan Pangururan-Tele yang juga kawasan hutan turut diembat.
Akibat tindakan penderes ini, masyarakat merasa khawatir. Karena Jalan Pangururan-Tele rawan longsor, maka pintu masuk satu-satunya keluar masuk Kabupaten Samosir akan menakutkan bagi pengguna jalan.
KPH XIII Dolok Sanggul diminta menghentika kegiatan penderesan getah pinus. Terutama di daerah curaman dan kawasan hutan lindung sepanjang jalan Tele-Pqngururan.
“Termasuk di didaerah penyangga Danau Toba, yakni kawasan Partuko Naginjang, Kecamatan Harian, Kabupaten Samosir Propinsi Sumatera Utara,” sebut Ketua DPC Garda Bela Negara Nasional (GBNN) Kabupaten Samosir, Hatoguan Sitanggang kepada mimbarumum.co.id, Selasa (23/2/2021) di Pangururan.
Idealnya menurut dia, pihak Dinas Kehutanan Sumatera Utara melalui KPH XIII Dolok Sanggul, harus lebih selektif memberi izin kepada para kelompok tani hutan.
“Kalau terjadi banjir dan longsor, akibat pepohonan pinus mati, siapa yang bertanggungjawab,” tegasnya.
Hatoguan mengulangi, perlu kajian ulang untuk legalitas menderes pinus. “Terutama di lereng perbukitan kawasan Danau Toba, karena rawan bencana banjir dan longsor,” tandas dia.
Ketua DPRD Samosir Saut Tamba mengaku bahwa terkait penderes pinus sudah mulai marak di daerah ini. Legislatif sudah menyurati Pihak KPH XIII Dolok Sanggul untuk dilakukan pembinaan kepada kelompok tani.
Upaya itu menurutnya, agar tidak terjadi kerusakan lingkungan terutama di lereng bukit yang berdampak rawan bencana longsor.
Hatoguan Sitanggang menyebutkan, sudah pernah mendatangi KPH XIII, agar seluruh kegiatan penderesan pinus dikaji ulang, demi kelestarian lingkungan.