mimbarumum.co.id – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto mengatakan layanan media sosial (medsos) dinonaktifkan untuk sementara. Tindakan itu diambil pemerintah untuk menghindari penyebaran berita bohong atau hoax.
“Untuk sementara, untuk menghindari berita bohong kepada masyarakat luas, akan kita…. Akses di media sosial tidak diaktifkan untuk mencegah itu tadi, hal negatif yang bisa berdampak ke masyarakat,” kata Wiranto dalam konferensi pers di kantornya, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu (22/5/2019).
Wiranto mengatakan pemerintah ingin agar masyarakat mendapatkan informasi yang akurat. Sebab, Wiranto menyebut adanya upaya adu domba di dalam masyarakat melalui berita bohong di medsos.
“Jangan sampai kita diadu domba sehingga persahabatan, persaudaraan kita di bulan puasa ini berpengaruh,” kata Wiranto.
Pemerintah memblokir sebagian fitur aplikasi chatting, di antaranya adalah fitur mengirim gambar dan video. Menko Polhukam Wiranto menegaskan pemblokiran itu upaya mengamankan negeri.
“Saya juga menyesalkan ini harus kita lakukan, tapi ini suatu upaya untuk mengamankan negeri yang kita cintai ini,” kata Wiranto dalam jumpa pers di Kemenko Polhukam, Jakarta, Rabu (22/5/2019).
Wiranto meminta masyarakat berkorban tak melihat gambar ataupun video via aplikasi chatting untuk beberapa hari. Dia menegaskan pembatasan ini bukan karena pemerintah sewenang-wenang.
“Ya berkorban 2-3 hari nggak liat gambar kan gapapa,” ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara menyebut pembatasan akses media sosial (medsos) bersifat sementara dalam rangka menghindari penyebaran kabar bohong atau hoax.
“Pembatasan ini bersifat sementara dan bertahap. Pembatasan dilakukan terhadap platform media sosial, fitur-fitur media sosial–tidak semuanya–dan messaging system,” kata Rudiantara dalam konferensi pers di kantor Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu (22/5/2019).
Rudiantara menyebut modus penyebaran kabar bohong itu berawal dari tangkapan layar di medsos. Setelahnya kabar yang belum jelas kebenarannya itu disebarkan di aplikasi perpesanan WhatsApp. (detc/rin)