mimbarumum.co.id – Jelang memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) ke- 76 Bhayangkara yang jatuh pada 1 Juli 2022 mendatang, berbagai perayaan dan kegiatan sosial terus dilakukan Mabes Polri yang diikuti seluruh Polda dan Polres di seluruh Indonesia.
Di Sumatra Utara contohnya, Kapolresta Deli Serdang memberikan beasiswa kepada anak yang putus sekolah (Irmawati), warga Gang Satria Dusun IV Desa Tanjung Morawa B Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serang pada Senin (6/6/22).
Tidak hanya itu, tanggal 19 Juni kemarin Polda dan Polres seluruh Indonesia mengadakan Semarak Fun Bike dalam rangka menyambut HUT Bhayangkara, tujuan utama kegiatan ini untuk memupuk dan menjaga solidaritas antara TNI-Polri.
Dihari-hari sebelumnya, personel Bhayangkara terus melakukan kegiatan sosial seperti penyuluhan kesehatan gigi, donor darah, pengobatan massal, berbagi sembako, operasi patuh toba, dan masih banyak lainnya yang telah dilakukan dan akan dilakukan pasukan Bhayangkara kepada masyarakat Indonesia.
Libas Semua Yang Menghalangi
Lalu apa itu Bhayangkara? Bagaimana asal-usul Bhayangkara? Di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Bhayangkara adalah pangkat golongan tamtama dalam kepolisian di bawah bintara yang mencakupi Bhayangkara utama satu, Bhayangkara utama dua, Bhayangkara utama muda, Bhayangkara kepala, Bhayangkara satu, dan Bhayangkara dua.
Kalau diartikan jauh pada masanya, Bhayangkara merupakan pasukan tempur Kerajaan Majapahit yang digunakan sebagai alat pertahanan dan invasi. Pasukan Bhayangkara merupakan pasukan utama Kerajaan Majapahit dibawah naungan Mahapatih Gajah Mada yang bertugas melindungi raja dan para keluarganya, serta menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, seperti halnya polisi di Negara Indonesia.
Hingga saat ini, Polri masih menekankan empat prinsip keBhayangkaraan yang diajarkan Gajah Mada yang bernama Catur Prasetya. Prinsip-prinsi itu adalah, Satya Haprabu (setia kepada pimpinan negara), Hanyaken Musuh (mengenyahkan musuh negara), Gineung Pratidina (bertekad mempertahankan negara), dan Tan Satrisna (ikhlas dalam bertugas).
Gajah Mada mengajarkan, prajurit Bhayangkara harus berpresisi dan setia kepada negara karena itu merupakan harga mati bagi prajurit Bhayangkara. Tanpai presisi dan kesetiaan, seorang prajurit akan dicap sebagai pengkhianat negara.
Jadi, apapun rintangan dalam menjalankan tugas negara, para prajurit wajib mengalahkan rintangan itu. Bagaimanapun hukum harus ditegakkan. Mau siapapun musuhnya baik itu lawan atau kawan, empat prinsip tersebut harus dilakukan. Libas semua yang menghalangi.
Tidak hanya tentang mempertahakan negara saja, Bhayangkara itu harus dekat juga terhadap masyarakat agar masyarakat bisa mempercayai Bhayangkara sepenuh hati. Maka dari itu, Polri harus presisi dalam menjalankan setiap tugasnya.
Seperti di zaman modern sekarang, dimana Polri bisa dengan mudah menjalankan tugasnya. Contohnya Divisi Humas Polri, mereka harus menjadi implementasi progam penguatan sistem komunikasi publik. Dengan begitu, para masyarakat bisa tahu seluruh kegiatan-kegiatan yang dilakukan Polri maupun Polda setiap harinya dan mereka (masyarakat) bisa melapor keresahannya yang mengganggu aktivitas masyarakat sehari-hari.
Lalu, Divisi TIK Polri, yang harus maksimal dalam pengoptimalisasian untuk membantu dan mengawas pimpinan di bidang teknologi informasi dan komunikasi. Seperti saat membangun Big Data Polri dan menyempurnakan layanan polisi 110 yang telah terpasang di 420 titik, yaitu 1 Mabes, 32 Polda, dan 387 Polres. Dengan begitu, Polri akan lebih dicintai oleh masyarakat.
Maksimal Menjalankan Tugas
Dalam menjalankan tugas haruslah maksimal, agar tidak terkesan hanya sebatas memberi rasa kepedulian terhadap masyarakat. Kalau tidak kepala polisi, kemana lagi masyarakat bisa mengadu di dunia ini?
Seperti kasus premanisme atau pungutan liar (Pungli) yang meresahkan masyarakat sedari dulu. Polisi sudah sangat baik dalam menyikapi kasus ini, seperti jika mendapat laporan dari masyarakat di hari Senin, esoknya atau bahkan beberapa jam kemudian, pelaku berhasil diamankan pihak wajib setempat.
Pekerjaan polisi sudah sangat bagus dalam menangani kasus biasa seperti ini, namun masyarakat masih banyak yang kurang puas dengan hasil kerja polisi. Entah mereka tidak suka polisi atau hanya iseng mengomentari.
Untuk menghapus stigma seperti itu dari pemikiran masyarakat, polisi harus membasmi habis kasus premanisme dan Pungli dari akar-akarnya, agar pekerjaan mereka maksimal di mata masyarakat, walaupun di mata Tuhan, tidak ada orang yang sempurna.
Di Sumut khususnya di Kota Medan, kasus yang banyak dijumpai seperti Pungli, Premanisme, Judi, Begal, Curanmor, Narkoba, dan kasus kejahatan lainya, polisi jangan cepat puas saat menjalankan pekerjaanya, mereka (polisi) harus merasa kurang puas dengan hasil tugasnya itu, sehingga mereka (polisi) terus melakukan yang terbaik untuk masyarakat.
Di umur yang ke-76 tahun ini, para pasukan Bhayangkara diharapkan terus bekerja secara maksimal demi wujudukan Polri yang presisi, Polri yang diharapkan, dan Polri yang dicintai masyarakat.
Apalagi di dalam artian Yunani, angka 76 berarti memiliki jiwa yang menjalin imajinasi dan inspirasi dalam kehidupan mereka. Sehingga yang menjalin hubungan tersebut merasa nyaman karena berbagi energi positif terhadap orang lain.
(Diikut Sertakan Dalam Lomba)
Reporter: Zaim Dzaky