mimbarumum.co.id – Plt Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Utara (Kadisdiksu) Lasro Marbun diminta membuktikan masa jabatan 16 tahun kepala sekolah SMA dan SMK Negeri di Sumut.
“Jangan asal bunyi (asbun) yang menimbulkan keresahan kepala sekolah yang berdampak buruk pada kinerjanya meningkatkan kualitas sekolah dan siswa,” kata pengamat pendidikan UNIMED Dr Muhammad Surip MPd, Jumat (15/4/2022).
Kata Surip, sejak peralihan 2017, sesuai Pergub tak ada masa jabatan kepala sekolah SMAN dan SMKN selama 16 tahun karena di 2018 itu sudah dilakukan pengukuhan, artinya baru 5 tahun berlaku.
Jika merujuk pada waktu pengelolaan SMAN dan SMKN di Pemko/Pemkab memang ada masa jabatan diatas 15 tahun. “Pertanyaanya, jika aturan itu dasar acuan maka Pergub peralihan ke provinsi batal. Karenanya, kalau Pak Lasro gunakan acuan lama maka pergantian kepala selolah cacat hukum,” jelasnya.
Menurutnya, jabatan kepala sekolah harus ada periodesasi dan batasan maksimalnya. Secara psikologis, apabila seorang terlalu lama memimpin suatu institusi/organisasi, pola sikap dan tindakannya cenderung tidak objektif dan sulit berinovasi untuk kemajuan, karena pola pikirnya sudah terbangun dengan menggerakkan organisasi secara alamiah saja, tidak akan ada gebrakan terbaru yang belum dilakukan orang lain.
Namun jika suatu pemimpin tersebut baru diberi amanah dan jika tidak ada inovasi dan perubahan akan diganti, tentu pemimpin tersebut akan berupaya melakukan yang terbaik demi kemajuan dan keunggulan.
“Kita bisa lihat periodesasi jabatan publik dari presiden sampai ke bupati/walkot, kan hanya 5 tahun dan bisa mencalonkan lagi 1 periode berikutnya. Hal ini tentu didasari satu asumsi di atas,” tambah Surip yang juga Kepala Humas UNIMED ini.
Menanggapi kenapa usulan copot kepala sekolah sekarang mendekati Pilgubsu 2024, sehingga timbul opini warga sekolah baik kepala sekolah, guru ASN, guru honor dan siswa sebagai pemilih pemula digiring untuk mendukung salah satu paslon. “Itu wajar tapi salah kaprah dan harus dihentikan. Karena sekolah untuk tempat menimba ilmu bukan berpolitik praktis,” ujarnya.
Dia meminta agar seorang pejabat publik seperti gubernur, bupati/walikota taat hukum dan tahu aturan, tentu tidak melakukan hal-hal yang menimbulkan permasalah di masyarakat. Tidak boleh dan tidak etis seorang pejabat publik memanfaat jabatannya untuk kepentingan pribadinya.
Hal yang harus dilakukannya adalah menjalankan pemerintahan sebaik-baiknya, memanfaatkan APBD untuk kesejahteraan masyarakat dan mendukung kebijakan-kebijakan pemerintah pusat.
“Seorang pemimpin dalam memberhentikan bawahannya, atau contohnya seorang
kadis pendidikan memberhentikan jabatan kepala sekolah, harus berdasarkan evaluasi kinerja dan capaian, tidak berdasarkan yang lainnya. Agar organisasi dapat berjalan dengan sehat dan semua bawahan juga tidak tidak menimbulkan kecurigaan,” paparnya.
Selain itu kata Surip, harusnya ada panduan dan jenjang karir yg jelas untuk menjadi kepala sekolah. Pola ini juga akan menjadi semangat baru bagi siapa pun yang ingin menjadi kepala sekolah.
Reporter : M Nasir