PENGKHIANATAN adalah tema yang abadi dalam sejarah manusia, muncul dalam berbagai bentuk di setiap peradaban—mulai dari legenda Yunani dan Romawi, kisah kerajaan-kerajaan Nusantara seperti Kediri, Singasari, Majapahit, dan Mataram, hingga konflik politik di era modern. Motif ini sering kali lahir dari ambisi, balas dendam, atau persaingan kekuasaan, yang mengubah jalannya sejarah secara dramatis.
Diksi pengkhianat itu secara gamblang disebutkan presiden kita, Bapak Prabowo Subianto. Di hadapan mantan presiden Megawati dan tokoh lainnya, Presiden Prabowo Subianto mengaku ingin menyingkirkan para pengkhianat di Indonesia. Keinginan itu disampaikan Pak Prabowo dalam pidatonya pada upacara peringatan Hari Lahir Pancasila di Gedung Pancasila, Jakarta, Senin, (2/6/2025), di depan sejumlah tokoh besar, termasuk Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Ibu Megawati Soekarnoputri.
Pak Prabowo menyebut, masih ada terlalu banyak penyelewengan, manipulasi, dan korupsi di tanah air. Lalu, dia mengaku akan menyingkirkan para pengkhianat. “Mereka-mereka yang tidak setia kepada negara akan kita singkirkan dengan tidak ragu-ragu tanpa memandang bulu, tanpa melihat keluarga siapa, partai mana, suku mana,” ujar Prabowo.
Pengkhianatan adalah tema universal yang muncul dalam berbagai cerita klasik, baik dalam sejarah Indonesia maupun dunia. Motif ini sering kali menjadi titik balik dalam narasi kekuasaan, mulai dari legenda kerajaan kuno seperti Yunani dan Romawi, hingga kerajaan-kerajaan Nusantara seperti Kediri, Singasari, Majapahit, dan Mataram. Bahkan dalam sejarah modern Indonesia, pengkhianatan menjadi elemen krusial dalam dinamika politik, seperti pada era Sukarno, Suharto, Gus Dur, Megawati, hingga Joko Widodo (Jokowi).
Dalam mitologi Yunani, pengkhianatan sering kali dilakukan oleh para dewa dan manusia. Salah satu contoh paling terkenal adalah pengkhianatan Clytemnestra terhadap Agamemnon. Clytemnestra membunuh suaminya sendiri sebagai balas dendam karena Agamemnon mengorbankan putri mereka, Iphigenia, demi keberhasilan perang Troya.
Di dunia nyata, pengkhianatan terhadap Socrates oleh murid-muridnya yang memberikan kesaksian palsu hingga menyebabkan kematiannya menunjukkan bagaimana ketakutan politik dapat memicu pengkhianatan.
Salah satu pengkhianatan paling terkenal dalam sejarah adalah pembunuhan Julius Caesar (44 SM) oleh para senator Romawi, termasuk Brutus yang dianggap anak angkatnya. Motifnya adalah ketakutan para senator plus hasutan Cassius bahwa Caesar akan menjadi diktator seumur hidup, mengakhiri Republik Romawi. Ironisnya, pengkhianatan ini justru memicu perang saudara dan kehancuran Republik yang ingin mereka pertahankan.
Dalam mitos Perang Troya sebagaimana kisah Odysseus dan Penipuan Sinon (Yunani Kuno), Sinon mengelabui orang Troya dengan berpura-pura membelot dari Yunani, meyakinkan mereka untuk membawa Kuda Kayu ke dalam kota, yang akhirnya menghancurkan Troya.
Pengkhianatan adalah elemen konstan dalam sejarah kekuasaan, baik di Indonesia maupun dunia. Dari zaman kerajaan hingga era modern, motifnya selalu berkisar pada ambisi, ketakutan, dan persaingan ideologis. Meskipun bentuknya berubah—dari pembunuhan langsung hingga perang informasi—esensinya tetap sama: keinginan untuk mengontrol atau menjatuhkan kekuasaan.
Dalam Pararaton, Ken Arok membunuh Tunggul Ametung, penguasa Tumapel, untuk merebut kekuasaan dan istrinya, Ken Dedes. Motifnya adalah ambisi kekuasaan dan nafsu, karena Ken Arok tergoda oleh ramalan bahwa Ken Dedes akan melahirkan raja-raja besar. Pengkhianatan ini menjadi awal berdirinya Kerajaan Singasari, awal dinasti baru (Singasari, 1222).
Anusapati, putra Tunggul Ametung, membunuh Ken Arok sebagai balas dendam. Namun, ia sendiri dikhianati oleh Tohjaya (putra Ken Arok dari selir) yang membunuhnya untuk merebut takhta. Siklus pengkhianatan ini terus berlanjut hingga Ronggowuni (Wisnuwardhana) mengambil alih kekuasaan.
Jayanegara, raja Majapahit, dibunuh oleh tabibnya, Ra Tanca, yang didalangi oleh Ra Kuti, seorang pejabat yang memberontak karena ketidakpuasan terhadap pemerintahan. Gajah Mada kemudian muncul sebagai penumpas pemberontakan ini, memulai kariernya sebagai pemersatu Nusantara.
Dalam perpecahan Mataram Islam, Pangeran Puger (Pakubuwana I) bersekutu dengan VOC untuk mengalahkan Amangkurat II. Pengkhianatan ini didorong oleh ambisi kekuasaan dan ketergantungan pada kekuatan asing, yang akhirnya melemahkan kedaulatan Mataram.
Persekongkolan Adipati Pragola (Mataram Islam, abad ke-17), menyebabkan Adipati Pragola memberontak terhadap Sultan Agung karena merasa diabaikan, namun dikalahkan dan dihukum mati, mencerminkan konflik internal dalam keluarga kerajaan.
Bagaimana pula pengkhianatan dalam Sejarah Modern Indonesia hingga masa sekarang?
• Suyadi San, pegiat sastra, Ombudsman Koran Mimbar Umum, dan periset BRIN