KEBUDAYAAN nasional berasal dari kebudayaan daerah yang tersebar di seluruh pelosok Indonesia. Keragaman budaya daerah merupakan modal dasar dan sumber inspirasi seni. Oleh karena itu, sekecil dan sesederhana apapun hasil seni, tetap memberikan kontribusi bagi kebudayaan Indonesia.
Di semua budaya yang tersebar ini banyak terdapat artefak berupa benda-benda yang bernilai estetis, salah satunya adalah ornamen. Perhiasan tradisional Indonesia merupakan salah satu perhiasan yang memiliki kemampuan bertahan di era globalisasi saat ini.
Bentuk dan kekayaan konotasi budaya Indonesia memiliki kekuatan untuk beradaptasi dengan modernisasi. Nilai-nilai kemanusiaan yang menjadi kesadaran lahirnya ornamen tradisional pada saat itu menarik untuk dikaji estetika bentuk dan maknanya bahkan fungsinya. Ornamen adalah hasil kreasi cita rasa dan karya manusia untuk memperindah, menghiasi objek dan memberikan nilai lebih visual dan simbolik.
Bagian dari suku Batak Sumatera Utara, salah satu ciri ornamen Batak Toba adalah pada rumah adatnya sendiri, yang berbentuk besar dan dilengkapi dengan berbagai ornamen yang biasa disebut Gorga.
Gorga adalah ukiran yang melukis dinding rumah dengan tiga warna dasar, putih, merah dan hitam. Gorga adalah ragam hias atau ornamen dengan ragam corak dan corak yang menggunakan kombinasi tiga warna utama atau biasa disebut dengan warna tradisional Batak Toba “Tiga Polit” (merah, hitam dan putih) yang di dalamnya ornamen tersebut mencerminkan filosofi atau pandangan hidup dan kehidupan sehari-hari. Orang Batak Toba suka berdiskusi dan menikmati hari-hari yang jujur, terbuka, dan kreatif.
Bentuk Gorga merupakan kombinasi dari berbagai lekukan dengan garis tebal dan tipis menggunakan tiga warna khas Batak yang biasa dikenal dengan Tiga Bolit (merah, hitam dan putih). Menyatukan dan menggabungkan berbagai bentuk Gorga dalam sebuah komposisi menarik secara visual membutuhkan keterampilan untuk menghadirkan unsur artistik yang tinggi.
Ada tiga Warna Gorga; merah (melambangkan keberanian), hitam dan putih (melambangkan kesucian). Mula Jadi Nabolon juga menciptakan tiga situasi di dalam bumi ini; yaitu pagi, siang, dan malam. Juga, Mula Jadi Nabolon menciptakan tiga benua yaitu: benua atas, benua tengah, dan benua bawah. begitulah juga dengan tiga Falsafah Batak yang begitu mendarah daging yaitu dongan sabutuha/ dongan tubu, hula-hula dan boru. Orang Batak memiliki falsafah yang tinggi dan besar.
Bentuk pertama sekali Gorga adalah Gorga Boraspati (sebuah Gorga yang bentuk visual cicak). Namun, Gorga Boraspati tidak selamanya penggambaran visual cicak saja, tetapi juga bisa gambar bentuk manusia, ular, dan binatang lainnya. Cicak dianggap sebagai pelindung oleh orang Batak karena cicak memakan nyamuk yang sering mengganggu kenyamanan manusia.
Setelah diaplikasikan pada rumah, gambarnya bisa kurang indah kalau hanya bentuk cicak saja sehingga ditambahkan ukiran pendukung lainnya, seperti garis meliuk-liuk yang terinspirasi oleh sarang laba-laba, pakis dan andor laut (sejenis tangkai ubi jalar). Gorga dianggap sebagai penjaga rumah, pelindung dari roh-roh jahat.
Ornamen Gorga dibuat dengan dua cara, yaitu dengan teknik lukis, permukaan Gorga rata tanpa tempat lilin, cara ini disebut teknik Gorga dais, dan yang kedua dengan mengukir atau mengukir bidang Gorga, membuat permukaan bidang Gorga menjadi tinggi dan rendah. Seperti pembebasan. Gorga yang dikerjakan dengan cara mengukir seperti ini disebut dengan teknik Gorga lontik.
