mimbarumum.co.id – Integritas media terbangun dari integritas wartawannya. Namun, membangun integritas tidak singkat, butuh waktu dan harus menjadi kebiasaan.
Hal ini diungkap Direktur Sekolah Jurnalisme Indonesia (SJI), Ahmed Kurnia Soeriawidjaja menjadi pembicara dalam SJI Sumatera Utara (Sumut) di Grand Inna Medan, Senin (23/9/2024).
Ahmed Kurnia bilang, integritas adalah esensi profesi wartawan. Apalagi di era modern seperti saat ini, teknologi telah mengubah segala aspek dalam sektor jurnalisme dan harus berkompetisi dengan teknologi artificial intelligence (AI).
Bicara konteks integritas, jelasnya, kini wartawan berkompetisi dengan kecerdasan buatan. Sehingga wartawan harus berupaya mengemas berita berintegritas. “Misalnya membuat berita kritikan tanpa menyinggung,” ucap wartawan yang memulai profesi sejak tahun 1981 ini.
Jadi, sambungnya, untuk mempertahankan integritas sebagai wartawan, harus menghilangkan kepentingan.”Suka tidak suka Anda (wartawan) harus tempatkan posisi sebagai guru bangsa,” ungkap penulis di BUMN TRACK ini.
Maksud menempatkan posisi sebagai bangsa, terangnya, wartawan harus menjadi guru untuk memberikan informasi yang terverifikasi, objektif dan akurat. Oleh sebab itu, di era AI wartawan harus memanfaatkan teknologi ini dengan menjadi lebih kreatif.
“AI belum bisa buat lead, belum bisa buat naskah. Karena kita yang wawancara, kita yang memerintahkan AI ini dengan kreatif,” terangnya.
Jadi menurut Ahmed Kurnia, kecerdasan buatan ini ada keuntungan komparatif dan kompetitif. AI dapat membantu wartawan bekerja lebih efisien dan efektif. Sehingga kita bisa lebih fokus dengan kreatifitas.
“Karena AI ini tidak dapat mengganti tugas jurnalisme, yakni verifikasi, klarifikasi, validasi dan konfirmasi,” jelasnya
Dengan AI ini, kata Ahmed Kurnia, wartawan bisa mempertahankan integritas diri. Misalnya Nazwa Shihab dan Karni Ilyas. Karena tekanan dari perusahaan tempat bekerja mempengaruhi integritas mereka, akhirnya wartawan-wartawan kenamaan ini mengundurkan diri.
“Namun karena sudah miliki integritas yang baik, mereka bisa berkembang sebagai wartawan,” tukasnya.
Diakui Ahmed Kurnia, memang ada tantangan dalam menjaga integritas, terutama dalam perkembangan teknologi. Yang pertama monetisasi berita dan sensasi berlebih (clik bait).
Lantaran demi mendapatkan klik dan pendapatan iklan, beberapa media cenderung menggunakan judul-judul yang sensasional tanpa mempertimbangkan akurasi informasi.
“Wartawan seringkali terjebak dalam tekanan untuk memprioritaskan sensasi ketimbang kebenaran,” ungkapnya.
Selain monetisasi berita dan clik bait, tekanan dari pemilik media juga menjadi tantangan wartawan. Sebab, beberapa wartawan bekerja di bawah media yang dikuasai oleh kelompok bisnis atau politik. Hal ini bisa mengancam independensi dan integritas wartawan.
“Karena mereka mungkin dipaksa untuk menyajikan berita yang menguntungkan pihak tertentu,” tandasnya.
Sebelumnya, membuka SJI, Penjabat (Pj) Gubernur Sumut Agus Fatoni mengajak peserta SJI Sumut menjadi wartawan kreatif.
Patoni bilang, orang kreatif akan melakukan hal berbeda, karena biasa mereka ini adalah orang pilihan. Selain kreatif, wartawan juga harus inovatif.
“Orang inovatif, adalah orang yang selalu mempunyai tujuan. Di manapun dia bertugas maka akan meninggalkan histori dan sejarah yang baik-baik. Marilah kita menjadi jurnalis yang unggul,” ajak Fatoni.
Reporter : Siti Amelia