Sabtu, Juli 6, 2024

Ekonom Sumut: Kenaikan BBM, Inflasi dan Rakyat Miskin Meningkat

Baca Juga

mimbarumum.co.id – Kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi yang dilakukan pemerintah berbuah kritik dari sejumlah kalangan karena dianggap bisa melemahkan daya beli masyarakat di tengah pemulihan ekonomi.

Kenaikan harga Pertalite dari Rp 7.650 ke Rp 10.000 per liter dan solar dari Rp 5.150 ke Rp 6.800 pada tahap awal memberikan dampak  terhadap kenaikan biaya transportasi.

Ekonom Sumatera Utara Wahyu A Utomo mengatakan, kenaikan biaya transportasi akan meningkatkan kenaikan harga barang-barang. Kenaikan BBM juga akan menaikkan harga energi seperti listrik.

“Tahap berikutnya akan menaikkan biaya produksi yang pada tahap berikutnya akan mendorong kenaikan harga barang. Kenaikan harga-harga barang ini lah yang sering kita sebut dengan inflasi,” ujar dosen senior FEB USU, Senin (5/9/2022).

Ironisnya, bagi rumah tangga, kenaikan ini akan memberikan beban karena terjadinya kenaikan harga barang-barang.

Hasilnya, rumah tangga harus berhemat. Pengeluaran harus dikurangi  dengan cara menghasilkan sendiri barang yang diperlukan.
Misalnya, memasak sendiri kebutuhan makanan rumah tangga.

Dampaknya, penjualan rumah makan akan berkurang. UMKM kuliner akan terkena dampak, selain harus menanggung beban kenaikan harga bahan makanan, dan juga berkurangnya pembeli karena masyarakat berhemat.

“UMKM non-kuliner juga berkurang, karena masyarakat akan lebih mementingkan kebutuhan makanan. Dengan demikian, kenaikan harga Pertalite dan Bio-Solar akan meningkatkan inflasi dan menekan laju pertumbuhan ekonomi,” paparnya.

Lanjut Wahyu, tentunya pemerintah sudah menghitung dampak ini, dan kemudian berharap dampaknya tidak begitu besar. Karena kenaikan harga BBM ini juga menyebabkan kelompok masyarakat yang hampir miskin akan jatuh menjadi miskin.

Memang pemerintah telah menyiapkan bantuan sosial seperti BLT kepada masyarakat, namun apakah sudah menyasar kelompok yang hampir miskin.

Jika kelompok hampir miskin nantinya tidak tercover dengan bantuan sosial, maka kenaikan BBM akan memberikan dampak besar bagi kelompok ini. Sudah jatuh miskin tetapi tidak mendapatkan bantuan sosial dari pemerintah.

Menurutnya, permasalahan utama penyaluran subsidi BBM sejak dulu adalah efektivitas yang rendah untuk membantu masyarakat yang benar-benar membutuhkan. Dalam konteks menjaga kesejahteraan dalam kondisi seperti saat ini, uang subsidi BBM akan lebih baik bila disalurkan langsung kepada masyarakat yang masuk ke dalam kriteria membutuhkan.

Kebijakan Bantuan Langsung Tunai (BLT) BBM akan memiliki efektivitas yang lebih tinggi dari subsidi BBM. Sedangkan anggaran subsidi dan kompensasi energi tahun ini yang cukup besar memiliki trade-off dari agenda transformasi struktural ekonomi.
Dengan anggaran sebesar Rp 650 triliun, banyak agenda kebijakan transformasi struktural ekonomi yang dapat dilakukan.

Sebagai contoh, nilai anggaran tersebut setidaknya setara lebih dari 1.000 kali anggaran pembangunan barang milik negara (BMN) infrastruktur Energi Baru Terbarukan (EBT) pada tahun 2022 sebesar Rp 483 miliar.

Anggaran yang tidak sedikit tersebut setidaknya dapat membantu pemerintah mempercepat capaian agenda transformasi struktural ekonomi lainnya.

Oleh karena itu, sebetulnya peningkatan harga BBM subsidi dapat memberikan pemerintah kemampuan untuk mengalokasikan anggaran ke agenda-agenda lain yang lebih bermanfaat guna mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan.

Reporter : M Nasir

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Berita Terbaru

Kepala BPMP Sumut Apresiasi Festival Kurikulum Merdeka 2024 Berjalan Sukses

mimbarumum.co.id - Balai Penjaminan Mutu Pendidikan Provinsi Sumatera Utara (BPMP Sumut) sebagai UPT Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi...

Baca Artikel lainya