Menggugat Privilege: Ketimpangan Sosial di Balik Kesuksesan dan Pendidikan

spot_img

Berita Terkait

Oleh: Muhammad Hafidh, S.I.Kom dan Ismaliyah Yusuf Rangkuti, S.I.Kom

PENDIDIKAN memegang peranan sentral dalam mendorong transformasi positif dalam proses pembangunan sebuah bangsa. Sebagai salah satu instrumen utama, pendidikan berperan dalam mengoptimalkan potensi dan kemampuan generasi penerus, sehingga mereka dapat berkembang menjadi sumber daya manusia yang unggul.

Upaya untuk mewujudkan tujuan ini diwujudkan melalui berbagai kebijakan yang dijalankan pemerintah, termasuk pengembangan institusi pendidikan, baik yang berstatus negeri maupun swasta.

Pendidikan berkontribusi signifikan dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang kompeten dan memiliki daya saing tinggi di kancah global.

- Advertisement -

Kualitas pendidikan yang terukur dan terstruktur menjadi fondasi utama dalam menentukan keberhasilan individu yang secara konsisten dan serius menjalani prosesnya.

Jika dianalisis secara mendalam, Indonesia memiliki potensi besar dalam menghasilkan individu-individu yang sukses di berbagai bidang kehidupan, khususnya dalam mencapai kemandirian finansial.

Potensi ini sejalan dengan aspirasi yang secara universal diupayakan oleh banyak pihak, yaitu menjalani kehidupan yang sejahtera dan bebas dari keterbatasan material.

Hal-hal mendasar yang menjadi harapan yaitu, seperti mampu merasakan kenyamanan hidup tanpa perlu bekerja lebih keras, hal ini serupa kenikmatan hidup yang sangat tidak ternilai harganya.

Di sisi lain, saat mampu membeli apapun yang diinginkan tanpa melihat nominal harga yang harus dibayar, seolah menjadi impian para generasi Z dan Milenial yang selalu berkutat dengan kalkulasi untung-rugi.

Fasilitas transportasi yang bisa dinikmati mulai dari kelas ekonomi hingga eksekutif juga memberikan kemudahan dan kebanggaan tersendiri bagi siapa saja yang telah menyandang sebuah era kesuksesan.

Usaha Meraih Kesuksesan

Berbagai usaha kita lakukan untuk bisa meraih kesuksesan, mulai dari menentukan pola hidup, pola pergaulan, bahkan mengikuti berbagai training class sebagai upaya untuk bisa meng-upgrade kemampuan diri menjadi lebih baik.

Hal tersebut dapat menjadi faktor pendukung utama dalam meraih sebuah kesuksesan. Tapi, fakta berkata lain. Tidak semua orang memiliki peluang yang sama dalam meraih kesuksesannya, melainkan kesuksesan saat ini sangat ditentukan oleh latar belakang seseorang, baik yang telah dimiliki sejak lahir, atau justru dibentuk melalui proses perjuangan. Secara general, seluruh fenomena tersebut akan sangat bersinggungan dengan sebuah kata yaitu “Privilege”.

Setiap orang memiliki pandangan yang berbeda dalam melihat arti kata “Privilege”. Kemunculan kata “Privilege” ini disebut juga sebagai hak istimewa yang diberikan kepada seseorang sehingga mereka mendapatkan keuntungan, kesempatan, dan bantuan khusus dalam mencapai sesuatu.

Privilege dapat muncul karena adanya stratifikasi sosial, yaitu perbedaan akses untuk mendapatkan barang atau layanan yang sama. Privilege dapat didasarkan pada berbagai hal, seperti; gender, ras, agama, sosial ekonomi, status sosial, tingkat pendidikan dan juga seksualitas.

Istilah privilege semakin sering dibicarakan terutama di sosial media yang berkaitan dengan peristiwa yang memengaruhi kesuksesan seseorang.

Berbagai spekulasi telah membanjiri pola pikir dan sikap para generasi muda saat ini, hal ini sangat beririsan dengan sebuah dugaan mendasar bahwa penghasilan orang tua merupakan suatu privilege yang dapat memengaruhi kesuksesan seseorang di masa depan.

Menurut riset W.E. Upjohn Institute, yaitu Degrees of Poverty: The Relationship between Family Income Background and the Returns to Education menyatakan bahwa penghasilan keluarga bisa jadi faktor penting dalam menentukan pilihan karir kita kedepannya.

Keluarga dengan penghasilan tinggi biasanya lebih banyak akses untuk pendidikan yang berkualitas. Tetapi keluarga berpenghasilan rendah pada akhirnya dapat menyebabkan lebih sedikit kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dikarenakan berbagai peristiwa dan pengalaman (misalnya lingkungan keluarga, pengaruh lingkungan pergaulan, dan kualitas sekolah) yang dapat menyebabkan keterampilan keras atau lunak yang lebih rendah atau koneksi yang lebih sedikit.

Dengan kata lain, pendidikan memiliki korelasi yang signifikan dalam mempengaruhi pendapatan seseorang.

Semakin tinggi dan berkualitas tingkat pendidikan seseorang, maka akan semakin besar peluangnya untuk mendapatkan dan mengakses pekerjaan dengan upah dan kompensasi yang lebih besar.

