Hidrant Kota?

Berita Terkait

Pagi Medan!

Kemaren awak dapat kiriman cerita dari kawan yang sedang di Leiden Belanda.Dia cerita sikit tentang sejarah kota Medan, terutama dalam hal “Kebersihan Kota”.

Dia juga kirimkan gambar-gambar yang dia kutip dari Verslag Betreffende Gemeente Medan over het Jaar 1920. Buku itu diterbitkan Varekamp & Co. Penerbit terkenal di Medan, masa itu.

Dari buku itu dia menceritakan bagaimana kota mulai dibangun dengan perspektif lingkungan dan kebersihan yang kuat (hehehe kalo awak disuroh baca pon gak ngerti paling awak minta tolong textscan untuk ngopy bukunya dan minta tolong lagi sama google menterjemahkan, hehehe).

- Advertisement -

Baca Juga : Lebih Murah dari Rokok

Dari foto dan cerita kawan tu, awak pon membayangkan bagaimana jalan-jalan dibersihkan (dari sado ke motor) dari veegmachine ke motorsproeiwagen, tempat penampung air buangan disediakan.

Rumah-rumah penduduk, jalan dan bangunan kantor didisain secara terencana sampai memikirkan bagaimana mengangkut kotoran manusia di pemandian2 umum yang disediakan pemerintah waktu itu (het weghalen van faecalien), motor taiknya masih pakai kuda, wow keren banget!

Catatan tahun itu mengatakan bahwa rencana pembuatan riol untuk penanggulangan banjir telah ditetapkan dan menunjuk Arsitek T.a.b.r.o.s dari Utrecht untuk membuat riol yang saat ini sdh tidak digunakan lagi oleh pemerintah kota.

Setiap tahun walikotanya membuat laporan dan dibuat dalam bentuk buku dan dipublikasikan ke masyarakat (wow lagi, keterbukaan oleh penjajah? Kok bisa, sementara sekarang, terkesan awak informasi kota seakan rahasia negara saja).

Kata kawan awaktu lagi, saat itu, dewan-dewan kota (Gemeente Raad) bekerja dengan penuh amanah dan di saat buku laporan ini dibuat ada 17 tokoh di dalamnya.

Tokoh itu antara lain Abdullah Lubis yang sekarang namanya diabadikan sebagai nama Jalan di kawasan Medan baru.

Ada lagi Tengkoe Besar Amaloedin dan ada juga Tjong A Fie.

Tapi ada satu hal yang menarik hati awak selain beberapa hal yang diceritakannya itu sudah hilang dari fasilitas dan infrastruktur kota kita saat ini.

Baca Juga : Soal Selera

Fasilitas sekaligus infrastruktur kota itu adalah De Brandkranen atau hydrant/kran air untuk mengantisipasi kebakaran.

Itu kata kawan tu, dah selesai dan dipakai di tahun 30-an. Menariknya, fasilitas itu dilengkapi peta detail posisinya. Nampak awak pemerintah kota saat itu sudah mengantisipasi bahaya kebakaran.

Dengan tata letak yang diperhitungkan sesuai kemampuan jangkau pasukan pemadam kebakaran untuk bisa segera dapat pasokan air dan mencegah luasnya kebakaran.

Tapi fasilitas itu entah kenapa kian langka bahkan sulit awak temukan di trotoar jalan kota, di mana hydrant biasa disediakan. Di beberapa kota negeri tetangga bahkan negara maju di Asia, Amerika dan Eropa, fasilitas itu lazim dan tersedia.

Ini laaa yang jadi pertanyaan awak setelah membaca cerita kawan tadi.

Itu baru satu fasilitas, belum lagi cerita gorong-gorong, trotoar dan lainnya yang ….. aahhh entah laaa. Awak pon jadi bingong juga bertanya-tanya, apakah pemerintahan penjajah lebih peduli sama warga kota ini dibanding pemerintahan bangsa sendiri? Cocok klen rasa?

Tinggalkan Balasan

- Advertisement -

Berita Pilihan

Fenomena Equinox Maret 2021, Matahari Berada Tepat di Posisi Zenith

Oleh: Abdul Aziz, Purna Tugas BMKG Medan, MIMBAR - Diperkirakan pada tanggal 21 Maret 2025 mereka yang tinggal di garis...