mimbarumum.co.id – Serikat Nelayan Indonesia (SNI) mendesak agar Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengkaji ulang dan membatalkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12 Tahun 2020 tentang pengelolaan lobster, kepiting, dan rajungan di wilayah RI.
Desakan itu muncul setelah Menteri KKP Edhy Prabowo ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus dugaan penerimaan hadiah terkait ekspor benih lobster tahun 2020.
“SNI mendesak mengkaji ulang dan membatalkan Permen 12/Permen-KP/2020 yang merugikan nelayan dan rakyat Indonesia,” kata Sekjen SNI Budi Laksana dalam keterangan tertulisnya yang diterima CNNIndonesia.com, Kamis (26/11/2020).
Budi mengatakan, sejak awal rencana pelegalan penangkapan dan ekspor benih lobster menuai kontroversi. Namun, Edhy tetap bersikeras mengubah larangan yang diatur Menteri KKP sebelumnya, Susi Pudjiastuti, dengan menerbitkan Permen 12/2020.
Baca Juga : Penyidik : Dua Tersangka Kasus Benih Lobster Masih Buron
Aturan yang diterbitkan Edhy pada Mei 2020 itu dimaksudkan untuk mencabut aturan larangan ekspor benih lobster yang sempat dibuat Susi Pudjiastuti saat masih menjabat di Kabinet Indonesia Kerja (2014-2019).
Menurut Budi, kebijakan Edhy tersebut tergesa-gesa dan implementasinya cenderung menimbulkan tindakan koruptif.
Edhy sendiri telah dicokok KPK lalu ditetapkan sebagai tersangka pada Rabu (25/11) ihwal proses implementasi dari kebijakan yang diterbitkannya.
“Potensi tindakan koruptif dalam proses verifikasi dan penetapan pemegang izin ekspor benur dalam waktu singkat. Perusahaan yang memperoleh izin ekspor benur di antaranya berisi orang-orang dari perusahaan yang mempunyai afiliasi dengan partai politik atau berhubungan dengan orang-orang terdekat/sekitarnya,” ujar Budi.
SNI juga mendesak agar KPK mengusut tuntas kasus yang menyeret Edhy hingga pihak-pihak yang diuntungkan atas perbuatannya.
Dalam kasus dugaan korupsi penetapan izin ekspor benih lobster ini KPK menetapkan tujuh tersangka. Mereka adalah enam orang sebagai penerima suap yakni Edhy Prabowo; stafsus Menteri KKP, Safri; Andreu Pribadi Misata yang juga stafsus Menteri KKP; Pengurus PT ACK, Siswadi; staf istri Menteri KKP, Ainul Faqih; dan Amirul Mukminin. Sedangkan pihak pemberi suap adalah Direktur PT DPP, Suharjito.
Para penerima suap itu disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Untuk pemberi suap dikenakan sangkaan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. (cnn)
Editor : Dody Ferdy