Ngantri Makanan Para Bangsawan di Bulan Ramadhan

Berita Terkait

mimbarumum.co.id – Tradisi yang dimulai sejak tahun 1990-an itu masih lestari hingga kini, meskipun zaman sudah berevolusi dan pemilik tahta juga terus berganti.

Berbagi makanan berbuka puasa di bulan Ramadhan itu sudah menjadi rutinitas keluarga Kesultanan Deli. Itu dimulai sejak pemegang tahta kerajaan itu adalah Tuanku Sultan Makmun Al Rasyid Perkasa Alam Syah. Ia merupakan raja kesembilan.

Kebiasaan berbagi makanan khas bangsawan Melayu hingga kini, saat tahta kerajaan berada di kepala Sultan Mahmud Lamanjiji Perkasa Alam, terus dilestarikan hingga kini.

Hanya saja, jika dahulu makanan berbuka yang disajikan itu merupakan bubur pedas, maka sejak tahun 1960-an diganti menjadi bubur sup. Meski begitu, masyarakat masih tetap menyebut makanan yang dibagi-bagi itu dengan sebutan bubur pedas.

- Advertisement -

Pembagian makanan berbuka itu dilakukan di Masjid Raya Al Mashun (Jalan SM. Raja, Medan) yang lokasinya tidak jauh dari Istana Kesultanan Deli yang berada di Jalan Brigjen Katamso, Medan.

Setiap hari, ada 1.000 porsi bubur yang siap dibagi-bagi. Hamdan yang dipercaya keluarga kesultanan untuk menyiapkan terlaksananya tradisi Ramadhan itu mengaku setiap hari menghabiskan 1 (satu) karung beras ukuran 30 kg.

Selain kebutuhan beras sebagai bahan utama bubur, Hamdan yang dibantu sejumlah pekerja lainnya, setiap hari juga membutuhkan daging sebanyak 10 kg, kentang dan wortel sebanyak 10 kg.

“Setiap hari habis,” ucap Hamdan menjelaskan tentang antusiasnya masyarakat Kota Medan untuk menikmati bubur pedas warisan Kesultanan Deli. Bahkan, sebelum pembagian bubur itu dilakukan, warga sudah terlihat antri untuk mendapatkannya.

Ramainya antrian, katanya berlangsung sejak awal Ramadhan. Dan biasanya akan tetap membludak sampai akhir bulan Ramadhan nanti.

“Masyarakat setiap harinya antuasias untuk menikmati bubur ini dari awal Ramadhan sampek akhir Ramadhan nanti,” ucap pria ini, Kamis (09/05/2019) di sela kesibukannya menyiapkan menu bubur pedas itu.

Rasa Khas

Antrian masyarakat untuk menikmati bubur sup itu ternyata tidak hanya semata untuk melestarikan kebiasaan atau tradisi kerajaan di bulan Ramadhan, tetapi juga karena “kecanduan” rasa khas bubur tersebut.

“Kayak bubur sup lainnya. Cuman kan ini ditambah sayur anyang jadi rasanya itu pas dari bubur sup yang berasal dari bumbu lada terus anyang juga dari bumbu lada,” kata Erni.

Bubur ini memiliki rasa khas karena memang alat memasak yang digunakan juga tetap mempertahankan cara tradisonal, yakni menggunakan tungku kayu.

“Pernah dicoba masak pake alumunium tapi cepat gosong dan rasanya tidak khas,” papar Hamdan.

Bubur (sup) pedas ini tidak hanya diminati warga lokal. Turis mancanegara yang berkunjung ke Medan pun, katanya tak ketinggalan ingin mencicipi bubur ini. (yf)

Tinggalkan Balasan

- Advertisement -

Berita Pilihan

LIPPSU Akan Bentuk Koperasi Mandiri untuk Bantu Korban TPPO

mimbarumum.co.id - Direktur Eksekutif Lembaga Independen Pemerhati Pembangunan Sumut (LIPPSU) Azhari AM Sinik menegaskan, pihaknya siap membantu korban Tindak...