Pegawai PT Kejar Disebut Terlibat Penggelapan Rp 8,6 Miliar di Bank Mega

Berita Terkait

mimbarumum.co.id – Seorang pegawai PT Kelola Jasa Artha (PT Kejar) bernama Irvan Rihza Pratama disebut turut terlibat dalam kasus penggelapan sebesar Rp8,6 miliar di Bank Mega yang menyeret Supervisor PT Bank Mega, Yenny (47), menjadi terdakwa.

Hal ini sebagaimana dicetuskan Ketua Tim Penasihat Hukum (PH) terdakwa Yenny, Johannes M. Turnip kepada wartawan di Pengadilan Negeri (PN) Medan, Senin (17/2/2025).

“Terkait saudara Irvan Rihza Pratama itu adalah pegawai atau karyawan dari PT Kejar sampai saat ini yang kami ketahui bahwa statusnya masih saksi. Di dalam berita acara persidangan (BAP) yang kami lihat dan kami baca bahwa saudara Irvan ini seharusnya sudah bisa dinaikkan statusnya,” kata Johannes.

Sebab, ucap Johannes, sudah memenuhi dua alat bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan Irvan sebagai tersangka. Kata dia, Irvan bersama sejumlah karyawan yang lainnya turut membantu untuk memuluskan pengambilan uang tersebut.

- Advertisement -

“Ya, kami menduga juga ada turut perbantuan yang diberikan PT Kejar, sehingga bisa memuluskan langkah dari terdakwa atau klien kami,” ujarnya.

Dalam kesempatan itu, Johannes pun mengatakan bahwa kliennya tidak memiliki kekuasaan untuk menguasai uang yang menjadi kerugian Bank Mega dan diduga digelapkan sebesar Rp8,6 miliar.

“Terkait persidangan ini perlu kita ketahui bersama, yang pertama bahwa uang atau kerugian dari Bank Mega sendiri yang didakwakan, yaitu berada di bawah penguasaan PT Kejar tidak berada di bawah penguasaan terdakwa,” imbuhnya.

Kemudian, lanjut dia, peraturan Bank Indonesia dan peraturan Dewan Gubernur Bank Indonesia menjelaskan bahwa harus adanya kesepakatan antara bank dengan PT Kejar yang mempunyai izin dari Bank Indonesia.

“Itu harus ada perjanjian kerja sama secara tertulis. Jadi tidak boleh yang namanya surat perintah kerja, karena itu akhir dari perjanjian yang dibuat. Jadi, menurut kami ini adalah kesalahan yang fatal,” terangnya.

Pihaknya pun berharap kliennya bisa mendapatkan keadilan yang tepat dan sesuai porsi. Oleh karena itu, apa-apa yang didakwakan jaksa penuntut umum (JPU) terhadap kliennya harus dinyatakan tidak terbukti menurut hukum.

“Karena kami merasa bahwa kami tahu kami berhadapan dengan siapa. Menurut kami sekarang ini Pasal 374 KUHP terkait penggelapan dalam jabatan itu tidak tepat. Yang kedua terkait Pasal TPPU yang didakwakan terhadap klien kami juga kami rasa tidak tepat dan tidak terbukti,” sebut Johannes.

Johannes juga mengatakan kasus ini harus menjadi perhatian publik, karena menyangkut keadilan warga negara. Ia pun mengaku siap membongkar kasus penggelapan ini sampai ke akar-akarnya.

“Sehingga kasus ini memang sangat menarik dan saya mohon untuk diatensi bersama. Karena ini cerita tentang keadilan yang memang harus diungkap kebenarannya secara terang benderang,” tuturnya.

Untuk diketahui, persidangan akan dilanjutkan pada Jumat (21/2/2025) dengan agenda pemeriksaan saksi lanjutan di Tempat Sidang Belawan Pengadilan Negeri (PN) Medan di Jalan Selebes, Kecamatan Medan Belawan.

“Kalau terkait permintaan jaksa harus sidang di Belawan kemarin alasan dari JPU katanya ada hambatan-hambatan, sehingga membuat terdakwa tidak bisa dihadirkan di PN Medan ini. Terkait apa hambatannya, jaksa tak memberitahukan,” pungkasnya.

Reporter : Jepri Zebua

- Advertisement -

Tinggalkan Balasan

- Advertisement -
spot_img

Berita Pilihan

Pengelola Judi Tembak Ikan “Jags” Aman-aman Saja di Kecamatan Patumbak, Kapendam I/BB: Laporkan ke Pomdam

mimbarumum.co.id - Meski telah diberitakan, pengelola judi tembak ikan berlogo Jags seolah tidak gentar dan kebal hukum. Pasalnya, sejumlah titik...