Warna-warna pada Gorga awalnya berasal dari alam. Warna putih berasal dari tanah buro, merah berasal dari batu hula dan warna hitam berasal dari asap lampu semporong atau juga dari kerak pantat kuali dan periuk. meskipun ada pendapat sebelumnya yang mengatakan bahwa warna merah berasal dari darah manusia dan warna hitam dari arang. Warna tersebut juga berasal dari warna bendera Batak (warna utama masyarakat Batak) yang disebut Tiga Bolit.
Tiga Bolit adalah pemberian Mula Jadi Nabolon kepada orang Batak. Fungsi utama dari Gorga adalah sebagai penjaga rumah dari segala bentuk marabahaya/ancaman yang merugikan dari luar, untuk memberkati penghuni rumah.
Hubungan Gorga dengan kepercayaan adalah bahwa Gorga dipercaya dan dapat diakui bisa melindungi penghuni rumah dan memberkati pemiliknya. Ornamen Gorga yang sebenarnya adalah gambar seperti tato pada suku Dayak, tetapi dominan pemakaiannya digunakan pada rumah adat Batak bukan pada tubuh orang Batak sendiri. Jenis kayu yang digunakan sebagai media Gorga (sebelum bahan baku semen yang ditemukan pada saat ini) yang digunakan secara umum adalah bebas.
Jenis kayu apa saja bisa dipergunakan, namun kayu yang sering dipilih adalah kayu Sappinur yang sering dan banyak tumbuh di daerah hutan dekat dengan tempat tinggal orang Batak. Untuk saat ini jenis kayu tersebut sudah jarang ditemukan. Secara Umum kayu untuk membuat Gorga adalah jenis kayu yang bagus, tahan lama dan keras dan tidak mudah rusak.
Visualisasi Gorga dominan dengan gambar andor (ubi jalar) yang meliuk-liuk. Andor dalam budaya Batak dipahami sebagai hotang (rotan). Sifat pucuk/ujung andor yang selalu kembali ke batangnya memiliki kemiripan dengan sifat dan karakter orang Batak jika pergi merantau ke luar daerahnya, sejauh apapun dia melangkah akan kembali ke kampung halamannya (bonapasogit) baik hidup atau mati. Orang Batak bisa dikatakan senang merantau, karena ada anggapan jika selalu di kampung, maka tidak akan mendapatkan pengalaman dan pelajaran hidup, maka hidup seseorang itu akan begitu saja tanpa ada perkembangan atau pengalaman.
Oleh sebab itu, banyak orang Batak yang pergi merantau mengadu nasib, baik berhasil atau tidak di tanah rantau akan selalu kembali ke kampung halaman. Bahkan orang Batak yang telah meninggal di tanah rantau pun, mayatnya akan selalu diusahakan dibawa pulang ke kampung halaman dan dimakamkan di tempat asal.
Makna dan jenis gorga batak:
Lundung pahu (pakis) adalah lambang kehidupan orang Batak. Tumbuhan Pakis, pada saat muda pucuknya masihlah menguncup, menanti mekar dan bernilai seperti bunga. Orang Batak mengatakan jangan menjengkal anak kecil apalagi menjengkalnya, karena ketika ia sudah beranjak dewasa kita tidak tahu bagaimana dia nantinya, karena bisa saja dia menjadi orang yang lebih terhormat dari kita nantinya.
Gorga ipon-ipon, adalah Gorga pelengkap yang menghiasi sisi bagian pinggir setiap Gorga yang biasa menjadi pinggiran/frame. Dalam bahasa Batak Ipon adalah arti dari gigi, sama dengan fungsi gigi sebagai alat untuk menggigit, gigi yang tersusun rapi akan memperindah wajah manusia, terutama saat tersenyum.
Gorga andor laut, menyimbolkan tarombo, silsilah keturunan orang Batak, melahirkan anak, anaknya melahirkan anak lagi dan anak dari anaknya lagi melahirkan anak lagi dan begitu seterusnya, begitu juga pertumbuhan andor laut
Gorga ihan-ihan, berasal dari visual dengke simudurudur/ikan. Gorga ini biasanya diletakkan di bagian samping rumah Batak.