Hal ini karena pendidikan diyakini dapat berpengaruh terhadap kemampuan teknis seperti kecakapan, tingkah laku, sikap, dan pola pikir yang kritis dan adaptif bahkan pengambilan keputusan yang didasari dengan keadilan dan kebijaksaan. Hal ini dapat terjadi karena adanya gap akses ke fasilitas, networking, dan sumber daya manusia untuk terus berkembang. Faktor-faktor ini menciptakan keunggulan atau “privilege” yang dapat menentukan kualitas dan kuantitas peluang karir di masa depan, juga menjadikan pendidikan sebagai instrumen penting dalam meningkatkan mobilitas sosial dan ekonomi.

Realitas Kehidupan

Namun, pertanyaannya, apa yang harus dilakukan oleh individu yang berasal dari keluarga dengan pendapatan rendah? Apakah cukup dengan menerima nasib saja? Tentu tidak. Siapa pun harus memiliki rencana yang solid untuk mencapai target yang sama dengan mereka yang memiliki privilege untuk mendapatkan akses dengan lebih mudah dan setara. Tentu usaha seorang individu harus jauh lebih keras dan lebih cerdas.

Merencanakan, membuat serta menjalankan skala prioritas, berusaha lebih sungguh untuk meraihnya, terus belajar banyak ilmu baru untuk mengembangkan kemampuan di dalam diri, mempertajam pengetahuan dan memperluas pergaulan untuk meningkatkan personal branding akan menjadi langkah-langkah konkret dalam mencapai kesetaraan hidup dengan lebih bijaksana.

Tidak membandingkan cara dan jalan hidup dengan siapapun, akan memberikan kesadaran dalam diri bahwa setiap orang memiliki jalur “memulai dan mengakhiri” yang berbeda-beda.

Percaya pada kemampuan diri akan membuat setiap usaha membuahkan hasil yang maksimal.

Memiliki “privilege” merupakan keuntungan besar dalam kehidupan seseorang, seolah menjadi kendaraan yang memiliki tingkat kecepatan dan peluang keberhasilan lebih besar dibandingkan dengan mereka yang hidup dengan penuh perjuangan.

Lantas, apakah keluarga dengan penghasilan tinggi sudah pasti berhasil? Tidak selalu demikian. Individu yang berasal dari keluarga dengan penghasilan tinggi harus mampu menggunakan privilege tersebut dengan sebaik-baiknya.

Jangan sampai akses yang dimiliki justru menjerumuskan dan membuatnya lalai untuk berusaha lebih maksimal, mengubah cara berpikir dan menempah mental yang lemah di dalam dirinya.

Lahir, dibesarkan, atau tumbuh dalam lingkungan yang diwarnai oleh “privilege” menghadirkan tantangan tersendiri bagi individu untuk memahami, menghargai, dan memanfaatkan keistimewaan tersebut dalam rangka mencapai kesejahteraan hidup yang optimal sesuai dengan potensi yang telah dianugerahkan oleh Tuhan. Kesadaran personal yang komprehensif—meliputi aspek intelektual, spiritual, dan emosional—merupakan tiga komponen yang harus dimiliki oleh setiap individu untuk mencapai kesuksesan.

Kesadaran intelektual membantu seseorang dalam memahami dunia secara rasional dan kritis, kesadaran spiritual memberikan arah moral dan etika yang mendalam, sementara kesadaran emosional memastikan stabilitas dan ketahanan psikologis dalam menghadapi tantangan.

Ketiga komponen ini saling melengkapi dan menjadi prasyarat penting dalam perjalanan seseorang menuju kesuksesan yang autentik dan berkelanjutan.

Oleh karena itu, penting untuk selalu berusaha lebih keras dalam mengasah potensi diri, mengembangkan pola pikir yang adaptif, serta menumbuhkan daya tahan mental yang kuat agar keistimewaan tersebut dapat menghasilkan keberhasilan yang berkelanjutan.

Referensi:
Tilaar, H. A. R. (2009). Pengembangan Sumber Daya Manusia Berbasis Pendidikan. Jakarta:
Rineka Cipta.
Schultz, T. W. (1961). Investment in Human Capital.The American Economic Review, 51(1),
1–17.
Bourdieu, P. (1986). The Forms of Capital. In J. Richardson (Ed.), Handbook of Theory and
Research for the Sociology of Education. (pp. 241–258). New York: Greenwood.
Roth, L. M. (2004). Engendering Inequality: Processes of Sex-Segregation on Wall Street.
Sociological Forum, 19(2), 203–228.
OECD. (2018). Education at a Glance: OECD Indicators. Paris: OECD Publishing.
Putnam, R. D. (2015). Our Kids: The American Dream in Crisis. New York: Simon & Schuster.
Maslow, A. H. (1943). A Theory of Human Motivation. Psychological Review, 50(4), 370–396.
Dweck, C. S. (2006). Mindset: The New Psychology of Success. New York: Random House.

(Penulis adalah mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi Univ. Padjajaran)

- Advertisement -

Tinggalkan Balasan

- Advertisement -
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img

Berita Pilihan

Pj Gubsu Sambut dan Dukung Kegiatan Seminar dan Pelantikan BMPS Sumut

mimbarumum.co.id - Penjabat Gubernur Sumatera Utara (Pj Gubsu) Dr. Agus Fatoni menyambut positif dan menyatakan mendukung penuh kegiatan seminar...