mimbarumum.co.id – Senin lalu, Koran MimbarUmum melansir berita permintaan DPRD Tapteng (Tapanuli Tengah) kepada Mendagri Tito Karnavian untuk mengganti penjabat (Pj) Bupati Hj Yetty Sembiring SSTP, karena dua alasan –berdasarkan dokumen yang diterima media.
Pertama, koordinasi “kurang baik” Yetty, menyebabkan birokrasi tidak berjalan dengan semestinya. Kedua, adanya keterlambatan proses administrasi surat menyurat OPD karena lambatnya proses penandatanganan surat-surat oleh Yetty, mengakibatkan pelaksanaan tugas-tugas dari beberapa OPD, terkendala.
Hanya, tidak diungkapkan alasan yang lebih spesifik. Permintaan ganti Pj Bupati itu, disampaikan melalui surat resmi bernomor 170/871/2022, bertanggal 29 September 2022, diteken Ketua Dewan, Khairul Kiyedi Pasaribu (Partai NasDem).
“KASUS” ini menarik karena beberapa hal. Pertama, penetapan Yetty sebagai Pj Bupati, murni keputusan Mendagri Tito, karena tidak termasuk dalam tiga nama usulan Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi, yang meliputi: Afifi Lubis SH (Pj Sekdaprovsu), Dr H Asren Nasution MA (Ka Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia – BPSDM) Sumut, dan Dr Kaiman Turnip MSi (Staf Ahli Gubernur Bidang Pendidikan, Kesehatan, Infrastruktur, dan Pemberdayaan Masyarakat). Dengan demikian, Dewan Tapteng berarti berani “mengoreksi sendiri” pilihan Jakarta.
Kedua, Yetty, alumni STPDN, sekurang-kurangnya dalam pemahaman publik, adalah “didikan” Bakhtiar Ahmad Sibarani, bupati yang dia gantikan karena masa jabatan lima tahunnya habis, Selasa (24/5). Yetty bahkan sempat menjadi ajudan Bakhtiar semasih manjabat bupati, sebelum posisinya naik merangkak mulai dari menjadi Lurah, Kepala Badan Kepegawaian Daerah, hingga terakhir –sebelum jadi Pj Bupati– Sekda (Sekretaris Daerah).
Ketika akhirnya dia menjadi pilihan Jakarta, ada saja selentingan –yang tak mudah dikonfirmasi– bahwa penunjukannya disenangi Bakhtiar karena dua alasan: dia orang binaannya, sekaligus bukan pilihan Gubernur Edy Rahmayadi.
Dalam catatan media, pada akhir 2019 Gubernur Edy pernah “saling serang” dengan Bakhtiar. Edy mengatakan, kinerja Bakhtiar buruk dan tidak menyayangi rakyatnya. Edy juga kesal karena Bakhtiar tak pernah hadir saat diundang. Bakhtiar mengkritik “cara komunikasi” Edy, serta mengakui tak pernah memenuhi undangan karena acaranya hanya seremoni, bukan membahas pembangunan Tapteng.
Ketiga, DPRD Tapteng secara politis merupakan perwakilan 370.171 jiwa (2018) warga, beranggotakan 35 orang (kursi) dari 11 partai. Partai NasDem pimpinan Surya Paloh di Jakarta, dan di Tapteng diketuai Bakhtiar Ahmad Sibarani (mantan bupati) menguasai kursi mayoritas: 14 kursi (40%). Partai-partai lain: PDIP 4 kursi, Golkar 4, Gerindra 3, Perindo 3, Demokrat 3, PKS 1, PAN 1, Hanura 1, dan PBB 1.
Mengingat fraksi partai-partai di Dewan merupakan “perpanjangan tangan partai,” maka aksi minta ganti Pj Bupati oleh Dewan, pastilah sepengetahuan atau atas perintah partai. Kini muncul pertanyaan, mengapa partai NasDem mengganti Pj Bupati yang “anak didik Bakhtiar?” Memang ada rumor –lagi-lagi tak mudah diverifikasi– Yetty berusaha menjalankan tugas pokok pemerintahan, salah satunya tegas mengingatkan netralitas ASN (aparat sipil negara) di jajarannya, jangan sampai ada yang berpihak kepada figur politisi mana pun, terkait dengan tahun politik 2022 – 2024.
Keempat, Bakhtiar –lagi-lagi tidak mudah diverifikasi– oleh kalangan dekatnya diendus ingin “naik lebih tinggi lagi” pada Pilkada November 2024, dan bahkan bila mungkin menapaki jenjang BK1 atau BK2 (istilah untuk jabatan gubernur atau wakil gubernur), berkolaborasi dengan kandidat yang memiliki peluang menang –salah satunya Bobby Nasution, Walikota Medan.
Tetapi, angan-angan atau cita-citanya itu tiba-tiba saja “terjerembab” setelah Surya Paloh mendeklarasikan Anies Baswedan –mantan gubernur DKI Jakarta– menjadi Capres (calon presiden), yang berarti mustahil dia bisa berkolaborasi dengan Bobby selaku kader PDIP.
Maka, peluang untuk memenangi Pilkada Tapteng 2024 untuk jabatan kedua, wajib diamankan, dan penggantian Yetty pun menjadi bagian dari “pengamanan” itu. Sekali lagi, ini rumor yang tidak mudah diverifikasi, meski pun, masuk akal atau logis.
Kelima, maka para pemantau Pemilu, termasuk publik, bolehlah bersiap-siap memelototi dan mengkritisi perkembangan selanjutnya, mencegah agar jangan sampai ada politisi yang bermanuver dengan segala trik dan kelicikan demi mencapai “syahwat kuasa”-nya. Tentu, bukan hanya untuk urusan Tapteng!
Berita ini telah diterbitkan di Koran MimbarUmum ediri 18 Oktober 2022.