Gorga ulu paung, Gorga yang terakhir diletakkan dan gorga ini umunya ditempatkan di ujung bagian runcing sisi depan rumah Batak, posisinya masih melewati atap rumah sekitar 20-30 cm. Gorga ulu paung ini disebut juga Gorga yang paling tinggi apabila dilihat dari posisi peletakkannya. Gorga ini memiliki makna, bahwa orang Batak yang sudah memiliki semuanya,
Gorga Boraspati, tidak selalu perwujudan Gorga Boraspati adalah berbentuk cicak, bisa juga boraspati adalah binatang khas Batak yang tidak sembarang orang bisa melihatnya, jika ada yang melihatnya, maka keberuntungan akan datang padanya. Boraspati juga dapat dianggap binatang yang membawa keberuntungan.
Gorga singa-singa, gorga ini bersifat mengajak ke hal-hal baik, dengan harapan tahu membedakan mana hal yang baik dan mana hal yang buruk untuk dihindari. Visualnya dari capung. sedangkan
Gorga jorngom/jenggar, diletakkan di bagian tengah rumah adat Batak dan gorga ini masih dalam bagian dari andor laut.
Keunikan yang tertera dalam Gorga Batak Toba dibandingkan dengan Gorga Batak lainnya ialah dapat dilihat dari bentuk garisnya yang lebih halus. Tergantung kelakuan, sifat dan perilaku orang Batak tersebut. Orang Batak Toba biasanya terlihat kasar, tetapi sebenarnya orang Batak Toba itu halus. Orang Batak Toba bisa kasar apabila Falsafah Batak tersebut mulai luntur luntur.
Seni Orisinil
Pada dasarnya Ornamen Gorga Batak Toba adalah seni orisinil berupa ukiran dan lukisan, lahir dari dorongan emosi dan kehidupan batin yang murni dari pandangan hidup dasar (filosofi Dalihan Natolu) dan kepentingan pribadi orang Batak khususnya Batak Toba. Gorga merupakan penggambaran ekspresi batin dan kehidupan sehari-hari orang Batak Toba dalam berbagai bentuk visual dan makna simbol-simbol.
Oleh karena itu, nilai yang terkandung dalam hiasan Gorga tersebut merupakan nilai pandangan hidup masyarakat Batak Toba, bahkan dapat disebut sebagai kitab Batak Toba yang sebenarnya. Ornamen Gorga Batak Toba umumnya digunakan pada rumah-rumah adat Batak Toba, Gorga hadir dalam tiga warna yang berbeda, ketiga warna ini merupakan warna utama suku Batak Toba dan dianggap sebagai pemberian dari Mula Jadi Nabolon (Tuhan) yang biasa dikenal dengan Tiga Bolit (putih, merah dan hitam).
Warna ini adalah warna yang alami yang bisa ditemukan di alam. Alam atau lingkungan merupakan bagian kenyataan dari hidup manusia. Batak Toba percaya bahwa Gorga adalah Pusakko (warisan) yang diberikan kepada orang Batak dan harus dijaga dan dilestarikan karena dianggap sebagai pelindung dan berkah bagi yang memilikinya.
Daftar Pustaka
Astuti, Eni Puji. “Ornamen tradisional Indonesia: Potret kemanusiaan dan identitas bangsa”, dalam buku Kasiyan dkk, A Review Perspective of Arts and Arts Education”. Yogyakarta: UNY Press, 2014.
Siahaan, Renjaya.Gorga Singa-singa sebagai sumber Ide Penciptaan Karya Seni Lukis. Medan: Unimed, 2006.
Jamaluddin, Hasibuan. Art et Culture/ Seni Budaya Batak. Jakarta: PT. Jayakarta Agung Offset, 1985.
Borrong, Robert P. Etika Bumi Baru. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 1999.
*Penulis : Clinton Octavianus Silalahi, Fakultas Filsafat, Universitas Katolik Santo
Thomas Medan